Deflasi Depan Mata, Tepatkah Koleksi Saham Barang Konsumsi?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 March 2019 16:00
Deflasi Depan Mata, Tepatkah Koleksi Saham Barang Konsumsi?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor barang konsumsi memimpin penguatan IHSG di awal bulan Maret. Pada perdagangan tanggal 1 Maret, indeks sektor barang konsumsi melejit hingga 2,36%, mendorong IHSG menguat sebesar 0,88%.

Kemudian pada perdagangan hari ini, indeks sektor barang konsumsi menguat sebesar 0,36%, menjadikannya sektor dengan kontribusi positif terbesar bagi IHSG yang sedang naik tipis sebesar 0,05%.

Aksi beli atas saham-saham barang konsumsi masih dilakukan investor menyusul rilis data Indeks Harga Konsumsi (IHK) periode Februari 2019.

Pada Jumat pagi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada bulan Februari terjadi deflasi sebesar 0,08% MoM, lebih dalam dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yakni deflasi sebesar 0,05% MoM. Sementara itu, tingkat inflasi secara tahunan diumumkan di level 2,57%.

Sejati-nya, deflasi bisa diinterpretasikan sebagai bukti dari pelemahan daya beli masyarakat Indonesia. Namun, deflasi pada bulan Februari praktis hanya disumbang oleh kelompok bahan makanan yang turun hingga 1,11% MoM.

Sementara itu, enam komponen pembentuk IHK lainnya membukukan kenaikan harga.



Lantas, secara keseluruhan investor melihat bahwa daya beli masyarakat Indonesia masih kuat. Penurunan tingkat harga pada kelompok bahan makanan lebih disebabkan oleh berlimpahnya pasokan atau distribusi yang baik.

Lantaran daya beli masyarakat Indonesia dianggap masih kuat, aksi beli atas saham-saham barang konsumsi dilakukan.

Jika ditotal dalam 2 hari perdagangan bulan Maret, indeks sektor barang konsumsi telah membukukan penguatan sebesar 2,73%.

Namun sejatinya, tepatkah membeli saham-saham barang konsumsi pada bulan Maret?

Sejarah menunjukkan bahwa bulan Maret memang merupakan bulan yang baik untuk mengoleksi saham-saham barang konsumsi. Dalam 10 tahun terakhir (2009-2018), hanya 2 kali indeks sektor barang konsumsi membukukan pelemahan secara bulanan pada bulan Maret (2016 dan 2018). Di 8 tahun sisanya, indeks sektor barang konsumsi selalu membukukan penguatan.



Namun jika di rata-rata, imbal hasil indeks sektor barang konsumsi pada periode tersebut hanyalah sebesar 0,85%. Ini artinya, kenaikan indeks sektor barang konsumsi sepanjang Maret 2019 yang telah mencapai 2,73% terbilang sangat-sangat tinggi.
Di sisa bulan ini, rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Februari 2019 akan sangat menentukan nasib dari saham-saham barang konsumsi. Jika rilis data ini mendukung, saham-saham barang konsumsi bisa terus dikoleksi investor terlepas dari kenaikannya yang sudah tinggi di 2 hari perdagangan pertama bulan ini.

Angka IKK periode Februari 2019 akan dirilis oleh Bank Indonesia (BI) pada hari Rabu mendatang (6/3/2019).

Sebagai informasi, rilis data IKK periode Januari 2019 terbilang mengecewakan. IKK periode Januari 2019 tercatat di level 125,5, turun dibandingkan capaian bulan Desember 2018 yang sebesar 127.

Memang, sejatinya wajar jika ada penurunan IKK pada bulan Januari. Pasalnya, IKK bulan Desember merupakan yang tertinggi di sepanjang tahun 2018. Faktor musiman yakni libur hari raya Natal dan Tahun Baru membuat IKK berada di level yang tinggi pada bulan Desember.

Namun tetap saja, IKK pada Januari 2019 lebih rendah dibandingkan capaian Januari 2018 yang sebesar 126,1.

Penurunan IKK pada bulan Januari didorong oleh seluruh komponen pembentuknya. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) turun menjadi 121,1, dari yang sebelumnya 123,3, sementara Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) turun menjadi 153,1, dari yang sebelumnya 158,7.

Jika IKK bisa pulih pada bulan Februari, maka kuatnya daya beli masyarakat Indonesia akan semakin terkonfirmasi. Sebagai informasi, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengungkapkan bahwa memasuki bulan Maret, diharapkan harga beras bisa lebih rendah, seiring dengan Indonesia yang memasuki puncak panen. Jika harga bahan makanan bisa terus dijaga di level yang rendah, tentu daya beli masyarakat akan semakin kuat.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular