
Jika Tak Libur, Asing Mungkin Jualan Lagi di Pasar Saham RI
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 March 2019 12:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham tanah air terus diterpa tekanan jual investor asing dalam beberapa hari terakhir. Terhitung pada perdagangan 28 Februari-5 Maret (4 hari perdagangan), investor asing selalu membukukan jual bersih di pasar saham tanah air. Pada perdagangan tanggal 5 Maret, nilai jual bersih investor asing bahkan mencapai Rp 1,17 triliun.
Barulah kemarin (6/3/2019) investor asing berbalik membukukan beli bersih senilai Rp 4,12 triliun. Namun jangan senang dulu. Pasalnya, ada beli bersih atas saham PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) senilai Rp 4,19 triliun. Transaksi ini terjadi seiring dengan penyelesaian proses akuisisi atas saham MASA sebanyak 80% oleh produsen ban asal Perancis, Michelin.
Jika nilai beli bersih atas saham MASA yang senilai Rp 4,19 triliun dikeluarkan, maka sejatinya investor asing membukukan jual bersih pada perdagangan kemarin, menandai yang ke-5 secara beruturut-turut.
Jika perdagangan pada hari ini tak diliburkan, besar kemungkinan investor asing akan kembali keluar dari pasar saham tanah air, membukukan jual bersih yang ke-6 secara beruntun.
Situasi pada hari ini memang sedang tak mendukung bagi investor asing untuk masuk ke pasar saham dalam negeri. Sentimen negatif yang pertama datang dari potensi eskalasi perang dagang AS-China.
Pada hari ini, raksasa produsen perangkat telekomunikasi asal China yakni Huawei resmi mengajukan tuntutan kepada pemerintah AS. Huawei menuntut AS terkait penggunaan sebuah peraturan yang melarang lembaga pemerintah untuk membeli produk-produk besutan perusahaan. Tim pengacara dari Huawei menyebut bahwa peraturan tersebut menyalahi konstitusi dari AS sendiri.
Sebelumnya, AS sudah terlebih dulu mendakwa Huawei lantaran diyakini mencuri teknologi dari perusahaan penyedia layanan telekomunikasi asal AS yakni T-Mobile. AS juga mendakwa Huawei karena diyakini telah melanggar sanksi AS atas Iran.
Mengingat posisi Huawei yang begitu penting bagi denyut nadi perekonomian China, negosiasi dagang AS-China yang kini sudah memasuki tahapan akhir bisa menjadi buyar. Perang dagang bisa jadi malah tereskalasi dan memberikan tekanan lebih lanjut bagi perekonomian dunia.
Sebagai informasi, pada hari Selasa (5/3/2019) Perdana Menteri Li Keqiang dalam pertemuan tahunan parlemen China mengumumkan bahwa target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 dipangkas menjadi ke kisaran 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%. Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi China tercatat tumbuh sebesar 6,6%.
Barulah kemarin (6/3/2019) investor asing berbalik membukukan beli bersih senilai Rp 4,12 triliun. Namun jangan senang dulu. Pasalnya, ada beli bersih atas saham PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) senilai Rp 4,19 triliun. Transaksi ini terjadi seiring dengan penyelesaian proses akuisisi atas saham MASA sebanyak 80% oleh produsen ban asal Perancis, Michelin.
Jika nilai beli bersih atas saham MASA yang senilai Rp 4,19 triliun dikeluarkan, maka sejatinya investor asing membukukan jual bersih pada perdagangan kemarin, menandai yang ke-5 secara beruturut-turut.
Situasi pada hari ini memang sedang tak mendukung bagi investor asing untuk masuk ke pasar saham dalam negeri. Sentimen negatif yang pertama datang dari potensi eskalasi perang dagang AS-China.
Pada hari ini, raksasa produsen perangkat telekomunikasi asal China yakni Huawei resmi mengajukan tuntutan kepada pemerintah AS. Huawei menuntut AS terkait penggunaan sebuah peraturan yang melarang lembaga pemerintah untuk membeli produk-produk besutan perusahaan. Tim pengacara dari Huawei menyebut bahwa peraturan tersebut menyalahi konstitusi dari AS sendiri.
Sebelumnya, AS sudah terlebih dulu mendakwa Huawei lantaran diyakini mencuri teknologi dari perusahaan penyedia layanan telekomunikasi asal AS yakni T-Mobile. AS juga mendakwa Huawei karena diyakini telah melanggar sanksi AS atas Iran.
Mengingat posisi Huawei yang begitu penting bagi denyut nadi perekonomian China, negosiasi dagang AS-China yang kini sudah memasuki tahapan akhir bisa menjadi buyar. Perang dagang bisa jadi malah tereskalasi dan memberikan tekanan lebih lanjut bagi perekonomian dunia.
Sebagai informasi, pada hari Selasa (5/3/2019) Perdana Menteri Li Keqiang dalam pertemuan tahunan parlemen China mengumumkan bahwa target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 dipangkas menjadi ke kisaran 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%. Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi China tercatat tumbuh sebesar 6,6%.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular