Dolar AS (Sempat) di Bawah Rp 14.000, Rupiah Terkuat di Asia!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 February 2019 08:37
Dolar AS (Sempat) di Bawah Rp 14.000, Rupiah Terkuat di Asia!
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Dolar AS sempat berhasil didorong ke bawah Rp 14.000. 

Pada Senin (25/2/2018), US$ 1 dihargai Rp 13.985 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,5% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah agak berkurang. Pada pukul 08:08 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 13.995 di mana rupiah menguat 0,43%. Setidaknya dolar AS masih di bawah Rp 14.000. 

Lebih lanjut, penguatan rupiah kembali tergerus. Pada pukul 08:30 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.005 di mana rupiah menguat 0,36%. Huft, dolar AS kini sudah kembali ke kisaran Rp 14.000...

Selama pekan lalu, rupiah menguat 0,6% terhadap dolar AS secara point-to-point. Rupiah menjadi mata uang terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari yuan China. 


Mengawali pekan yang baru, start rupiah terlihat lumayan oke. Jika penguatan ini bisa dipertahankan sampai sore nanti, maka kita boleh berharap rupiah bisa mengulangi prestasi seperti pekan lalu atau bahkan lebih baik. 

Pagi ini, mata uang utama Asia pun berhasil mencatatkan apresiasi di hadapan dolar AS. Meski penguatan rupiah terus berkurang, tetapi apresiasi 0,36% sudah cukup untuk membuat mata uang Tanah Air sebagai yang terbaik di Benua Kuning. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:31 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rupiah cs di Asia berhasil memanfaatkan tekanan yang dialami dolar AS. Pada pukul 08:14 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,06%. 

Mata uang Negeri Adidaya sedang tertekan luar-dalam. Dari sisi eksternal, investor sedang bungah bin semringah karena damai dagang AS-China semakin tampak nyata. 

Setelah perundingan selama sepekan penuh di Washington, AS dan China mencapai sebuah kesepakatan dagang yang terdiri dari enam poin yaitu perlindungan terhadap kekayaan intelektual, perluasan investasi sektor jasa, transfer teknologi, pertanian, nilai tukar, dan halangan non-tarif (non-tariff barrier) di bidang perdagangan. 

Usai perundingan, delegasi AS dan China diundang ke Gedung Putih oleh Presiden AS Donald Trump. Di sana, Trump menebarkan aura positif bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa tercapai. 

"Saya rasa kedua pihak (AS dan China)  merasa bahwa ada peluang yang besar untuk mencapai kesepakatan," ujarnya, dikutip dari Reuters. 

Liu He, Wakil Perdana Menteri China yang juga menjadi pimpinan delegasi dari Beijing, juga menebar optimisme. China akan berusaha sekuat tenaga agar bisa mencapai kesepakatan dagang dengan Negeri Paman Sam. 

"Ada kemajuan yang sangat besar. Dari sisi China, kami pun meyakini bahwa (kesepakatan) akan terjadi. China akan berupaya semaksimal mungkin," tuturnya di Gedung Putih, mengutip Reuters. 


Teranyar, Trump akhirnya sepakat untuk memperpanjang masa 'gencatan senjata' dengan China. Dalam pertemuan Trump dengan Presiden China Xi Jinping di Argentina pada Desember 2018, kedua negara sepakat untuk tidak menaikkan bea masuk selama 90 hari. Waktu 3 bulan tersebut digunakan untuk menggelar dialog demi mencapai kesepakatan damai dagang. 

Seyogianya deadline masa tenang ini adalah pada 1 Maret mendatang. Jika tidak ada kesepakatan, maka AS akan menaikkan bea masuk bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%. Langkah yang hampir pasti mengundang serangan balasan dari China dan perang dagang pun berkobar kembali. 

Namun dengan perkembangan dialog yang positif, Trump membuka pintu lebar-lebar bagi perpanjangan waktu. Artinya, AS tidak akan menaikkan tarif bea masuk meski sudah lewat dari 1 Maret. 

"Saya senang mendapat laporan bahwa AS telah mencapai kemajuan yang substansial dalam pembicaraan dagang dengan China dalam hal struktural seperti perlindungan terhadap kekayaan intelektual, transfer teknologi, pertanian, jasa, mata uang, dan lain-lain. Sebagai hasil dari pembicaraan yang produktif ini, saya akan menunda kenaikan tarif yang sedianya dijadwalkan terjadi pada 1 Maret. Saya juga akan mengadakan pertemuan dengan Presiden Xi di Mar-a-Lago untuk finalisasi kesepakatan. Ini adalah akhir pekan yang menyenangkan bagi AS dan China!" cuit Trump melalui Twitter. 





Aura damai dagang yang semakin terasa membuat investor ogah bermain aman. Adrenalin pelaku pasar memuncak, dan arus modal mengalir deras ke instrumen berisiko di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Sedangkan dari faktor domestik, langkah dolar AS terbeban lagi-lagi karena pernyataan para pejabat The Federal Reserves/The Fed. Sejumlah pejabat teras di Bank Sentral AS mulai mencemaskan kondisi inflasi yang adem-ayem, pertanda ekonomi sedang kurang bergairah. 

"Angka pengangguran turun ke level terendah dalam hampir 50 tahun, tetapi inflasi jarang menyentuh target 2%. Kita harus waspada dengan ekspektasi inflasi, jangan sampai terjangkar terlalu rendah," tegas John Williams, Presiden The Fed New York, seperti dikutip dari Reuters. 

"Inflasi sudah cukup lama berada di bawah target. Jangan terlalu cepat puas," tambah Mary Daly, Presiden The Fed San Francisco, juga mengutip Reuters. 

Pernyataan Williams dan Daly bisa diartikan bahwa The Fed akan membiarkan laju inflasi agak terakselerasi. Kesimpulannya, kenaikan suku bunga kemungkinan tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Sebab, yang namanya kenaikan suku bunga acuan salah satu tujuannya adalah menjangkar ekspektasi inflasi sementara The Fed tidak ingin ekspektasi inflasi terjangkar terlalu rendah. 

Semakin tipisnya peluang kenaikan Federal Funds Rate membuat berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik. Ini akan menjadi beban tambahan bagi langkah greenback.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular