
Rupiah Jadi Korban Harapan Palsu
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 February 2019 17:21

Jelang tengah hari tadi, sempat ada harapan bagi rupiah dan mata uang Asia. Tersiar kabar bahwa AS-China sudah menyepakati nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) untuk menuju damai dagang.
Mengutip Reuters, beberapa orang sumber mengungkapkan MoU tersebut setidaknya mencakup enam poin yaitu perlindungan terhadap kekayaan intelektual, perluasan investasi sektor jasa, transfer teknologi, pertanian, nilai tukar, dan halangan non-tarif (non-tariff barrier) di bidang perdagangan. China juga disebut sepakat untuk semakin mengurangi surplus perdagangan dengan AS. Oleh karena itu, China akan membuat daftar 10 barang yang bisa membuat ketimpangan itu semakin sempit.
Kabar ini tampaknya langsung 'dimakan' oleh pasar dan menjadi sentimen positif. Rupiah dan mata uang Asia lainnya mulai berani melawan dolar AS. Ada harapan rupiah bisa semakin menipiskan koreksinya, atau bahkan berbalik menguat.
Akan tetapi itu semua ternyata palsu. Selepas tengah hari, rupiah bukannya membaik tetapi malah semakin terdepresiasi.
Dari dalam negeri, pemberat langkah rupiah adalah keputusan Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga acuan di 6%. Sebenarnya hasil ini sudah diperkirakan, sesuai dengan ekspektasi pasar.
Namun, sepertinya pasar mencermati komentar-komentar dari Gubernur BI Perry Warjiyo mengenai arah kebijakan moneter ke depan. Untuk bulan ini, BI sudah benar-benar meninggalkan kata hawkish.
Padahal bulan-bulan sebelumnya kata-kata seperti hawkish, preemtif, front loading, dan ahead the curve sering keluar dan seolah menjadi mantra. Pasar mengartikan BI akan agresif dan melanjutkan kebijakan moneter yang cenderung ketat.
Namun bulan ini mantra-mantra itu sudah tidak ada lagi. Ada kemungkinan pelaku pasar melihat peluang pengetatan moneter oleh BI semakin tipis. Peluang kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate kian mengecil.
Meski Perry menyatakan daya tarik aset keuangan Indonesia tetap tinggi, tetapi tanpa kenaikan suku bunga acuan rasanya ada yang hambar. Kurang pemanis.
Sementara dari sisi eksternal, rupiah cs di Asia tidak mampu menahan gelombang penguatan dolar AS yang terjadi secara global. Pada pukul 17:05 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) mantap menguat 0,17%.
Kebangkitan dolar AS terjadi setelah mata uang ini 'teraniaya' beberapa waktu belakangan. Dalam seminggu terakhir, Dollar Index masih melemah 0,38%. Artinya dolar AS sudah relatif murah sehingga menggoda investor untuk kembali mengoleksinya.
Kemudian, mata uang Negeri Paman Sam sepertinya mendapat keuntungan dari sikap The Federal Reserves/The Fed yang labil. Dalam notulensi rapat (minutes of meeting) edisi Januari, The Fed memang kembali mengutarakan kata 'sabar' dalam hal kenaikan suku bunga acuan.
Namun di sisi lain, The Fed juga masih membuka peluang kenaikan suku bunga jika ada tekanan inflasi dan perbaikan pertumbuhan ekonomi. The Fed juga kemungkinan bisa mengubah posisi (stance) kembali ke hawkish.
Sikap The Fed yang mendua ini membuat dolar AS masih mendapat angin. Peluang kenaikan suku bunga acuan tidak tertutup, sehingga berinvestasi di dolar AS masih tetap menarik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Mengutip Reuters, beberapa orang sumber mengungkapkan MoU tersebut setidaknya mencakup enam poin yaitu perlindungan terhadap kekayaan intelektual, perluasan investasi sektor jasa, transfer teknologi, pertanian, nilai tukar, dan halangan non-tarif (non-tariff barrier) di bidang perdagangan. China juga disebut sepakat untuk semakin mengurangi surplus perdagangan dengan AS. Oleh karena itu, China akan membuat daftar 10 barang yang bisa membuat ketimpangan itu semakin sempit.
Kabar ini tampaknya langsung 'dimakan' oleh pasar dan menjadi sentimen positif. Rupiah dan mata uang Asia lainnya mulai berani melawan dolar AS. Ada harapan rupiah bisa semakin menipiskan koreksinya, atau bahkan berbalik menguat.
Akan tetapi itu semua ternyata palsu. Selepas tengah hari, rupiah bukannya membaik tetapi malah semakin terdepresiasi.
Dari dalam negeri, pemberat langkah rupiah adalah keputusan Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga acuan di 6%. Sebenarnya hasil ini sudah diperkirakan, sesuai dengan ekspektasi pasar.
Namun, sepertinya pasar mencermati komentar-komentar dari Gubernur BI Perry Warjiyo mengenai arah kebijakan moneter ke depan. Untuk bulan ini, BI sudah benar-benar meninggalkan kata hawkish.
Padahal bulan-bulan sebelumnya kata-kata seperti hawkish, preemtif, front loading, dan ahead the curve sering keluar dan seolah menjadi mantra. Pasar mengartikan BI akan agresif dan melanjutkan kebijakan moneter yang cenderung ketat.
Namun bulan ini mantra-mantra itu sudah tidak ada lagi. Ada kemungkinan pelaku pasar melihat peluang pengetatan moneter oleh BI semakin tipis. Peluang kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate kian mengecil.
Meski Perry menyatakan daya tarik aset keuangan Indonesia tetap tinggi, tetapi tanpa kenaikan suku bunga acuan rasanya ada yang hambar. Kurang pemanis.
Sementara dari sisi eksternal, rupiah cs di Asia tidak mampu menahan gelombang penguatan dolar AS yang terjadi secara global. Pada pukul 17:05 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) mantap menguat 0,17%.
Kebangkitan dolar AS terjadi setelah mata uang ini 'teraniaya' beberapa waktu belakangan. Dalam seminggu terakhir, Dollar Index masih melemah 0,38%. Artinya dolar AS sudah relatif murah sehingga menggoda investor untuk kembali mengoleksinya.
Kemudian, mata uang Negeri Paman Sam sepertinya mendapat keuntungan dari sikap The Federal Reserves/The Fed yang labil. Dalam notulensi rapat (minutes of meeting) edisi Januari, The Fed memang kembali mengutarakan kata 'sabar' dalam hal kenaikan suku bunga acuan.
Namun di sisi lain, The Fed juga masih membuka peluang kenaikan suku bunga jika ada tekanan inflasi dan perbaikan pertumbuhan ekonomi. The Fed juga kemungkinan bisa mengubah posisi (stance) kembali ke hawkish.
Sikap The Fed yang mendua ini membuat dolar AS masih mendapat angin. Peluang kenaikan suku bunga acuan tidak tertutup, sehingga berinvestasi di dolar AS masih tetap menarik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular