Rupiah Menuju Pelemahan 3 Hari Beruntun?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 March 2019 08:29
Ekonomi Global Suram, Investor 'Peluk' Dolar AS
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Rupiah dan beberapa mata uang utama Asia kesulitan menghadapi dolar AS yang perkasa di level global. Pada pukul 08:13 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,09%. 

Data-data ekonomi Negeri Paman Sam sebenarnya kurang mendukung penguatan dolar AS. Sepanjang 2018, ekonomi Negeri Paman Sam tumbuh 2,9% dibandingkan tahun sebelumnya atau di bawah target pemerintah yaitu 3%. Ternyata pemangkasan tarif Pajak Penghasilan (PPh) tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secepat yang diperkirakan. 


Pada kuartal IV-2016, ekonomi Negeri Adidaya tumbuh 2,6% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 3,4%. Padahal pada kuartal IV ada perayaan Thanksgiving, Hari Natal, dan Tahun Baru. 

Kemudian, jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 23 Februari naik 8.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 225.000. Ini menjadi angka tertinggi dalam 10 bulan terakhir. 

Perkembangan ini tentu membuat The Federal Reserves/The Fed semakin hati-hati. Kenaikan suku bunga acuan kemungkinan besar tidak akan terjadi dalam waktu dekat. 

Semestinya situasi di Negeri Adidaya tidak suportif terhadap dolar AS. Namun masalahnya, kondisi di negara lain juga tidak lebih baik. 

Pertumbuhan ekonomi Brasil pada 2018 tercatat 1,1%, sama seperti 2017. Sementara pada kuartal IV-2018, ekonomi Negeri Samba tumbuh 1,1% year-on-year (YoY), melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 1,3% YoY. 

Kemudian pertumbuhan ekonomi India pada kuartal IV-2018 adalah 6,6%, laju paling lambat dalam lima kuartal terakhir. Angka ini juga di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan 6,9%, juga di bawah target pemerintah 7%. 

Lalu di China, angka Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur pada Februari adalah 49,2. Angka di bawah 50 menunjukkan aktivitas manufaktur mengalami kontraksi. Ini menjadi kontraksi selama 3 bulan berturut-turut. 


Suasana ekonomi global yang gloomy membuat pelaku pasar enggan mengambil risiko dan memilih bermain aman. Apalagi ada kabar kurang sedap dari perkembangan hubungan dagang AS-China.  

Robert Lighthizer, Kepala Perwakilan Dagang AS, menyatakan damai dagang tidak bisa dicapai dari sebuah perundingan. Masih ada masalah struktural di China yang bisa membuat AS ragu untuk berdamai, seperti pemaksaan transfer teknologi terhadap perusahaan asing yang beroperasi di China atau manipulasi kurs untuk mendongrak kinerja ekspor. 

Oleh karena itu, Lighthizer masih membuka kemungkinan untuk menerapkan kenaikan bea masuk terhadap impor produk-produk made in China. Risiko kembali berkobarnya perang dagang tidak bisa dikesampingkan. 


Ini tentunya menambah beban pikiran pelaku pasar. Daripada agresif mengambil risiko, lebih baik bermain aman selagi menunggu datangnya berita bahagia, terutama soal prospek damai dagang AS-China.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular