
Anjlok 1,12%, IHSG Terburuk Kedua di Asia!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 February 2019 13:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka naik tipis 0,02%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru kemudian mengalami sell-off dan anjlok 1,12% ke level 6.452,82 per akhir sesi 1. IHSG lantas harus rela meninggalkan level psikologis 6.500.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan terhadap anjloknya IHSG adalah: PT Astra International Tbk/ASII (-4,61%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,28%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,63%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-5,02%), dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk/BDMN (-3,29%).
Sejatinya, kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham kawasan regional yang juga ditransaksikan melemah. Namun, pelemahan IHSG menjadi yang terdalam kedua setelah indeks PSEi (Filipina) yang anjlok 1,41%.
Potensi eskalasi perang dagang AS-China membuat bursa saham regional diterpa tekanan jual. Sebelumnya, optimisme pelaku pasar atas prospek damai dagang AS-China sempat membuncah pasca Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk memperpanjang periode gencatan senjata dengan China.
Namun, Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer yang merupakan tokoh penting dalam negosiasi dagang kedua negara mengingatkan investor bahwa damai dagang AS-China sejatinya masih jauh.
Berbicara di hadapan House Ways and Means Committee, Lighthizer menyatakan bahwa sebuah negosiasi tidak akan begitu saja mengubah hubungan dagang AS-China.
"Kenyataannya adalah ini menjadi tantangan yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Saya tidak cukup bodoh untuk percaya satu negosiasi bisa mengubahnya," kata Lighthizer, mengutip Reuters.
Apabila AS-China sampai batal mencapai kesepakatan damai dagang, lanjut Lighthizer, maka dirinya tidak akan segan untuk kembali menaikkan bea masuk. Sebab bea masuk adalah satu-satunya alat untuk menekan China agar melakukan reformasi struktural.
Sebagai informasi, reformasi struktural yang dimaksud oleh Lighthizer adalah mengneai pemaksaan transfer teknologi terhadap perusahaan asal AS yang menjalankan bisnisnya di China. Ada juga permasalahan manipulasi kurs untuk mendongrak kinerja ekspor.
Sejauh ini, perekonomian kedua negara terlihat sudah tersakiti oleh perang dagang yang berkecamuk. Di AS, kemarin (27/2/2019) pemesanan produk-produk manufaktur periode Desember 2018 diumumkan hanya tumbuh tipis 0,1% MoM, jauh di bawah konsensus yang memperkirakan pertumbuhan hingga 1,5% MoM, seperti dilansir dari Trading Economics.
Sehari sebelumnya yakni pada hari Selasa (26/2/2019), angka pembangunan hunian baru periode Desember 2018 diumumkan sejumlah 1,08 juta unit saja (annualized), di bawah konsensus yang sejumlah 1,25 juta unit, seperti dilansir dari Forex Factory.
Jika perang dagang justru tereskalasi nantinya, dipastikan tekanan terhadap perekonomian AS dan China akan menjadi semakin besar.
Khusus untuk IHSG, dalam beberapa waktu terakhir terlihat jelas bahwa level 6.500 merupakan psikologis yang benar-benar kuat. Kala sudah menembus level ini, penguatan IHSG langsung menjadi terbatas. Dibutuhkan katalis yang benar-benar kuat supaya IHSG bisa loncat ke level 6.600.
Mengingat sentimen yang ada pada hari ini justru negatif, tak terlalu mengherankan jika sell-off terjadi di pasar saham dalam negeri.
Sebagai informasi, level psikologis merupakan sebuah level harga atau indeks yang bulat (mudah diingat) dan seringkali mempengaruhi pergerakan indeks atau harga instrumen secara signifikan.
Level psikologis biasanya akan sulit ditembus dan jika sudah ditembus pun, besar kemungkinan tekanan jual akan melanda karena pelaku pasar banyak yang memasang order jual di level tersebut.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan terhadap anjloknya IHSG adalah: PT Astra International Tbk/ASII (-4,61%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,28%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,63%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-5,02%), dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk/BDMN (-3,29%).
Sejatinya, kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham kawasan regional yang juga ditransaksikan melemah. Namun, pelemahan IHSG menjadi yang terdalam kedua setelah indeks PSEi (Filipina) yang anjlok 1,41%.
Potensi eskalasi perang dagang AS-China membuat bursa saham regional diterpa tekanan jual. Sebelumnya, optimisme pelaku pasar atas prospek damai dagang AS-China sempat membuncah pasca Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk memperpanjang periode gencatan senjata dengan China.
Namun, Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer yang merupakan tokoh penting dalam negosiasi dagang kedua negara mengingatkan investor bahwa damai dagang AS-China sejatinya masih jauh.
Berbicara di hadapan House Ways and Means Committee, Lighthizer menyatakan bahwa sebuah negosiasi tidak akan begitu saja mengubah hubungan dagang AS-China.
"Kenyataannya adalah ini menjadi tantangan yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Saya tidak cukup bodoh untuk percaya satu negosiasi bisa mengubahnya," kata Lighthizer, mengutip Reuters.
Apabila AS-China sampai batal mencapai kesepakatan damai dagang, lanjut Lighthizer, maka dirinya tidak akan segan untuk kembali menaikkan bea masuk. Sebab bea masuk adalah satu-satunya alat untuk menekan China agar melakukan reformasi struktural.
Sebagai informasi, reformasi struktural yang dimaksud oleh Lighthizer adalah mengneai pemaksaan transfer teknologi terhadap perusahaan asal AS yang menjalankan bisnisnya di China. Ada juga permasalahan manipulasi kurs untuk mendongrak kinerja ekspor.
Sejauh ini, perekonomian kedua negara terlihat sudah tersakiti oleh perang dagang yang berkecamuk. Di AS, kemarin (27/2/2019) pemesanan produk-produk manufaktur periode Desember 2018 diumumkan hanya tumbuh tipis 0,1% MoM, jauh di bawah konsensus yang memperkirakan pertumbuhan hingga 1,5% MoM, seperti dilansir dari Trading Economics.
Sehari sebelumnya yakni pada hari Selasa (26/2/2019), angka pembangunan hunian baru periode Desember 2018 diumumkan sejumlah 1,08 juta unit saja (annualized), di bawah konsensus yang sejumlah 1,25 juta unit, seperti dilansir dari Forex Factory.
Jika perang dagang justru tereskalasi nantinya, dipastikan tekanan terhadap perekonomian AS dan China akan menjadi semakin besar.
Khusus untuk IHSG, dalam beberapa waktu terakhir terlihat jelas bahwa level 6.500 merupakan psikologis yang benar-benar kuat. Kala sudah menembus level ini, penguatan IHSG langsung menjadi terbatas. Dibutuhkan katalis yang benar-benar kuat supaya IHSG bisa loncat ke level 6.600.
Mengingat sentimen yang ada pada hari ini justru negatif, tak terlalu mengherankan jika sell-off terjadi di pasar saham dalam negeri.
Sebagai informasi, level psikologis merupakan sebuah level harga atau indeks yang bulat (mudah diingat) dan seringkali mempengaruhi pergerakan indeks atau harga instrumen secara signifikan.
Level psikologis biasanya akan sulit ditembus dan jika sudah ditembus pun, besar kemungkinan tekanan jual akan melanda karena pelaku pasar banyak yang memasang order jual di level tersebut.
Pages
Most Popular