
Usai Keputusan Eropa, Akankah Tekanan Saham Sawit Berlanjut?
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
15 March 2019 15:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Gabungan (IHSG) pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (15/3/2019), berhasil masuk ke zona hijau dan menguat 0,77% menjadi 6.451, 86 poin.
Terlepas dari aksi beli (net buy) asing yang cukup gencar di pasar saham yang tembus Rp 193 miliar di seluruh pasar, tiga sektor mencatatkan persentase kenaikan yang rendah.
Hingga pukul 14.46 WIB, sektor dengan pertumbuhan paling rendah yakni pertambangan (naik 0,01%), disusul aneka industri (0,24%) dan pertanian (0,36%) di level 1.522,79. Adapun sektor dengan penguatan terbesar yakni industri dasar (1,94%) dan keuangan (1,15%).
Khusus indeks sektor pertanian atau JK.AGRI, sempat tertekan pada awal perdagangan sesi 2 sebelum akhirnya rebound. Indeks sektor pertanian sempat turun 0,07% menjadi 1.516,11.
Penurunan ini kemungkinan besar disebabkan karena melemahnya harga saham big player di industri kelapa sawit yang memberi bobot besar terhadap indeks sektor tersebut.
Pada awal sesi 2, Saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) turun 0,4% menjadi Rp 12.450/saham, saham PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) turun 3,26% menjadi Rp 1.045/saham, dan saham PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) turun 0,4% menjadi Rp 1.240/saham.
Pada perdagangan pukul 15.05 WIB, LSIP masih turun 0,8%, AALI malah stagnan, dan saham SSMS minus 1,40%.
Investor saham-saham perkebunan yang menjadi sub-sektor pertanian kembali dibuat khawatir setelah Uni Eropa (UE) mengumumkan bahwa bahan bakar biofuel yang menggunakan minyak kelapa sawit (CPO) diberikan label unsustainable atau tidak berkelanjutan.
Itu artinya, pada 2019 ini, penggunaan minyak kelapa sawit untuk produksi biofuel akan mulai dibatasi.
Pasalnya, Undang-Undang Uni Eropa tentang energi berkelanjutan menyatakan bahwa penggunaan bahan makanan tidak berkelanjutan dan tanaman pangan/pakan harus dibatasi sejak 2019. Selanjutnya akan dilarang sepenuhnya di tahun 2030.
Keputusan label tersebut diambil setelah Komisi Uni Eropa menyimpulkan bahwa penanaman kelapa sawit, yang sebagian besar berlangsung di Indonesia dan Malaysia, menyebabkan penggundulan hutan (deforestation).
Alhasil minyak kelapa sawit tidak memenuhi syarat sebagai bagian dari energi terbarukan.
Uni Eropa berpendapat bahwa kriteria baru tersebut sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh World Trade Organization (WTO), sebuah lembaga dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menaungi urusan perdagangan internasional.
Peraturan ini tentunya menyulitkan pelaku industri kelapa sawit yang biasa memasok ke kawasan Benua Biru. Hal ini mengingat hampir 51% dari impor sawit ke Uni Eropa dipergunakan untuk keperluan biodiesel.
Kekhawatiran ini semakin terbukti setelah Badan Pusat Statistik merilis neraca dagang Indonesia bulan Februari. Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan bahwa nilai ekspor minyak sawit sepanjang Januari-Februari 2019 hanya mencapai US$ 2,94 miliar, turun 15,06% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018.
Akankah pelaku pasar bakal semakin enggan untuk berinvestasi di industri ini karena prospek bisnis ke depan yang semakin suram?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Kemeriahan Oppo Stock In Your Hand CNBC Indonesia
Terlepas dari aksi beli (net buy) asing yang cukup gencar di pasar saham yang tembus Rp 193 miliar di seluruh pasar, tiga sektor mencatatkan persentase kenaikan yang rendah.
Hingga pukul 14.46 WIB, sektor dengan pertumbuhan paling rendah yakni pertambangan (naik 0,01%), disusul aneka industri (0,24%) dan pertanian (0,36%) di level 1.522,79. Adapun sektor dengan penguatan terbesar yakni industri dasar (1,94%) dan keuangan (1,15%).
Penurunan ini kemungkinan besar disebabkan karena melemahnya harga saham big player di industri kelapa sawit yang memberi bobot besar terhadap indeks sektor tersebut.
Pada awal sesi 2, Saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) turun 0,4% menjadi Rp 12.450/saham, saham PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) turun 3,26% menjadi Rp 1.045/saham, dan saham PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) turun 0,4% menjadi Rp 1.240/saham.
Pada perdagangan pukul 15.05 WIB, LSIP masih turun 0,8%, AALI malah stagnan, dan saham SSMS minus 1,40%.
Investor saham-saham perkebunan yang menjadi sub-sektor pertanian kembali dibuat khawatir setelah Uni Eropa (UE) mengumumkan bahwa bahan bakar biofuel yang menggunakan minyak kelapa sawit (CPO) diberikan label unsustainable atau tidak berkelanjutan.
Itu artinya, pada 2019 ini, penggunaan minyak kelapa sawit untuk produksi biofuel akan mulai dibatasi.
Pasalnya, Undang-Undang Uni Eropa tentang energi berkelanjutan menyatakan bahwa penggunaan bahan makanan tidak berkelanjutan dan tanaman pangan/pakan harus dibatasi sejak 2019. Selanjutnya akan dilarang sepenuhnya di tahun 2030.
Keputusan label tersebut diambil setelah Komisi Uni Eropa menyimpulkan bahwa penanaman kelapa sawit, yang sebagian besar berlangsung di Indonesia dan Malaysia, menyebabkan penggundulan hutan (deforestation).
Alhasil minyak kelapa sawit tidak memenuhi syarat sebagai bagian dari energi terbarukan.
Uni Eropa berpendapat bahwa kriteria baru tersebut sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh World Trade Organization (WTO), sebuah lembaga dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menaungi urusan perdagangan internasional.
![]() |
Peraturan ini tentunya menyulitkan pelaku industri kelapa sawit yang biasa memasok ke kawasan Benua Biru. Hal ini mengingat hampir 51% dari impor sawit ke Uni Eropa dipergunakan untuk keperluan biodiesel.
Kekhawatiran ini semakin terbukti setelah Badan Pusat Statistik merilis neraca dagang Indonesia bulan Februari. Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan bahwa nilai ekspor minyak sawit sepanjang Januari-Februari 2019 hanya mencapai US$ 2,94 miliar, turun 15,06% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018.
Akankah pelaku pasar bakal semakin enggan untuk berinvestasi di industri ini karena prospek bisnis ke depan yang semakin suram?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Kemeriahan Oppo Stock In Your Hand CNBC Indonesia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular