Incumbent India Berpeluang 2 Periode, Rupee Perkasa

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 March 2019 14:31
<i>Incumbent</i> India Berpeluang 2 Periode, Rupee Perkasa
Ilustrasi Rupee India (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memang masih menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Namun apresiasi rupiah menipis sehingga tidak lagi menjadi mata uang terkuat di Asia. 

Pada Selasa (12/3/2019) pukul 14:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.260. Rupiah menguat 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumya. 

Seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah semakin terbatas. Pada pukul 14:15 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.265 di mana penguatan rupiah tersisa 0,14%. 

Meski masih menguat, tetapi apresiasi rupiah berkurang lumayan tajam. Sebagai gambaran, posisi terbaik rupiah hari ini berada di Rp 14.230/US$. 



Akibatnya, rupiah semakin jauh tertinggal dari sang pemimpin klasemen, rupee India. Rupee sudah berhasil menyalip rupiah sejak tengah hari dan sekarang jaraknya semakin jauh. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 14:06 WIB: 

 

Apa yang membuat mata uang Negeri Bollywood berubah perkasa? Sepertinya investor merespons positif kemungkinan Narendra Modi sang petahana (incumbent) untuk kembali terpilih sebagai Perdana Menteri untuk 2019-2024. 

India akan memulai proses pemilu pada 11 April 2019. Ada 7 tahapan dalam pemilu di Negeri Anak Benua, yang direncanakan berakhir pada 19 Mei 2019. 

Investor menilai bertahannya Modi di kursi Perdana Menteri akan menjamin proses reformasi ekonomi India. Kepercayaan ini ditunjukkan dengan tingginya arus modal asing yang masuk ke pasar keuangan negara tersebut. 

Sepanjang Februari 2019, investor asing membukukan beli bersih US$ 2,42 miliar di aset-aset keuangan India. Jauh membaik dibandingkan keseluruhan 2018, di mana investor asing mencatat jual bersih US$ 4,4 miliar. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sementara penguatan rupiah yang menipis bisa jadi karena bayang-bayang kenaikan harga minyak. Pada pukul 14:17 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,27% dan 0,44%. Sebelumnya, harga kedua jenis minyak ini sempat naik di kisaran 1%. 


Penyebab kenaikan harga minyak masih seputar pengurangan produksi oleh kartel Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC). OPEC dan negara kaya minyak lainnya seperti Rusia menetapkan pemotongan produksi 1,2 juta barel/hari untuk mendongrak harga si emas hitam. Kebijakan ini setidaknya akan dipertahankan setidaknya sampai pertemuan OPEC di Wina (Austra) pada tengah tahun.   

"Kami akan melihat situasi pasar pada Juni dan kemudian mungkin melakukan penyesuaian jika dibutuhkan," kata Khalid Al Falih, Menteri Perminyakan Arab Saudi, mengutip Reuters. 

Kendala pasokan ini menyebabkan harga minyak bergerak ke utara alias menguat. Sayangnya, kenaikan harga minyak bukan berita baik buat rupiah. 

Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus mengimpor karena produksi dalam negeri yang belum memadai. Saat harga minyak naik, maka biaya impornya semakin mahal. Semakin banyak devisa yang 'terbakar' untuk mengimpor minyak, sehingga membuat defisit transaksi berjalan (current account) berpotensi melebar atau semakin dalam. 

Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi stabilitas nilai tukar, karena mencerminkan pasokan barang dan jasa dari ekspor-impor. Tanpa transaksi berjalan yang kuat, rupiah akan rawan terdepresiasi. 

Investor bisa saja menjadi enggan untuk mengoleksi aset berbasis rupiah, karena khawatir nilainya akan turun pada kemudian hari. Jadi selama ada ancaman defisit transaksi berjalan, risiko aksi jual akan terus membayangi rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular