Rupiah Terbaik di Asia, Tapi Tak Boleh Berleha-leha!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 February 2019 08:33
Jangan Lengah, Rupiah!
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Namun sejatinya rupiah patut waspada karena pelemahan tipis bisa membuat mata uang ini terjerumus ke zona merah kapan saja. Apalagi dolar AS sudah bangkit dari keterpurukan akibat komentar Gubernur The Federal Reserves/The Fed Jerome 'Jay' Powell. 

Dini hari tadi, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah sampai nyaris 0,4%. Penyebabnya adalah paparan Powell di hadapan Komite Perbankan Senat AS. 

Pengganti Janet Yellen tersebut menyatakan bahwa ada sinyal yang bertabrakan di perekonomian AS. Di satu sisi ada gejala perlambatan seperti yang ditunjukkan oleh data penjualan ritel atau properti. Namun di sisi lain perekonomian Negeri Adidaya juga masih menyimpan kekuatan, terlihat dari upah pekerja yang terus naik dan angka pengangguran terjaga di level rendah. 

Oleh karena itu, Powell kembali menegaskan bahwa The Fed masih akan bersabar dalam menentukan arah kebijakan moneter selanjutnya, terutama menyangkut suku bunga acuan. The Fed butuh waktu untuk mencerna apa yang dibutuhkan bagi perekonomian AS. 

"Kami benar-benar memantau sinyal yang berseberangan tersebut dan berbagai risikonya. Untuk saat ini, kami akan bersabar dan membiarkan waktu memberikan jawabannya," kata Powell, mengutip Reuters. 


Akibat pernyataan ini, pasar menilai peluang kenaikan suku bunga acuan menjadi semakin tipis. Pertemuan komite pengambil kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee) berikutnya adalah 20 Maret. Dalam pertemuan tersebut, probabilitas suku bunga acuan bertahan di 2,25-2,5% mencapai 97,4%, mengutip CME Fedwatch.  

Dolar AS pun sempat 'dihukum' oleh pasar karena tanpa kenaikan suku bunga (setidaknya dalam waktu dekat) berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik. Namun ternyata hukuman ini tidak bertahan lama. Pada pukul 08:20 WIB, Dollar Index sudah kembali ke zona hijau dengan penguatan 0,05%. 

Berdasarkan perhitungan Reuters dan Commodity Futures Trading Commission, investor tampaknya masih nyaman memegang mata uang Negeri Paman Sam. Pada pekan yang berakhir 12 Februari, investor menaruh posisi jangka panjang di dolar AS mencapai US$ 22,15 miliar. Naik dibandingkan pekan sebelumnya yaitu US$ 21,76 miliar. 

Artinya, dalam jangka panjang investor masih cenderung memilih dolar AS. Kepercayaan pasar terhadap mata uang ini ternyata tidak luntur. Apalagi di tengah kecenderungan perlambatan ekonomi di Eropa dan Asia, dolar AS tetap menjadi 'bunker' yang paling bisa dipercaya. 


Oleh karena itu, rupiah tidak bisa berleha-leha dan tetap harus waspada. Dolar AS bisa menerkam kapan saja.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular