
3 Negara Produsen CPO Siap Lawan Diskriminasi dari Uni Eropa
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
28 February 2019 13:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Tiga negara produsen minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) yakni Indonesia, Malaysia dan Kolombia berkumpul untuk merespons diskriminasi yang dilakukan oleh Uni Eropa. Ketiga negara yang tergabung dalam Dewan Negara-Negara Produsen Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) hari ini menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Menteri ke-6 di Jakarta.
Ketiga negara yang menguasai sekitar 90% produksi CPO dunia tersebut akan mengumumkan pernyataan bersama dalam menanggapi kebijakan Renewable Energy Directives II (RED II) Uni Eropa beserta aturan teknisnya (delegated act) yang dianggap mendiskriminasi CPO dari minyak nabati lainnya sebagai bahan baku bahan bakar nabati (biofuel).
"Ini sudah kita lihat draft-nya dan sekarang sedang dalam tahap konsultasi publik. Apa yang kita lihat di dalamnya betul-betul diskriminatif dan menganaktirikan sawit dari pemenuhan energi di Uni Eropa berdasarkan metodologi yang sama sekali tidak ilmiah dan tidak diakui secara internasional," ujar Direktur Eksekutif CPOPC Mahendra Siregar sebelum pertemuan, Selasa (26/2/2019).
"Jadi ini semata-mata keputusan politik oleh Uni Eropa yang harus bisa kita respons dengan baik karena resikonya besar sekali bagi negara-negara produsen sawit," imbuhnya.
Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengatakan, konsep metodologi indirect land use change (ILUC) yang digunakan Uni Eropa untuk menetapkan kelapa sawit beresiko tinggi (high risk) terhadap perubahan fungsi lahan dan deforestasi sangat tidak adil dan diskriminatif.
"Diskriminatif karena hanya membicarakan minyak sawit, sementara minyak nabati lainnya tidak. Padahal juga ada perluasan lahan besar-besaran dalam industri minyak nabati lain, misalnya minyak kedelai sampai 500 ribu hektar per tahun," kata Derom.
Menurutnya, industri di negara-negara Eropa juga melakukan deforestasi secara besar-besaran ratusan tahun lalu. Mereka juga tidak menghormati kebijakan moratorium perluasan lahan kelapa sawit yang sudah diteken pemerintah Indonesia.
"Kita mau perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif. Kita juga berharap Malaysia akan bersikap sama. Dalam pertemuan yang lalu ini sudah disinggung tapi belum dikuatkan secara tertulis," tambahnya.
CPO Indonesia Terancam RED II
[Gambas:Video CNBC]
(hps) Next Article Menko Darmin Protes Aturan Diskriminatif Sawit Uni Eropa
Ketiga negara yang menguasai sekitar 90% produksi CPO dunia tersebut akan mengumumkan pernyataan bersama dalam menanggapi kebijakan Renewable Energy Directives II (RED II) Uni Eropa beserta aturan teknisnya (delegated act) yang dianggap mendiskriminasi CPO dari minyak nabati lainnya sebagai bahan baku bahan bakar nabati (biofuel).
"Ini sudah kita lihat draft-nya dan sekarang sedang dalam tahap konsultasi publik. Apa yang kita lihat di dalamnya betul-betul diskriminatif dan menganaktirikan sawit dari pemenuhan energi di Uni Eropa berdasarkan metodologi yang sama sekali tidak ilmiah dan tidak diakui secara internasional," ujar Direktur Eksekutif CPOPC Mahendra Siregar sebelum pertemuan, Selasa (26/2/2019).
"Jadi ini semata-mata keputusan politik oleh Uni Eropa yang harus bisa kita respons dengan baik karena resikonya besar sekali bagi negara-negara produsen sawit," imbuhnya.
"Diskriminatif karena hanya membicarakan minyak sawit, sementara minyak nabati lainnya tidak. Padahal juga ada perluasan lahan besar-besaran dalam industri minyak nabati lain, misalnya minyak kedelai sampai 500 ribu hektar per tahun," kata Derom.
Menurutnya, industri di negara-negara Eropa juga melakukan deforestasi secara besar-besaran ratusan tahun lalu. Mereka juga tidak menghormati kebijakan moratorium perluasan lahan kelapa sawit yang sudah diteken pemerintah Indonesia.
"Kita mau perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif. Kita juga berharap Malaysia akan bersikap sama. Dalam pertemuan yang lalu ini sudah disinggung tapi belum dikuatkan secara tertulis," tambahnya.
CPO Indonesia Terancam RED II
[Gambas:Video CNBC]
(hps) Next Article Menko Darmin Protes Aturan Diskriminatif Sawit Uni Eropa
Most Popular