Seharian 'Digoyang', IHSG Akhirnya Finis di Zona Hijau

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
21 February 2019 16:45
Seharian 'Digoyang', IHSG Akhirnya Finis di Zona Hijau
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah seharian 'digoyang', Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya berhasil ditutup di zona hijau. Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah tipis 0,03% dan sempat jatuh hingga 0,21%. Per akhir sesi 1, IHSG sudah bangkit dan membukukan penguatan sebesar 0,07%.

Memasuki sesi 2, IHSG sempat tertekan hingga jatuh ke zona merah sebelum akhirnya ditutup menguat 0,38% ke level 6.537,77.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi kenaikan IHSG adalah: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+3,17%), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (+6,02%), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (+5,2%), PT United Tractors Tbk/UNTR (+1,92%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+1,13%).

IHSG menguat kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditransaksikan melemah: indeks Shanghai turun 0,34%, indeks Straits Times turun 0,04%, dan indeks Kospi turun 0,05%.

Ada 2 sentimen negatif utama yang menghantui jalannya perdagangan bursa saham regional. Pertama, rilis risalah dari pertemuan The Federal Reserve edisi Januari 2019 yang membingungkan. Di satu sisi, terungkap bahwa bank sentral AS tersebut akan bersabar dalam melanjutkan normalisasi tingkat suku bunga acuan.

"Para peserta rapat berpandangan bahwa laju inflasi umum dan inflasi inti yang lambat menjadi alasan untuk lebih bersabar. Komite Pengambil Kebijakan condong untuk memilih bersabar sambil melakukan observasi terhadap dampak kenaikan suku bunga yang ditempuh tahun lalu," sebut risalah rapat The Fed.

Namun di sisi lain, nada hawkish juga kental terasa dalam risalah tersebut. Ternyata, The Fed masih menyimpan hasrat untuk menaikkan suku bunga acuan.

"Banyak peserta rapat berpandangan bahwa menahan suku bunga acuan di tingkat yang sekarang untuk beberapa waktu bisa menimbulkan risiko. Oleh karena itu, jika ketidakpastian berkurang maka The Fed perlu meninjau kembali stance sabarnya,"

Dengan perlambatan ekonomi global yang kian terasa, tentu bukan menjadi kabar yang baik bagi bursa saham global jika The Fed kembali injak gas dan menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Sebagai informasi, The Fed sudah mengerek naik suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun lalu (100 bps).

Berbicara mengenai perlambatan ekonomi global, bukti nyata kembali datang dari Jepang. Pada hari ini, pembacaan awal untuk data Nikkei Manufacturing PMI periode Februari diumumkan di level 48,5, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 50,4, seperti dilansir dari Trading Economics.

Angka di bawah 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur Jepang mengalami kontraksi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Rilis data ini sekaligus menjadi sentimen negatif kedua yang menghantui jalannya perdagangan bursa saham regional.
Beruntung, damai dagang AS-China hadir dan menyelamatkan IHSG dari zona merah. Reuters memberitakan bahwa AS dan China sudah mulai menyusun nota kesepahaman untuk mengakhiri perang dagang yang sudah berjalan selama 7 bulan.

Delegasi kedua negara kini menyusun sebanyak 6 nota kesepahaman yang mencakup berbagai isu yakni pemaksaaan transfer teknologi & pencurian kekayaan intelektual, hak kekayaan intelektual, sektor jasa, nilai tukar, agrikultur, dan halangan non-tarif (non-tariff barrier) di bidang perdagangan, menurut 2 orang sumber yang mengetahui masalah tersebut, seperti dilansir dari Reuters.

Kedua negara ingin mencapai kesepakatan paling lambat pada tanggal 1 Maret, yang merupakan tanggal berakhirnya periode gencatan senjata bidang perdagangan antara AS dan China.

Sebagai informasi, jika kesepakatan tak juga dicapai dan Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk tak memperpanjang periode gencatan senjata antar kedua negara, maka bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.

Sejauh ini, perekonomian kedua negara terlihat jelas  sudah tersakiti oleh perang dagang yang berkecamuk. Jika kesepakatan dagang benar bisa dicapai dan seluruh bea masuk yang kini dibebankan dicabut, perekonomian AS dan China akan bisa dipacu untuk melaju lebih kencang. Pada akhirnya, kinerja perekonomian dunia akan ikut terkerek naik. Kehadiran damai dagang AS-China terbukti ampuh untuk membuat investor sejenak melupakan pengumuman keputusan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) yang sempat membuat IHSG terpeleset ke zona merah.

Selepas mengumumkan bahwa suku bunga acuan dipertahankan di level 6%, Gubernur BI Perry Warjiyo merepsons pertanyaan dari wartawan terkait dengan apakah stance dari BI masih hawkish.

"Tadi sudah disampaikan tetap konsisten memperkuat stabilitas eksternal khususnya mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas aman dan mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik," kata Perry dalam konferensi pers di Gedung BI, Kamis (21/2/2019).

Dari jawaban Perry tersebut, ada indikasi bahwa jika The Fed menaikkan suku bunga acuan, maka BI akan mengikuti.

Celakanya, salah satu syarat bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan, seperti diketahui dari risalah rapat edisi Januari 2019, adalah jika ketidakpastian berkurang. Dengan kesepakatan damai dagang AS-China yang kian dekat, bukan tak mungkin jika normalisasi kembali digeber oleh The Fed pada tahun ini.

Bagi pasar saham, kenaikan tingkat suku bunga acuan biasanya memang merupakan musuh karena bisa menekan penjualan dari para emiten.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular