China Blokir Batu Bara Australia, Benarkah Peluang Bagi RI?
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
22 February 2019 14:56

Jakarta, CNBC Indonesia- China melakukan pembatasan sementara impor batu bara dari Australia karena pabean yang lebih lama. Hal ini dinilai bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengisi batu bara di pasar China yang kosong karena absen-nya batubara Australia.
Namun, apakah peluang ini memungkinkan untuk Indonesia?
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu-bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menuturkan, pada dasarnya sebagian besar batu bara Indonesia yang diekspor ke China itu adalah batu bara kalori menengah dan rendah yang kadarnya berbeda dengan kualitas sebagian besar batu bara Australia yang kalori tinggi dengan kadar ash yang tinggi.
"Sayangnya cadangan batu bara kalori tinggi kita tidak banyak, jadi tidak dengan serta merta batu bara kita bisa mengisi demand di China untuk kualitas batu bara dari Australia," ujar Hendra kepada CNBC Indonesia saat dihubungi, Jumat (22/2/2019).
Lebih lanjut, ia mengatakan, masih terlalu dini untuk mengkaji peluang tersebut. "Mungkin peluang ada tapi tidak signifikan karena kualitas batu bara kita berbeda, dan mungkin produsen-produsen besar juga masih bersikap wait and see ya," pungkasnya.
Sebelumnya, PT Indika Energy Tbk (INDY) menyambut baik adanya pembatasan sementara dari China untuk pembelian batu bara dari Australia karena pabean yang lebih lama. China pun disebut-sebut melirik batu bara asal Indonesia untuk menjadi pengganti batu bara asal Australia tersebut.
Kendati demikian, Direktur Utama Indika Energy Arsjad Rasjd menuturkan, Indonesia masih tetap harus waspada karena tren harga batubara beberapa tahun belakangan ini sangat fluktuatif.
"Jadi kalau kita bicara, memang pada hari ini, harga batu bara ada di US$ 95 per ton, tapi ini juga bisa naik dan turun dengan cepat. Kondisi global yang tidak menentu, bisa saja hari ini Australia dan China tidak baik hubungannya, tetapi minggu depan sudah salaman lagi, akhinya apa yang tadinya merupakan peluang buat Indonesia malah diambil lagi sama Australia," ujar Arsjad dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu (20/2/2019).
Lebih lanjut, ia mengatakan, dengan kondisi tersebut, Indonesia harus memiliki kelincahan untuk bisa melihat peluang, menempatkan diri menjadi suatu produsen batubara yang memiliki kemampuan kompetitif.
Ia pun menilai, untungnya bagi Indonesia, karakteristik batubaranya bisa menjadi kekuatan. Batubara di Indonesia memiliki karakter yang sangat menarik, yang berbeda dengan Australia dan China. Ada kalori tinggi 6.500 Kcal seperti di Australia, dan ada juga yang kalorinya 4.200 Kcal.
"Nah, yang 4.200 Kcal ini yang sebenarnya masa depan Indonesia, kenapa? Karena selain dari nilai kalorinya, karakteristik daripada sulfur konten dan ash content-nya juga cukup rendah," tambahnya.
"Misalnya China, produsen batubara terbesar, tapi meski begitu mereka tetap harus blending dengan batubara Indonesia karena sulfur konten mereka tinggi, sedangkan Indonesia rendah. Ini competitive advantage yang dimiliki Indonesia," pungkasnya.
Saksikan video soal potensi cuanĀ tambang batu bara RI di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article China Blokir Impor Batu Bara Australia
Namun, apakah peluang ini memungkinkan untuk Indonesia?
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu-bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menuturkan, pada dasarnya sebagian besar batu bara Indonesia yang diekspor ke China itu adalah batu bara kalori menengah dan rendah yang kadarnya berbeda dengan kualitas sebagian besar batu bara Australia yang kalori tinggi dengan kadar ash yang tinggi.
"Sayangnya cadangan batu bara kalori tinggi kita tidak banyak, jadi tidak dengan serta merta batu bara kita bisa mengisi demand di China untuk kualitas batu bara dari Australia," ujar Hendra kepada CNBC Indonesia saat dihubungi, Jumat (22/2/2019).
Lebih lanjut, ia mengatakan, masih terlalu dini untuk mengkaji peluang tersebut. "Mungkin peluang ada tapi tidak signifikan karena kualitas batu bara kita berbeda, dan mungkin produsen-produsen besar juga masih bersikap wait and see ya," pungkasnya.
Sebelumnya, PT Indika Energy Tbk (INDY) menyambut baik adanya pembatasan sementara dari China untuk pembelian batu bara dari Australia karena pabean yang lebih lama. China pun disebut-sebut melirik batu bara asal Indonesia untuk menjadi pengganti batu bara asal Australia tersebut.
Kendati demikian, Direktur Utama Indika Energy Arsjad Rasjd menuturkan, Indonesia masih tetap harus waspada karena tren harga batubara beberapa tahun belakangan ini sangat fluktuatif.
"Jadi kalau kita bicara, memang pada hari ini, harga batu bara ada di US$ 95 per ton, tapi ini juga bisa naik dan turun dengan cepat. Kondisi global yang tidak menentu, bisa saja hari ini Australia dan China tidak baik hubungannya, tetapi minggu depan sudah salaman lagi, akhinya apa yang tadinya merupakan peluang buat Indonesia malah diambil lagi sama Australia," ujar Arsjad dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu (20/2/2019).
Lebih lanjut, ia mengatakan, dengan kondisi tersebut, Indonesia harus memiliki kelincahan untuk bisa melihat peluang, menempatkan diri menjadi suatu produsen batubara yang memiliki kemampuan kompetitif.
Ia pun menilai, untungnya bagi Indonesia, karakteristik batubaranya bisa menjadi kekuatan. Batubara di Indonesia memiliki karakter yang sangat menarik, yang berbeda dengan Australia dan China. Ada kalori tinggi 6.500 Kcal seperti di Australia, dan ada juga yang kalorinya 4.200 Kcal.
"Nah, yang 4.200 Kcal ini yang sebenarnya masa depan Indonesia, kenapa? Karena selain dari nilai kalorinya, karakteristik daripada sulfur konten dan ash content-nya juga cukup rendah," tambahnya.
"Misalnya China, produsen batubara terbesar, tapi meski begitu mereka tetap harus blending dengan batubara Indonesia karena sulfur konten mereka tinggi, sedangkan Indonesia rendah. Ini competitive advantage yang dimiliki Indonesia," pungkasnya.
Saksikan video soal potensi cuanĀ tambang batu bara RI di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article China Blokir Impor Batu Bara Australia
Most Popular