Banyak Menanggung 'Dosa', Rupiah Dihukum Pasar

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 February 2019 12:41
Banyak Menanggung 'Dosa', Rupiah Dihukum Pasar
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah memang sudah kehabisan alasan untuk menguat. 

Pada Rabu (27/2/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.008. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Rupiah masih mampu menguat 0,06% kala pembukaan pasar, bahkan penguatan rupiah sempat menebal ke 0,09%. Namun itu hanya fatamorgana, karena sejurus kemudian mata uang Tanah Air terperosok ke zona merah. 


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini: 

 

Kali ini rupiah tidak bisa menghindar dari tren pelemahan mata uang utama Asia. Ya, hanya yuan China dan ringgit Malaysia yang masih mampu bertahan di zona hijau. 

Depresiasi 0,14% membuat rupiah menempati peringkat ketiga terbawah di klasemen mata uang Asia. Rupiah hanya lebih baik ketimbang baht Thailand dan won Korea Selatan. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 12:07 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un ternyata kurang ampuh mendorong mata uang Asia ke teritori positif. Pelaku pasar lebih memilih untuk melakukan ambil untung karena mata uang Asia sudah menguat sejak awal pekan ini akibat sentimen damai dagang. 

Kini, sentimen tersebut sepertinya sudah reda. Investor kembali menginjak bumi dan menghadapi serangkaian data ekonomi yang mengkhawatirkan. 


Pertumbuhan ekonomi Hong Kong pada kuartal IV-2018 tercatat 1,3% year-on-year (YoY), laju paling lemah sejak kuartal I-2016. Untuk keseluruhan 2018, ekonomi Hong Kong tumbuh 3%, di bawah proyeksi pemerintah yang memperkirakan di angka 3,2%. 

Kemudian harga properti residensial di AS pada Desember 2018 turun 4,2% YoY. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 4,6% YoY dan menjadi laju paling lambat sejak November 2014. 

Masih dari Negeri Paman Sam, pembangunan rumah baru (housing starts) pada Desember 2018 turun 11,2% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 1,08 juta unit. Ini menjadi angka terendah sejak September 2016. 

Data-data tersebut menunjukkan bahwa awan mendung masih menggelayuti perekonomian global. Perlambatan ekonomi sepertinya menjadi sebuah keniscayaan, tidak bisa dihindari lagi. 

Kondisi ini menyebabkan investor bermain aman, malas mengambil risiko. Arus modal pun kembali mengarah ke dolar AS. Pada pukul 12:18 WIB, Dollar Index (yang menunjukkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,15%. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Faktor lain yang membebani langkah rupiah adalah harga minyak. Pada pukul 12:20 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,71% sementara light sweet bertambah 0,94%. 


Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak bukan sebuah kabar gembira. Sebab biaya impor minyak akan membengkak kala harganya naik. Padahal Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus ada impor untuk memenuhi kebutuhan karena produksi dalam negeri yang tidak memadai. 

Ini akan membuat pasokan devisa terkuras dan rupiah tidak punya modal untuk menguat. Fondasi rupiah menjadi rapuh sehingga rentan terdepresiasi.

Penyebab lainnya adalah rupiah juga rentan terserang ambil untung (profit taking) karena penguatannya sudah begitu tajam. Sebelum hari ini, rupiah menguat selama 3 hari beruntun dengan apresiasi 0,5%.

Belum lagi kalau bicara sejak awal tahun. Di hadapan dolar AS, rupiah perkasa dengan penguatan mencapai 2,7%.



Jadi, rupiah memang sudah cukup banyak menanggung 'dosa'. Maka tidak heran pasar kini menjatuhkan 'hukuman' kepada mata uang Tanah Air.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular