Rupiah Kini Terbaik Ketiga Asia, Pakai Obat Apa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 March 2019 12:38
Faktor Domestik dan Eksternal Menopang Rupiah
Ilustrasi Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Rupiah berhasil menguat karena memang mata uang Tanah Air sudah terlalu lama melemah. Harap maklum, rupiah sudah melemah tajam akhir-akhir ini. Sepanjang pekan lalu, rupiah amblas 1,38% terhadap dolar AS dan menjadi mata uang terlemah di Asia. 


Depresiasi yang ugal-ugalan ini membuat rupiah menjadi menarik, karena harganya sudah murah. Investor pun kembali melirik mata uang Tanah Air, permintaan meningkat, dan nilainya menguat.

Selain itu, campur tangan Bank Indonesia juga sepertinya membantu rupiah. Nanang Hendarsah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, mengatakan bank sentral terus menjaga likuiditas sehingga tidak terjadi keketatan di pasar.


Faktor eksternal juga turut membantu rupiah. Harapan damai dagang AS-China kembali menyeruak dan membuat pelaku pasar bersorak. 

Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengungkapkan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China X Jinping kemungkinan akan bertemu pada akhir bulan ini atau April. Pertemuan tersebut menjadi arena pengesahan kesepakatan dagang AS-China yang menandai berakhirnya perang dagang. 

"Ini bersejarah. Kemungkinan pertemuan antara dua pemimpin akan terjadi akhir bulan ini, atau April, mungkin. Kami akan menyepakati tarif bea masuk yang lebih rendah, atau mungkin penghapusan bea masuk untuk kendaraan bermotor, komoditas, dan produk-produk pertanian," ungkap Kudlow, mengutip Reuters. 

Beijing pun turut menebar optimisme. Wan Shouwen, Wakil Menteri Perdagangan China, menegaskan pihaknya bekerja siang dan malam demi terciptanya kesepakatan dagang dengan AS. Bahkan China sudah mulai bicara soal menghapus pengenaan bea masuk. 

"Bea masuk menurunkan kepercayaan investor dan membuat korporasi menunda investasinya. Sekarang, kedua pihak bekerja keras untuk mencapai kesepakatan. Semua itu bertujuan untuk menghapus bea masuk sehingga perdagangan AS-China menjadi normal kembali," jelas Wang Shouwen, Wakil Menteri Perdagangan China, mengutip Reuters. 

China pun berupaya untuk memenuhi keingingan AS, salah satunya adalah reformasi kebijakan subsidi. Xiao Yaqing, Kepala Komisi Administrasi dan Pengawasan Aset Negara China, menyatakan Beijing sedang membereskan isu ini. 

"Bisa dibilang China tidak memiliki regulasi yang secara spesifik mengatur subsidi bagi perusahaan milik negara. Oleh karena itu, China sedang membersihkan dan menyusun standar untuk berbagai subsidi," ungkap Xiao, dikutip dari Reuters. 

Damai dagang menjadi sentimen positif bagi rupiah cs di Asia. Sebab dengan damai dagang, AS-China tidak lagi saling hambat perdagangan. Saat dua kekuatan ekonomi terbesar kembali berdagang dengan normal, maka rantai pasok global akan bergairah dan ada prospek untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular