
Sehari, 3 Bank BUMN Ini Diborong Asing Rp 118,04 M
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
07 March 2019 17:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank-bank berkategori aset di atas Rp 30 triliun atau Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV menjadi incaran investor asing untuk dibeli pada perdagangan Rabu kemarin (6/3/2019). Setidaknya ada 3 bank BUKU IV yang mencatatkan net foreign buy atau aksi beli investor asing.
Ketiganya yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Bank-bank pelat merah itu masuk urutan 5 posisi tertinggi untuk net foreign buy. Total aksi beli investor asing untuk tiga bank tersebut mencapai Rp 118,04 miliar.
Mengacu data Bursa Efek Indonesia (BEI), jika dilihat lebih detail, BMRI tidak hanya membukukan net foreign buy yang tinggi yakni mencapai Rp 64,31 miliar, tapi volume transaksi emiten ini juga meningkat 10% menjadi 47,48 juta unit saham. Padahal rata-rata transaksi hariannya hanya 43,08 juta unit saham.
Pada penutupan bursa kemarin, harga saham BMRI hanya naik tipis 1,08%) ke Rp 7.075/saham.
Lebih lanjut, lonjakan nilai transaksi BMRI pada perdagangan kemarin tampaknya lebih dikarenakan tingginya keyakinan pasar akan keputusan Bank Mandiri untuk membeli porsi saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) yang dimiliki oleh Bank Standard Chartered (Stanchart).
StandChart memiliki 44,56% saham BNLI atau sekitar 12,49 miliar saham. Dua pekan lalu (27/2/2019), Stanchart melalui situs resmi perusahaan, menginformasikan akan melepas seluruh kepemilikan BNLI sebagai langkah perusahaan untuk mengurangi aset tertimbang menurut risiko sebesar US$ 9 miliar.
Akan tetapi, pasar juga optimistis akan kinerja bank BUMN dengan kapitalisasi Rp 330 triliun ini. Pasalnya, tahun lalu BMRI berhasil membukukan laba bersih Rp 25 triliun (21% YoY) setelah di tahun-tahun sebelumnya hanya dapat memperoleh laba bersih di kisaran Rp 20 triliun.
Rasio kredit bermasalah juga turun ke angka 0,67%, lebih rendah dari 2017 yang mencapai 1,07%.
Berbeda dengan BMRI, walaupun BBNI dan BBRI juga mencatatkan aksi beli asing yang tinggi, volume transaksi emiten tersebut masih di bawah rata-rata penjualan harian. Walaupun demikian, harga saham kedua emiten tersebut masih terjaga.
Pada penutupan bursa kemarin, BBNI ditutup di harga awalnya yaitu Rp 8.800/saham, sedangkan BBRI naik tipis 1,04% menjadi Rp 3.900/saham.
Tahun lalu, BBNI dan BBRI juga menoreh kinerja yang mengesankan. Sepanjang tahun 2018, kedua emiten tersebut menorehkan kenaikan laba bersih sekitar 10-11%.
Laba bersih BBNI tercatat sebesar Rp 15,02 triliun naik 10,3% dibanding capaian 2017 senilai Rp 13,6 triliun.
Pertumbuhan laba bersih ini disokong atas tingginya penyaluran kredit perusahaan hingga 16,2% YoY menjadi Rp 512,8 triliun. Risiko kredit bermasalah juga di bawah 2%, terendah dalam 4 tahun belakangan.
Sama halnya dengan BBNI, BBRI berhasil membukukan laba bersih mencapai Rp 32,4 triliun, tumbuh 11,6% dibanding 2017. Perolehan 2018 didukung oleh pendapatan berbasis komisi dan pendapatan bunga bersih yang tumbuh masing-masing 23% dan 11% YoY.
BBRI membukukan pendapatan berbasis komisi senilai Rp 23,4 triliun dan bunga bersih senilai Rp 35,4 triliun. Namun, rasio kredit bermasalah hanya turun tipis sebesar 2,16% dari yang sebelumnya 2,11%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Annyeong haseyo! Bank Mandiri Kaji Masuk Korsel
Ketiganya yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Bank-bank pelat merah itu masuk urutan 5 posisi tertinggi untuk net foreign buy. Total aksi beli investor asing untuk tiga bank tersebut mencapai Rp 118,04 miliar.
Mengacu data Bursa Efek Indonesia (BEI), jika dilihat lebih detail, BMRI tidak hanya membukukan net foreign buy yang tinggi yakni mencapai Rp 64,31 miliar, tapi volume transaksi emiten ini juga meningkat 10% menjadi 47,48 juta unit saham. Padahal rata-rata transaksi hariannya hanya 43,08 juta unit saham.
Pada penutupan bursa kemarin, harga saham BMRI hanya naik tipis 1,08%) ke Rp 7.075/saham.
Lebih lanjut, lonjakan nilai transaksi BMRI pada perdagangan kemarin tampaknya lebih dikarenakan tingginya keyakinan pasar akan keputusan Bank Mandiri untuk membeli porsi saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) yang dimiliki oleh Bank Standard Chartered (Stanchart).
StandChart memiliki 44,56% saham BNLI atau sekitar 12,49 miliar saham. Dua pekan lalu (27/2/2019), Stanchart melalui situs resmi perusahaan, menginformasikan akan melepas seluruh kepemilikan BNLI sebagai langkah perusahaan untuk mengurangi aset tertimbang menurut risiko sebesar US$ 9 miliar.
Akan tetapi, pasar juga optimistis akan kinerja bank BUMN dengan kapitalisasi Rp 330 triliun ini. Pasalnya, tahun lalu BMRI berhasil membukukan laba bersih Rp 25 triliun (21% YoY) setelah di tahun-tahun sebelumnya hanya dapat memperoleh laba bersih di kisaran Rp 20 triliun.
Rasio kredit bermasalah juga turun ke angka 0,67%, lebih rendah dari 2017 yang mencapai 1,07%.
Berbeda dengan BMRI, walaupun BBNI dan BBRI juga mencatatkan aksi beli asing yang tinggi, volume transaksi emiten tersebut masih di bawah rata-rata penjualan harian. Walaupun demikian, harga saham kedua emiten tersebut masih terjaga.
Pada penutupan bursa kemarin, BBNI ditutup di harga awalnya yaitu Rp 8.800/saham, sedangkan BBRI naik tipis 1,04% menjadi Rp 3.900/saham.
Tahun lalu, BBNI dan BBRI juga menoreh kinerja yang mengesankan. Sepanjang tahun 2018, kedua emiten tersebut menorehkan kenaikan laba bersih sekitar 10-11%.
Laba bersih BBNI tercatat sebesar Rp 15,02 triliun naik 10,3% dibanding capaian 2017 senilai Rp 13,6 triliun.
Pertumbuhan laba bersih ini disokong atas tingginya penyaluran kredit perusahaan hingga 16,2% YoY menjadi Rp 512,8 triliun. Risiko kredit bermasalah juga di bawah 2%, terendah dalam 4 tahun belakangan.
![]() |
Sama halnya dengan BBNI, BBRI berhasil membukukan laba bersih mencapai Rp 32,4 triliun, tumbuh 11,6% dibanding 2017. Perolehan 2018 didukung oleh pendapatan berbasis komisi dan pendapatan bunga bersih yang tumbuh masing-masing 23% dan 11% YoY.
BBRI membukukan pendapatan berbasis komisi senilai Rp 23,4 triliun dan bunga bersih senilai Rp 35,4 triliun. Namun, rasio kredit bermasalah hanya turun tipis sebesar 2,16% dari yang sebelumnya 2,11%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Annyeong haseyo! Bank Mandiri Kaji Masuk Korsel
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular