Terima Kasih Negeri K-Pop, Rupiah Tak Jadi yang Terlemah!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 February 2019 17:52
Terima Kasih Negeri K-Pop, Rupiah Tak Jadi yang Terlemah!
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka flat di level Rp 14.025/US$, rupiah justru mengakhiri perdagangan di pasar spot dengan pelemahan sebesar 0,25% ke level Rp 14.060/US$. Rupiah bahkan sempat melemah hingga 0,38% ke level Rp 14.078/US$.

Rupiah memang tak melemah sendirian. Mayoritas mata uang negara-negara kawasan Asia lainnya juga ditransaksikan melemah melawan dolar AS. Namun, pelemahan rupiah menjadi yang terdalam kedua. Kalau tak ada won yang jatuh hingga 0,49%, rupiah praktis menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia. Mata uang negeri K-Pop tersebut jadi yang paling dalam di Asia.



Dinantikan dengan penuh optimisme oleh pelaku pasar, ternyata pertemuan tingkat tinggi antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un yang digelar di Vietnam berakhir sebagai petaka.

Pada awalnya, Gedung Putih melaporkan bahwa kedua pimpinan negara akan menghadiri penandatangan perjanjian bersama pada sore hari ini waktu setempat. Namun kenyataannya, pertemuan Trump dan Kim malah diakhiri lebih cepat dan penandatangan perjanjian bersama dibatalkan. Rencana gelaran makan siang bersama antar keduanya pun tak pernah terealisasi.

Dari konferensi pers Trump yang digelar di hotel tempatnya menginap yakni JW Marriott, diketahui bahwa Korea Utara hanya bersedia untuk melakukan denuklirisasi di beberapa area yang dianggap tak begitu signifikan oleh AS. Sebagai gantinya, Korea Utara meminta seluruh sanksi yang telah dibebankan oleh AS untuk dicabut, sebuah hal yang tak bisa dipenuhi AS.

“Terkadang Anda harus meninggalkannya, dan ini hanyalah salah satu dari waktu tersebut…. Ada sebuah perbedaan (dengan Korea Utara),” kata Trump dalam konferensi persnya di Hanoi, Vietnam, Kamis (28/2/2019).

Memang, Trump mencoba menebar aura positif dalam konferensi persnya. Trump mencoba menenangkan dunia dengan mengatakan bahwa penghentian uji coba senjata masih akan dilakukan oleh Pyongyang.

“Kim berjanji kepada saya tadi malam bahwa ia tidak akan melakukan uji coba roket dan nuklir," kata Trump.

Trump juga mengatakan bahwa dirinya berpisah dengan Kim dalam kondisi yang baik.

"Kami pergi dengan rasa bersahabat. Kami saling berjabat tangan," ujarnya.

Namun tetap saja, ribut-ribut AS-Korea utara dikhawatirkan kembali terjadi seperti yang sering kita lihat sebelum Trump dan Kim melakukan pertemuan pertama di Singapura pada tahun lalu. Selain hubungan dengan Korea Utara, hubungan AS dengan China juga bisa memanas. Bukan terkait senjata nuklir, namun terkait masalah perdagangan.

Dalam beberapa hari terakhir, optimisme pelaku pasar atas prospek damai dagang AS-China membuncah pasca Trump memutuskan untuk memperpanjang periode gencatan senjata dengan China.

Namun, Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer yang merupakan tokoh penting dalam negosiasi dagang kedua negara seolah mengingatkan investor bahwa damai dagang AS-China masih jauh dari realita.

Berbicara di hadapan House Ways and Means Committee, Lighthizer menyatakan bahwa sebuah negosiasi tidak akan begitu saja mengubah hubungan dagang AS-China.

"Kenyataannya adalah ini menjadi tantangan yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Saya tidak cukup bodoh untuk percaya satu negosiasi bisa mengubahnya," kata Lighthizer, mengutip Reuters.

Apabila AS-China sampai batal mencapai kesepakatan damai dagang, lanjut Lighthizer, maka dirinya tidak akan segan untuk kembali menaikkan bea masuk. Sebab bea masuk adalah satu-satunya alat untuk menekan China agar melakukan reformasi struktural.

Akibat potensi memanasnya hubungan AS dengan Korea Utara dan China, dolar AS selaku safe haven praktis menjadi incaran investor, walaupun sejatinya data ekonomi AS tak mendukung bagi greenback.

Kemarin (27/2/2019) pemesanan produk-produk manufaktur periode Desember 2018 diumumkan hanya tumbuh tipis 0,1% MoM, jauh di bawah konsensus yang memperkirakan pertumbuhan hingga 1,5% MoM, seperti dilansir dari Forex Factory.

Sehari sebelumnya yakni pada hari Selasa (26/2/2019), angka pembangunan hunian baru periode Desember 2018 diumumkan sejumlah 1,08 juta unit saja (annualized), di bawah konsensus yang sejumlah 1,25 juta unit, juga dilansir dari Forex Factory.

Lemahnya data-data ekonomi tersebut berpotensi memaksa The Federal Reserve selaku bank sentral AS untuk terus menahan suku bunga acuan di tingkat yang rendah.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 27 Februari 2019, kemungkinan bahwa The Fed tak akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini mencapai 83%, jauh lebih tinggi dari posisi bulan lalu yang sebesar 72,5% saja.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular