Harga Referensi CPO Maret US$ 595,98/Ton, Pajak Ekspor Nol

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
01 March 2019 15:30
Harga referensi produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) periode Maret 2019 ditetapkan sebesar US$ 595,98/ton.
Foto: CPO (REUTERS/Samsul Said)
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga referensi produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) periode Maret 2019 ditetapkan sebesar US$ 595,98/ton.

Harga referensi tersebut menguat 5,41% dari periode Februari sebesar US$ 565,40/ton.

Bila mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/PMK.05/2018 yang berlaku sejak 4 Desember 2018 lalu, pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) harusnya sudah mengenakan kembali pungutan ekspor CPO sebesar US$ 25/ton, karena harga sudah melewati ambang batas pengenaan pungutan yakni US$ 570/ton.

Kendati demikian, pemerintah memutuskan menunda pengenaan pungutan alias masih menerapkan pungutan US$ 0/ton, setidaknya sampai satu bulan ke depan.

Pemerintah beralasan, harga CPO global yang masih begitu fluktuatif dalam tiga minggu terakhir membuat pengenaan pungutan dinilai belum perlu dilakukan.



Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menjelaskan harga rata-rata CPO US$ 595/ton yang diambil sebagai referensi sejak 20 Januari-19 Februari memang sudah memenuhi syarat untuk melakukan pungutan.

Namun, harga CPO dalam tiga hari terakhir kembali jatuh ke kisaran US$ 545/ton.

"Jadi harga tersebut tidak merefleksikan harga yang sebenarnya terjadi pada hari-hari terakhir ini. Mengingat ambang batasnya US$ 570/ton, kami mempertimbangkan, kalau pungutan berlaku sekarang, jangan sampai minggu depan dicabut lagi, lalu minggu depannya berlaku lagi," ujar Darmin, usai rapat sekitar 4 jam di kantornya, Kamis (28/2/2019) menjelang tengah malam.

Pungutan ekspor, lanjutnya, perlu mempertimbangkan konsistensi harga dalam periode 2-3 bulan agar ada kepastian kepada pelaku usaha industri sawit, termasuk petani, pedagang, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan eksportir.

"Akan aneh sekali kalau kemudian kena [pungutan], lalu nggak kena, kena, lalu nggak kena," imbuhnya.

Darmin menambahkan, Komite Pengarah BPDP-KS akan melakukan review setiap bulan untuk mengikuti perkembangan harga CPO.

Artinya, pihaknya juga mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk merevisi PMK No. 152/2018 agar bisa lebih adaptif, antara lain batas bawah harga dan perpanjangan periode untuk menentukan kontinuitas harga dalam menetapkan pungutan ekspor.

"Jadi kalau harganya naik misalnya dari US$ 570/ton menjadi US$ 571/ton dan kemudian US$ 573/ton terus-menerus hingga 2 bulan, itu sudah cukup untuk kita menetapkan pengenaan pungutan. Tapi kalau fluktuatif dari US$ 570/ton kemudian turun lagi ke US$ 569/ton, ya kita amati lebih panjang lah supaya ada konsistensi," jelas mantan Gubernur BI tersebut.

Menurut Darmin, penundaan ini tidak begitu berdampak pada ketersediaan dana di BPDP-KS untuk melaksanakan penanaman kembali (replanting) dan upaya peremajaan lainnya karena dana yang ada masih lebih dari cukup.

Dia pun menampik kesan bahwa ini adalah permintaan dari pengusaha kelapa sawit yang belum ingin dikenakan pungutan ekspor.

"Sebenarnya pemerintah juga menanyakan, bagaimana harga TBS di tingkat petani di setiap provinsi. Ya memang dia akan bergerak terus mengikuti harga referensi ini. Jadi itu yang kita cek satu-satu. Kita concern betul pada harga jual petani swadaya yang lebih rendah dari harga jual petani plasma," pungkasnya.
(wed/wed) Next Article Negara Produsen Sawit Akan Bertemu Bahas Diskriminasi Eropa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular