
Damai Dagang AS-China Malah Bikin Harga Batu Bara Turun
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
26 February 2019 12:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada penutupan perdagangan kemarin (25/2/2019) harga batu bara Newcastle kontrak Mei ditutup di posisi US$ 93,65/metrik ton atau turun 0,16% dibanding harga kontrak acuan sebelumnya (April) pada akhir pekan lalu (22/2/2019).
Sedangkan sejak awal tahun, harga batu bara masih tercatat anjlok 6,26%.
Bayang-bayang perlambatan ekonomi dunia masih terus memberi tekanan bagi batu bara. Apalagi, pertumbuhan ekonomi China tahun lalu merupakan yang paling rendah sejak 1990.
Saat ekonomi China melambat, aktivitas manufaktur yang menopang perekonomian Negeri Panda akan terganggu. Dampaknya, permintaan energi juga diprediksi akan terpangkas.
Sebagai informasi, China merupakan negara yang menguasai separuh dari konsumsi batu bara dunia. Tentu gangguan permintaan dari China saja sudah dapat mengganggu keseimbangan fundamental di pasar dunia.
Optimisme damai dagang memang berpotensi mendorong prediksi permintaan energi.
Usai menggelar pertemuan antara delegasi Amerika Serikat (AS) dan China di Washington minggu lalu, Donald Trump dikabarkan telah setuju untuk memperpanjang tanggal jatuh tempo kenaikan bea impor produk asal China.
Sebelumnya, Gedung Putih telah bermaklumat akan menaikkan tarif masuk produk China menjadi 25% dari yang semula 10% bila hingga tanggal 1 Maret tidak ada kesepakatan apapun.
Tersiarnya kabar bahwa Trump akan mempatenkan kesepakatan dengan Presiden China, Xi Jinping pada bulan Maret juga membuat investor makin yakin bahwa damai dagang yang sebenarnya hanya tinggal menunggu waktu.
Kala hubungan dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia kembali lancar, maka dampaknya juga akan mendunia.

Permintaan akan energi yang salah satunya berasal dari batu bara pun akan terdongkrak.
Namun, lagi-lagi efeknya tidak akan instan. Investor juga masih menunggu bukti-bukti yang mengindikasikan ekonomi dunia kembali membaik.
Masih dari China, riset yang dilakukan oleh Mirae Aset Sekuritas mengungkapkan bahwa aktivitas enam pembangkit listrik tenaga batu bara utama di China menunjukkan pola peningkatan secara rata-rata mingguan.
Bahkan pada minggu yang berakhir pada 22 Februari, pembakaran batu bara di enam pembangkit tersebut meningkat 34,5%, menjadi sebanyak 6,1 juta ton. Hal tersebut disebabkan oleh musim dingin kali ini yang berlangsung lebih lama dari biasanya.
Akan tetapi, inventori batu bara di pembangkit tersebut memang terbilang masih tinggi, yakni sebesar 17,2 jut ton.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/taa) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Sedangkan sejak awal tahun, harga batu bara masih tercatat anjlok 6,26%.
Saat ekonomi China melambat, aktivitas manufaktur yang menopang perekonomian Negeri Panda akan terganggu. Dampaknya, permintaan energi juga diprediksi akan terpangkas.
Sebagai informasi, China merupakan negara yang menguasai separuh dari konsumsi batu bara dunia. Tentu gangguan permintaan dari China saja sudah dapat mengganggu keseimbangan fundamental di pasar dunia.
Optimisme damai dagang memang berpotensi mendorong prediksi permintaan energi.
Usai menggelar pertemuan antara delegasi Amerika Serikat (AS) dan China di Washington minggu lalu, Donald Trump dikabarkan telah setuju untuk memperpanjang tanggal jatuh tempo kenaikan bea impor produk asal China.
Sebelumnya, Gedung Putih telah bermaklumat akan menaikkan tarif masuk produk China menjadi 25% dari yang semula 10% bila hingga tanggal 1 Maret tidak ada kesepakatan apapun.
Tersiarnya kabar bahwa Trump akan mempatenkan kesepakatan dengan Presiden China, Xi Jinping pada bulan Maret juga membuat investor makin yakin bahwa damai dagang yang sebenarnya hanya tinggal menunggu waktu.
Kala hubungan dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia kembali lancar, maka dampaknya juga akan mendunia.

Permintaan akan energi yang salah satunya berasal dari batu bara pun akan terdongkrak.
Namun, lagi-lagi efeknya tidak akan instan. Investor juga masih menunggu bukti-bukti yang mengindikasikan ekonomi dunia kembali membaik.
Masih dari China, riset yang dilakukan oleh Mirae Aset Sekuritas mengungkapkan bahwa aktivitas enam pembangkit listrik tenaga batu bara utama di China menunjukkan pola peningkatan secara rata-rata mingguan.
Bahkan pada minggu yang berakhir pada 22 Februari, pembakaran batu bara di enam pembangkit tersebut meningkat 34,5%, menjadi sebanyak 6,1 juta ton. Hal tersebut disebabkan oleh musim dingin kali ini yang berlangsung lebih lama dari biasanya.
Akan tetapi, inventori batu bara di pembangkit tersebut memang terbilang masih tinggi, yakni sebesar 17,2 jut ton.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/taa) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular