
Miris! Harga CPO Sentuh Titik Terendah Dalam 3 Bulan
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
13 March 2019 16:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kembali menukik tajam pada perdagangan hari ini, Rabu (13/3/2019).
Hingga pukul 15:00 WIB, harga CPO kontrak Mei di Bursa Derivatives Malaysia Exchange anjlok 1,23% ke posisi MYR 2.090/ton, yang merupakan titik terendah sejak tiga bulan lalu.
Padahal pada perdagangan kemarin, Selasa (12/3/2019), harga komoditas agrikultur andalan Indonesia dan Malaysia itu juga terkoreksi 0,14% dan merupakan pelemahan hari ke-5. Sedangkan sejak awal tahun, harga CPO sudah terpangkas 1,46%.
Bila pada hari ini kembali ditutup di zona merah, maka sudah enam hari beruntun harga CPO mengarah ke selatan, alias melemah. Prediksi turunnya permintaan minyak sawit dari India, China, dan negara-negara Eropa masih cukup kuat memberi beban pada pergerakan harga CPO.
Bahkan tahun ini, permintaan minyak sawit global diprediksi terkontraksi untuk pertama kali sejak dua dekade lalu.
Berdasarkan keterangan dari B.V. Mehta, Direktur Eksekutif Solvent Extractors Association of India yang dilansir dari Reuters, produksi rapeseed akan menyentuh rekor 8 juta ton pada tahun ini.
Akibatnya, ketersediaan minyak rapeseed domestik India akan meningkat lebih dari 1,5 juta ton yang akan menyerap lebih banyak permintaan dari dalam negeri.
"Ada pembicaraan di antara pelaku pasar bahwa minyak sawit stok lama di India dijual di bawah harga pasar," kata pialang yang berbasis di Kuala Lumpur, mengutip Reuters.
Sebagai importir utama minyak sawit dunia, India memegang peranan penting bagi fundamental di pasar minyak nabati global. Berkurangnya permintaan dari Negeri Bollywood akan membuat pasokan minyak sawit tidak terserap. Alhasil harganya akan murah karena stok melimpah.
Hal senada terjadi di Benua Biru. Akibat kampanye negatif yang mengaitkan minyak sawit dengan pembabatan hutan (deforestasi), impor menjadi lebih sulit.
"Negara-negara Eropa bisa memperketat impor minyak sawit," kata pialang di Kuala Lumpur yang biasa memasok minyak sawit ke Eropa, mengutip Reuters. "importir tampaknya akan enggan untuk mengambil risiko."
Di China, optimisme damai dagang dengan Amerika Serikat (AS) membuat pelaku pasar khawatir permintaan minyak sawit dan turunannya turun. Pasalnya China akan membeli lebih banyak kedelai asal AS akibat adanya perjanjian dagang. Bila benar terjadi, posisi minyak sawit sebagai produk substitusi minyak kedelai akan terancam.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/gus) Next Article Awan Kelabu Belum Hilang Tapi Harga CPO Menguat, Kok Bisa?
Hingga pukul 15:00 WIB, harga CPO kontrak Mei di Bursa Derivatives Malaysia Exchange anjlok 1,23% ke posisi MYR 2.090/ton, yang merupakan titik terendah sejak tiga bulan lalu.
Padahal pada perdagangan kemarin, Selasa (12/3/2019), harga komoditas agrikultur andalan Indonesia dan Malaysia itu juga terkoreksi 0,14% dan merupakan pelemahan hari ke-5. Sedangkan sejak awal tahun, harga CPO sudah terpangkas 1,46%.
Bahkan tahun ini, permintaan minyak sawit global diprediksi terkontraksi untuk pertama kali sejak dua dekade lalu.
Berdasarkan keterangan dari B.V. Mehta, Direktur Eksekutif Solvent Extractors Association of India yang dilansir dari Reuters, produksi rapeseed akan menyentuh rekor 8 juta ton pada tahun ini.
Akibatnya, ketersediaan minyak rapeseed domestik India akan meningkat lebih dari 1,5 juta ton yang akan menyerap lebih banyak permintaan dari dalam negeri.
"Ada pembicaraan di antara pelaku pasar bahwa minyak sawit stok lama di India dijual di bawah harga pasar," kata pialang yang berbasis di Kuala Lumpur, mengutip Reuters.
Sebagai importir utama minyak sawit dunia, India memegang peranan penting bagi fundamental di pasar minyak nabati global. Berkurangnya permintaan dari Negeri Bollywood akan membuat pasokan minyak sawit tidak terserap. Alhasil harganya akan murah karena stok melimpah.
Hal senada terjadi di Benua Biru. Akibat kampanye negatif yang mengaitkan minyak sawit dengan pembabatan hutan (deforestasi), impor menjadi lebih sulit.
"Negara-negara Eropa bisa memperketat impor minyak sawit," kata pialang di Kuala Lumpur yang biasa memasok minyak sawit ke Eropa, mengutip Reuters. "importir tampaknya akan enggan untuk mengambil risiko."
Di China, optimisme damai dagang dengan Amerika Serikat (AS) membuat pelaku pasar khawatir permintaan minyak sawit dan turunannya turun. Pasalnya China akan membeli lebih banyak kedelai asal AS akibat adanya perjanjian dagang. Bila benar terjadi, posisi minyak sawit sebagai produk substitusi minyak kedelai akan terancam.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/gus) Next Article Awan Kelabu Belum Hilang Tapi Harga CPO Menguat, Kok Bisa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular