Perhatikan Lima Agenda Penggerak Pasar di Pekan Depan

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
03 March 2019 19:20
Perhatikan Lima Agenda Penggerak Pasar di Pekan Depan
Foto: Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini melemah tipis, sebesar 0,02%, setelah naik-turun cukup tajam. Bertahan di kisaran 6.500, indeks acuan bursa itu masih berpeluang tertekan pada pekan depan.

Di tengah variasi sentimen negatif dan positif dari bursa global, pelaku pasar akan mencermati sejauh mana "luka" yang diderita Negeri Tirai Bambu itu akibat perang dagang yang dilancarkan Amerika Serikat (AS) sejak 13 bulan yang lalu.

Berikut ini beberapa agenda ekonomi dan sentimen yang patut dicermati, karena berpeluang mengubah arah pergerakan bursa global, dan juga bursa nasional. 

Sentimen pertama bakal muncul dari China dengan adanya Kongres Rakyat Nasional (National People's Congress) yang dihadiri oeh 3.000 delegasi. Di situ, persoalan politik terbaru dan juga soal perekonomian akan dibahas yang memberi gambaran arah kebijakan ke depan.

Kongres pada Selasa itu akan memberi gambaran mengenai target ekonomi pemerintah China. Sejauh ini pelaku pasar memperkirakan pertumbuhan ekonomi China masih akan melambat menjadi 6%, dari tahun lalu sebesar 6,5%, di tengah masih belum selesainya perang dagang.

Di negara komunis terbesar dunia ini, target dan arah kebijakan pemerintah hampir pasti mendekati kenyataan karena efektifnya minimnya distorsi dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan mereka.

Mengutip sumber di pemerintahan, Reuters melaporkan target pertumbuhan ekonomi China bakal direvisi menjadi 6-6,5%, atau lebih rendah dari target semula yang dipasang di angka 6,5%. Pelemahan konsumsi domestik dan perang dagang menjadi pemicu di balik rencana itu.

Jika target pertumbuhan ekonomi ditetapkan jauh lebih rendah dari ekspektasi, maka pelaku pasar berpelung keluar dari bursa terlebih dahulu karena khawatir bahwa pelemahan itu juga akan menekan Indonesia yang ekspornya banyak diserap China sebagai mitra dagang terbesar.

Sentimen kedua berasal dari dalam negeri yakni kepastian mengenai kekuatan konsumsi masyarakat atau rumah tangga. Hingga kini, konsumsi masyarakat menyumbang 54% dari produk domestik bruto (PDB) nasional.

Bank Indonesia pada Rabu akan merilis indeks keyakinan konsumen (IKK) yang menurut konsensus Tradingeconomics bakal turun tipis menjadi 124, dibandingkan dengan posisi Januari yang berada di level 125,5.

Selanjutnya pada Kamis, pelaku pasar bakal mencermati data penjualan ritel per Januari yang diprediksi hanya tumbuh 6% dari sebelumnya 7,7%. Jika proyeksi itu menjadi nyata, maka perlambatan penjualan ritel di bulan pertama 2019 akan mendorong aksi jual saham konsumer.

NEXT

Sentimen ketiga berasal dari AS uang akan mengumumkan defisit neraca perdagangan per Desember pada Rabu pukul 13:30 (Kamis dini hari waktu Indonesia Barat). Pelaku pasar domestik baru akan memfaktorkan kabar dari Negeri Sam itu pada Kamis pagi.

Menurut konsensus Tradingeconomics, defisit neraca perdagangan AS diperkirakan melebar menjadi US$57,3 miliar, dibandingkan dengan posisi sebelmunya yang berada di angka US$49 miliar. Artinya, perang dagang belum membantu meringankan defisit neraca dagang mereka.

Jangan lupakan juga rilis data tenaga kerja AS per Februari pada Kamis malam (Jumat pagi WIB) yang diprediksi kian membaik. Klaim pengangguran lanjutan pada Februari diperkirakan meringan menjadi 1,78 juta, dari posisi Januari di 1,8 juta. Angka tersebut masih jauh lebih baik dari angka rata-rata historisnya di level 2,7 juta.

Sentimen keempat bakal muncul dari Eropa Barat, karena Bank Sentral Eropa (ECB) dijadwalkan mengumumkan suku bunga acuannya, yang diperkirakan masih akan dipertahankan di level 0%. Bank of Canada pada Rabu juga akan menentukan posisi suku bunga acuannya. Sejauh ini pasar memperkirakan bank sentral Kanada itu mempertahankan suku bunga acuannya.

Sentimen kelima bakal kembali ke China dengan rilis neraca perdagangan yang diperkirakan menunjukkan adanya pelemahan surplus, dari semula US$39,2 miliar (Januari) menjadi hanya US$21 miliar (Februari). 

Jika pelemahan itu masih berada di kisaran yang sesuai dengan ekspektasi pasar, maka pelaku bursa global tidak akan reaktif menyikapinya. Namun jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka waspadai saham-saham sektor komoditas yang selama ini memang banyak memasok produknya ke China.

Di sisi lain, Jepang merilis PDB kuartal IV-2018 yang diperkirakan mencatatkan pertumbuhan positif, ke level 0,4%, dari posisi sebelumnya -0,7% (2017). Angka pertumbuhan ekonomi tahunan pun diprediksi ke 1,5% dari sebelumnya -2,6%. Ini akan menjadi angin sejuk bagi pelaku pasar global di tengah kekhawatiran ketidakpastian global akibat perang dagang.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(ags/ags) Next Article Ramai Sentimen Pekan Depan, Dari PDB Q3 RI Hingga Pilpres AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular