
Fokus Investor ke Ekonomi Global, Harga SUN Tertekan
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
22 February 2019 10:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah dibuka terkoreksi pada perdagangan hari ini, Jumat (22/2/2019) dibayangi sentimen perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS).
Setelah bank sentral AS, The Fed, menyatakan akan menaikkan suku bunga tahun ini, pelaku pasar justru berharap adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara adidaya tersebut sehingga kenaikan suku bunga tidak lagi agresif.
Tanda-tanda perlambatan pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Trump sebetulnya tidak lagi memberi kenyamanan bagi pelaku pasar global. Fokus investor saat ini bukan lagi soal kenaikan suku bunga, melainkan pertumbuhan ekonomi global.
Penurunan harga surat utang negara (SUN) hari ini seiring dengan koreksi yang juga terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling terkoreksi adalah FR0079 bertenor 20 tahun. Kenaikan yield yang terjadi pada seri tersebut sebesar 3,6 basis poin (bps) menjadi 8,33%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Tiga seri acuan lain juga terkoreksi dengan kenaikan yield yang lebih kecil.
Sumber: Refinitiv
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 528 bps, melebar dari posisi kemarin 526 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,68% dari posisi kemarin 2,66%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 2 tahun dengan tenor 5 tahun.
Kondisi inversi kedua seri masih tetap bertahan sejak pertengahan tahun lalu yang mengindikasikan masih adanya potensi resesi di AS. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi, bahkan krisis.
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 926,43 triliun SBN, atau 37,69% dari total beredar Rp 2.457 triliun berdasarkan data per 19 Februari.
Porsi itu sudah turun dari posisi tertinggi atau rekor yang tercipta hari sebelumnya yaitu sebesar Rp 931,83 triliun pada 18 Februari. Angka kepemilikan bertambah sebesar Rp 33,18 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di India dan Afsel.
Di negara maju, penguatan pasar terjadi di pasar bund Jerman, JGB Jepang, dan US Treasury di AS. Penguatan di pasar obligasi negara maju tersebut lumrah menunjukkan sikap risk-aversion yang sedang diterapkan investor global.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Optimisme Global Bakal Kerek Harga Obligasi
Setelah bank sentral AS, The Fed, menyatakan akan menaikkan suku bunga tahun ini, pelaku pasar justru berharap adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara adidaya tersebut sehingga kenaikan suku bunga tidak lagi agresif.
Tanda-tanda perlambatan pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Trump sebetulnya tidak lagi memberi kenyamanan bagi pelaku pasar global. Fokus investor saat ini bukan lagi soal kenaikan suku bunga, melainkan pertumbuhan ekonomi global.
Penurunan harga surat utang negara (SUN) hari ini seiring dengan koreksi yang juga terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling terkoreksi adalah FR0079 bertenor 20 tahun. Kenaikan yield yang terjadi pada seri tersebut sebesar 3,6 basis poin (bps) menjadi 8,33%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Tiga seri acuan lain juga terkoreksi dengan kenaikan yield yang lebih kecil.
Yield Obligasi Negara Acuan 22 Feb 2019 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 21 Feb 2019 (%) | Yield 22 Feb 2019 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 21 Feb'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.757 | 7.77 | 1.30 | 7.7054 |
FR0078 | 10 tahun | 7.935 | 7.969 | 3.40 | 7.9267 |
FR0068 | 15 tahun | 8.234 | 8.267 | 3.30 | 8.2173 |
FR0079 | 20 tahun | 8.298 | 8.334 | 3.60 | 8.3106 |
Avg movement | 2.90 |
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 528 bps, melebar dari posisi kemarin 526 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,68% dari posisi kemarin 2,66%. Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 2 tahun dengan tenor 5 tahun.
Kondisi inversi kedua seri masih tetap bertahan sejak pertengahan tahun lalu yang mengindikasikan masih adanya potensi resesi di AS. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi, bahkan krisis.
Yield US Treasury Acuan 22 Feb 2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 21 Feb 2019 (%) | Yield 22 Feb 2019 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.448 | 2.451 | 3 bulan-5 tahun | -5.7 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.529 | 2.527 | 2 tahun-5 tahun | 1.9 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.503 | 2.503 | 3 tahun-5 tahun | -0.5 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.508 | 2.508 | 3 bulan-10 tahun | -23.5 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.688 | 2.686 | 2 tahun-10 tahun | -15.9 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 926,43 triliun SBN, atau 37,69% dari total beredar Rp 2.457 triliun berdasarkan data per 19 Februari.
Porsi itu sudah turun dari posisi tertinggi atau rekor yang tercipta hari sebelumnya yaitu sebesar Rp 931,83 triliun pada 18 Februari. Angka kepemilikan bertambah sebesar Rp 33,18 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di India dan Afsel.
Di negara maju, penguatan pasar terjadi di pasar bund Jerman, JGB Jepang, dan US Treasury di AS. Penguatan di pasar obligasi negara maju tersebut lumrah menunjukkan sikap risk-aversion yang sedang diterapkan investor global.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 21 Feb 2019 (%) | Yield 22 Feb 2019 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.97 | 9 | 3.00 |
China | 3.143 | 3.155 | 1.20 |
Jerman | 0.128 | 0.124 | -0.40 |
Perancis | 0.543 | 0.545 | 0.20 |
Inggris | 1.201 | 1.202 | 0.10 |
India | 7.546 | 7.544 | -0.20 |
Italia | 2.829 | 2.857 | 2.80 |
Jepang | -0.038 | -0.042 | -0.40 |
Malaysia | 3.885 | 3.897 | 1.20 |
Filipina | 6.379 | 6.379 | 0.00 |
Rusia | 8.44 | 8.44 | 0.00 |
Singapura | 2.141 | 2.161 | 2.00 |
Thailand | 2.5 | 2.515 | 1.50 |
Turki | 14.74 | 14.82 | 8.00 |
Amerika Serikat | 2.688 | 2.686 | -0.20 |
Afrika Selatan | 8.84 | 8.82 | -2.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article Optimisme Global Bakal Kerek Harga Obligasi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular