Top! IHSG Menghijau Sendirian, Bursa Asia Berguguran

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 March 2019 12:54
Top! IHSG Menghijau Sendirian, Bursa Asia Berguguran
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali hari dengan pelemahan 0,17% dan sempat jatuh hingga 0,25%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru berhasil membalikkan keadaan dan ditutup menguat 0,06% ke level 6.357,74 pada akhir sesi I perdagangan Rabu (13/3/2019).

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong penguatan IHSG di antaranya PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (+2,02%), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (+3,25%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,18%), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (+2,13%), dan PT Indonesian Paradise Property Tbk/INPP (+13,29%).

IHSG berhasil menguat kala bursa saham utama kawasan Asia berguguran: indeks Nikkei anjlok 1,19%, indeks Shanghai turun 0,37%, indeks Hang Seng melemah 0,58%, indeks Straits Times terkoreksi 0,75%, dan indeks Kospi terpangkas 0,66%.

Kabar buruk yang datang dari Benua Biru membuat bursa saham Asia ditinggalkan investor.

Selasa kemarin (12/3/2019) waktu setempat atau Rabu (13/3/2019) waktu Indonesia, revisi proposal Brexit yang diajukan Perdana Menteri Inggris Theresa May ditolak oleh parlemen.

Seperti dilansir CNBC International, hanya terdapat 242 anggota parlemen yang mendukung proposal dari May, sedangkan mayoritas atau 391 anggota parlemen menolak. Ini jelas merupakan pukulan telak bagi May karena pada pemungutan suara pertama yang digelar bulan Januari, May juga kalah dengan skor 432 melawan 202.


Senin lalu, (11/3/2019), May berhasil mengamankan revisi kesepakatan Brexit dengan Uni Eropa. Revisi yang dimaksud akan memberikan jaminan bahwa klausul backstop, jika diaktifkan, tak akan berlaku selamanya.

Namun, Jaksa Agung Inggris Geoffrey Cox tak sependapat. Menurut Cox, revisi kesepakatan Brexit tak memberikan kekuatan hukum bagi Inggris untuk keluar dari klausul backstop secara sepihak.

Backstop merupakan klausul yang akan diimplementasikan jika Inggris dan Uni Eropa tak bisa menyepakati kesepakatan dagang dalam masa transisi selama 21 bulan setelah Brexit resmi dimulai pada akhir bulan ini. Klausul ini dibuat untuk mencegah adanya hard border antara Irlandia Utara (yang merupakan bagian dari Inggris) dan Irlandia (yang merupakan anggota Uni Eropa).

Backstop menjadi masalah lantaran ada ketidakjelasan mengenai implementasinya. Bisa saja itu diterapkan selamanya walau nanti Inggris-Uni Eropa berhasil menyepakati kesepakatan dagang. Jika ini yang terjadi, maka Inggris akan selamanya menjadi bagian dari Uni Eropa dan tak benar-benar independen.

Dengan kembali ditolaknya proposal Brexit oleh parlemen, masa depan Inggris menjadi tak pasti. No-Deal Brexit alias perpisahan Inggris-Uni Eropa tanpa kesepakatan kini menjadi risiko yang nyata dan diperhitungkan oleh pelaku pasar.

Pemungutan suara terkait dengan apakah No-Deal Brexit akan ditempuh akan dilakukan pada hari ini waktu setempat.

Koreksi IHSG yang sudah terjadi selama 3 hari berturut-turut membuka ruang bagi investor untuk melakukan aksi beli di pasar saham tanah air.

Apalagi, memang ada sentimen positif berupa damai dagang AS-China yang kian terasa. Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer mengatakan bahwa AS dan China mungkin berada dalam minggu-minggu akhir dari negosiasi dagang.

“Harapan kami adalah kami berada dalam minggu-minggu akhir dari mencapai kesepakatan,” kata Lighthizer di hadapan Senate Finance Committee pada hari Selasa waktu setempat, dilansir dari Reuters.

Lighthizer juga mengungkapkan bahwa dirinya dijadwalkan untuk kembali melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He pada hari ini.

Bursa Saham Asia Berguguran, IHSG Malah MenghijauFoto: Perdana Menteri China Li Keqiang menyampaikan laporan kerja pada sesi pembukaan Kongres Rakyat Nasional (NPC) di Aula Besar Rakyat di Beijing, Cina, 5 Maret 2019. REUTERS / Jason Lee

Kemarin, Xinhua News Agency melaporkan bahwa Liu berbincang dengan Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin guna mendiskusikan negosiasi dagang lanjutan kedua negara, seperti dilansir dari Bloomberg.

Dalam perbincangannya tersebut, kedua belah pihak juga melakukan perbincangan mengenai penulisan kesepakatan dagang kedua negara.

Sejauh ini, perang dagang yang berkecamuk antar keduanya terlihat jelas sudah menyakiti perekonomian masing-masing.

Di China misalnya, pada hari Jumat (8/3/2019) ekspor periode Februari 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 20,7% secara tahunan, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang hanya memperkirakan penurunan sebesar 4,8% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor turun hingga 5,2%, juga lebih dalam dari ekspektasi yakni penurunan sebesar 1,4%.

Kemudian kemarin, penjualan mobil di Negeri Panda diumumkan anjlok hingga 13,8% secara tahunan pada bulan Februari, seperti dilansir dari Trading Economics. Penurunan tersebut merupakan yang kedelapan secara berturut-turut.

Jika kesepakatan dagang benar bisa dicapai nantinya, tentu perekonomian kedua negara, berikut perekonomian dunia, bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular