Akhir Sesi I, IHSG Masih Betah di Dasar Klasemen

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 March 2019 12:54
Akhir Sesi I, IHSG Masih Betah di Dasar Klasemen
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih betah menjadi indeks saham dengan kinerja terburuk di kawasan Asia hingga tengah hari. Per akhir sesi 1, IHSG ambruk 1,11% ke level 6.416,13. Tak sekalipun IHSG merasakan manisnya zona hijau pada hari ini.

Sejatinya, mayoritas indeks saham kawasan Asia lainnya juga diperdagangkan melemah. Namun, tak ada yang membukukan pelemahan lebih dalam dari IHSG.



Sinyal perlambatan ekonomi dunia yang kian kuat digaungkan sukses memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Kemarin (4/3/2019), Biro Sensus AS melaporkan bahwa belanja konstruksi pada Desember 2018 turun 0,6% dibandingkan bulan sebelumnya, jauh lebih buruk dibandingkan dengan konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,2% MoM, seperti dilansir dari Forex Factory.

Selama 2018, belanja konstruksi naik 4,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Meski membukukan pertumbuhan, tetapi capaian tersebut adalah laju yang paling lemah sejak 2011.

Sebelumnya, perlambatan ekonomi AS juga ditunjukkan oleh ekspansi aktivitas sektor manufaktur yang tak sekencang ekspektasi. Manufacturing PMI periode Februari 2019 versi ISM diumumkan di level 54,2, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 55,6, seperti dilansir dari Forex Factory.

Beralih ke kawasan Asia, pada hari ini pemerintah China memangkas target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 menjadi di kisaran 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%, seperti dilansir dari Bloomberg. Sebagai informasi, perekonomian China tumbuh hingga 6,6% pada tahun 2018.

Jika yang terealisasi nantinya adalah target pertumbuhan ekonomi di batas bawah (6%), maka itu akan menjadi pertumbuhan ekonomi terlemah dalam nyaris 3 dekade.

Memang, pemerintah China tak tinggal diam. Bersamaan dengan revisi ke bawah target pertumbuhan ekonomi, pemerintah China juga mengumumkan pemotongan tingkat pajak senilai US$ 298 miliar untuk tahun ini guna menahan laju perlambatan ekonomi. Salah satu tingkat pajak yang dipangkas adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sektor manufaktur.

Namun, pelaku pasar sudah terlanjut kecewa dengan target batas bawah pertumbuhan ekonomi yang begitu rendah. Mengingat China merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, tentu perlambatan ekonomi di sana akan membuat perekonomian negara-negara lain ikut berada dalam tekanan.
Sektor jasa keuangan yang terkoreksi 1,14% menjadi sektor dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG. Koreksi sektor jasa keuangan terjadi seiring dengan aksi jual atas saham-saham bank BUKU 4: PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 2,46%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) turun 2,06%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 1,96%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 0,99%, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 0,26%.

Sinyal perlambatan ekonomi dunia yang kian santer terasa membuat saham-saham bank BUKU 4 dilepas investor. Ketika perekonomian Indonesia ikut lesu sebagai imbas dari perlambatan ekonomi dunia, permintaan atas kredit kemungkinan besar akan tertekan dan mengurangi pendapatan dari bank-bank BUKU 4.

Selain itu, pelemahan rupiah juga menjadi faktor yang membuat saham-saham bank BUKU 4 dilego investor. Hingga siang hari, rupiah melemah 0,12% di pasar spot ke level Rp 14.142/dolar AS. Jika bertahan hingga akhir perdagangan, maka rupiah akan membukukan pelemahan selama 5 hari berturut-turut.

Pelemahan rupiah yang berkepanjangan tentu bisa memberikan tekanan terhadap rasio kredit bermasalah/Non-Performing Loan (NPL) dari bank-bank BUKU 4.

Selain ampuh dalam mendorong aksi jual atas saham-saham bank BUKU 4, pelemahan rupiah juga terbukti ampuh dalam mendorong investor asing keluar dari pasar saham tanah air. Hingga akhir sesi 1, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 535,7 miliar.

5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT Matahari Department Store Tbk/LPPF (Rp 170 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 94,8 miliar), PT Modernland Realty Ltd. Tbk/MDLN (Rp 70,3 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 45,6 miliar), dan PT Astra International Tbk/ASII (Rp 42 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular