Kalah Lawan Dolar AS, Rupiah Masih Bertenaga di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 March 2019 15:47
Kalah Lawan Dolar AS, Rupiah Masih Bertenaga di Asia
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) boleh saja melemah. Namun rupiah masih punya tenaga melawan mata uang Asia. 

Pada Kamis (14/3/2019) pukul 15:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.270. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam. Pada pukul 15:34 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.275 di mana rupiah melemah 0,11%. 

Padahal rupiah sempat perkasa kala awal-awal perdagangan. Rupiah dibuka menguat 0,21%, dan mampu bertahan di zona hijau sebelum tengah hari. 


Namun selepas itu, rupiah seolah kehilangan tenaga dan menyerah di hadapan dolar AS yang memang sedang menguat. Tidak cuma di Asia, dolar AS juga menguat secara global di mana Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,03% pada pukul 15:14 WIB. 




Meski lemas di hadapan dolar AS, rupiah ternyata masih punya tenaga untuk melawan mata uang Asia. Rupiah mampu menguat terhadap yen Jepang, yua China, dolar Singapura, rupee, dan won Korea Selatan. 

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Benua Kuning terhadap rupiah pada pukul 15:16 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rupiah masih bisa bersaing di level Asia karena arus modal yang masuk ke pasar keuangan Indonesia, utamanya di obligasi pemerintah. Ini terlihat dari penurunan imbal hasil (yield), pertanda bahwa harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan. 

Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah berbagai tenor pada pukul 15:20 WIB: 



Kepercayaan investor terhadap obligasi pemerintahan Presiden Joko Widodo salah satunya didorong oleh keputusan lembaga pemeringkat (rating agency) yang mengafirmasi peringkat utang Indonesia di BBB dengan outlook stabil. Menurut Fitch, Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang cukup kokoh dan mampu bertahan dari guncangan eksternal. 

"Permintaan domestik tetap kuat, meski ekspor masih lambat karena penurunan permintaan global. Sementara prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dengan utang pemerintah yang relatif kecil sehingga mampu bertahan dari tantangan eksternal," sebut keterangan tertulis Fitch. 

Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 5%, melambat dari 2018 yaitu 5,2%. Meski melambat, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap lebih baik dibandingkan negara yang selevel seperti Brasil, Rusia, Turki, atau Afrika Selatan. 

"Konsumsi akan semakin kuat karena pemberian gaji ke-13 bagi pegawai negeri dan kenaikan 30% di anggaran bantuan sosial. Sementara pertumbuhan investasi akan didorong oleh proyek infrastruktur BUMN," lanjut keterangan itu. 

Agar peringkat Indonesia bisa naik, Firch memberikan tiga syarat. Pertama adalah penguatan keseimbangan eksternal seperti pemupukan cadangan devisa, diversifikasi ekspor dengan tidak lagi bergantung kepada komoditas, dan penurunan ketergantungan terhadap investasi portofolio di sektor keuangan (hot money). Syarat kedua adalah memperkuat reformasi struktural. Sedangkan syarat ketiga adalah meningkatkan penerimaan negara dengan cara memperbaiki kepatuhan pajak serta memperluas basis penerimaan pajak. 

Namun, Fitch juga memberi wanti-wanti bahwa persepsi terhadap Indonesia bisa turun apabila ada tekanan eksternal yang besar sehingga menurunkan cadangan devisa secara drastis. Kemudian ada tekanan di anggaran negara, dan pelemahan di sisi reformasi struktural yang bisa mengorbankan stabilitas makroekonomi. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular