Rupiah Melemah di Tiga Benua

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 March 2019 16:55
Rupiah Mungkin Sudah Terlampau Kuat
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Apa yang menyebabkan rupiah cukup tertekan pekan ini? Sepertinya rupiah terserang 'penyakit' ambil untung alias profit taking. Penguatan rupiah memang sudah cukup tajam sejak awal tahun, sehingga pasti akan ada momentum koreksi teknikal. 

Sejak awal tahun, rupiah menguat 1,84% terhadap dolar AS. Rupiah juga masih perkasa di hadapan mata uang Asia, jika dihitung sejak awal tahun sampai kemarin. 

Misalnya di hadapan dolar Hong Kong, rupiah menguat 2,06%. Lalu melawan won Korea Selatan, rupiah terapresiasi 3,02%. Apalagi terhadap rupee India, rupiah perkasa dengan penguatan 3,83%. 

Lalu di Eropa, rupiah juga masih menguat 2,66% terhadap euro. Sementara melawan franc Swiss, rupiah berjaya dengan apresiasi 3,55%. 

Oleh karena itu, wajar apabila sesekali rupiah agak 'cegukan' karena ada saja investor yang mencairkan keuntungan. Memang keuntungan yang sudah bisa dicairkan tidaklah sedikit, sehingga tentu menggoda pelaku pasar. 

Apalagi pekan ini memang ada alasan untuk bermain aman dan menghindari risiko. Selepas dialog intensif selama 2 pekan di Beijing dan Washington, hubungan AS-China malah agak tegang. 

Presiden AS Donald Trump menegaskan dirinya siap membatalkan perundingan dagang dengan China jika hasilnya tidak memuaskan. "Saya selalu siap untuk keluar. Saya tidak pernah takut untuk keluar dari kesepakatan, termasuk dengan China," tegasnya, dikutip dari Reuters.

 
Kemudian, China memprotes keras keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang subsidi beras dan gandum. Pihak penggugatnya siapa lagi kalau bukan AS. Menurut AS, China terlalu banyak memberi subsidi kepada para petaninya. 

Kementerian Perdagangan China dalam pernyataan tertulis, seperti dikutip dari Reuters, menyatakan program subsidi pertanian dilakukan dalam koridor yang diperkenankan oleh WTO. Subsidi di sektor pertanian, menurut China, juga sebuah praktik yang lumrah di berbagai negara. Oleh karena itu, China menyesalkan keputusan WTO yang memenangkan gugatan AS.  


Selain itu, investor juga mengkhawatirkan perkembangan hubungan AS-Korea Utara. Pembicaraan Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Vietnam berakhir 'kentang', tidak ada kesepakatan. 


Trump menilai Korea Selatan hanya berkomitmen melakukan denuklirisasi sebagian. Namun Pyongyang berkeras bahwa dalam situasi saat ini, tawaran yang mereka berikan sudah maksimal. 

"Berdasarkan tingkat kepercayaan yang kini hadir di antara kedua negara, ini adalah upaya denuklirisasi maksimal yang bisa kami berikan. Sulit untuk berpikir ada yang lebih baik dari tawaran kami," tegas Ri Yong Ho, Menteri Luar Negeri Korea Utara, mengutip Reuters. 

Bahkan komentar lebih mengkhawatirkan datang dari Choe Son Hui, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara. Dia mengungkapkan, Pemimpin Kim mungkin sudah kehilangan hasrat untuk melanjutkan perundingan dengan AS.

"(Kim) mungkin kehilangan niat untuk mencapai kesepakatan. Kami melihat beliau mungkin tidak melihat ada kebutuhan untuk melanjutkan (perundingan)," kata Choe, mengutip Reuters.

Tingginya risiko ini membuat pelaku pasar masih cenderung bermain aman. Rupiah pun tertekan di hadapan berbagai mata uang utama dunia.  

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/roy)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular