
Apa Mau Dikata, Dolar AS Memang Kelewat Perkasa...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 February 2019 09:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Masa bulan madu rupiah hanya berlangsung 3 hari. Setelah menguat 3 hari beruntun, kini rupiah bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pada Kamis (21/2/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.060 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sehari sebelumnya.
Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah sedikit berkurang. Pada pukul 09:17 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 14.055 di mana rupiah melemah 0,14%.
Padahal rupiah belum melemah kala pembukaan pasar, tetapi tidak menguat juga alias stagnan. Namun seiring perjalanan, rupiah justru semakin mantap di jalur merah.
Rupiah terbawa gelombang pelemahan mata uang Asia. Ya, mayoritas mata uang utama Benua Kuning bernasib sama seperti rupiah yaitu melemah di hadapan dolar AS.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 09:08 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Tidak cuma di Asia, dolar AS memang sedang menguat secara global. Pada pukul 09:09 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,12%.
Pertama, investor sepertinya kembali memburu dolar AS karena sudah relatif murah. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index melemah 0,43%. Dolar AS menjadi seksi untuk dikoleksi.
Kedua, dolar AS juga menjadi tempat perlindungan pelaku pasar karena kabar kurang sedap dari Inggris. Fitch Ratings, lembaga pemeringkat internasional, memberikan status Rating Watch Negative (RWN) kepada obligasi pemerintah Negeri Ratu Elizabeth.
RWN adalah semacam peringatan, kartu kuning, sebelum lembaga pemeringkat benar-benar menurunkan peringkat utang (rating) obligasi suatu negara atau perusahaan jika tidak ada perbaikan. Saat ini rating obligasi pemerintah Inggris versi Fitch adalah AA.
Mengutip siaran tertulis Fitch, RWN diberikan karena perkembangan Brexit yang penuh ketidakpastian. Bahkan risiko menuju No Deal Brexit (Inggris tidak mendapat kompensasi apa-apa dari perpisahan dengan Uni Eropa) tidak bisa dikesampingkan.
Perkembangan di Inggris membuat investor lagi-lagi memilih bermain aman dan berpaling ke dolar AS. Mata uang Negeri Paman Sam kembali mendapat momentum untuk menguat, dan keperkasaannya meluas hingga ke Asia.
Ketiga, dolar AS juga sepertinya mendapat keuntungan dari sikap The Federal Reserves/The Fed yang labil. Dalam notulensi rapat (minutes of meeting) edisi Januari, The Fed memang kembali mengutarakan kata 'sabar' dalam hal kenaikan suku bunga acuan.
Namun di sisi lain, The Fed juga masih membuka peluang kenaikan suku bunga jika ada tekanan inflasi dan perbaikan pertumbuhan ekonomi. The Fed juga kemungkinan bisa mengubah posisi (stance) kembali ke hawkish.
Sikap The Fed yang mendua ini membuat dolar AS masih mendapat angin. Peluang kenaikan suku bunga acuan tidak tertutup, sehingga berinvestasi di dolar AS masih tetap menarik.
Dibanjiri sentimen positif, tidak heran dolar AS mampu perkasa terhadap mata uang dunia. Rupiah menjadi salah satu korbannya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Kamis (21/2/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.060 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sehari sebelumnya.
Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah sedikit berkurang. Pada pukul 09:17 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 14.055 di mana rupiah melemah 0,14%.
Rupiah terbawa gelombang pelemahan mata uang Asia. Ya, mayoritas mata uang utama Benua Kuning bernasib sama seperti rupiah yaitu melemah di hadapan dolar AS.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 09:08 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Tidak cuma di Asia, dolar AS memang sedang menguat secara global. Pada pukul 09:09 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,12%.
Pertama, investor sepertinya kembali memburu dolar AS karena sudah relatif murah. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index melemah 0,43%. Dolar AS menjadi seksi untuk dikoleksi.
Kedua, dolar AS juga menjadi tempat perlindungan pelaku pasar karena kabar kurang sedap dari Inggris. Fitch Ratings, lembaga pemeringkat internasional, memberikan status Rating Watch Negative (RWN) kepada obligasi pemerintah Negeri Ratu Elizabeth.
RWN adalah semacam peringatan, kartu kuning, sebelum lembaga pemeringkat benar-benar menurunkan peringkat utang (rating) obligasi suatu negara atau perusahaan jika tidak ada perbaikan. Saat ini rating obligasi pemerintah Inggris versi Fitch adalah AA.
Mengutip siaran tertulis Fitch, RWN diberikan karena perkembangan Brexit yang penuh ketidakpastian. Bahkan risiko menuju No Deal Brexit (Inggris tidak mendapat kompensasi apa-apa dari perpisahan dengan Uni Eropa) tidak bisa dikesampingkan.
Perkembangan di Inggris membuat investor lagi-lagi memilih bermain aman dan berpaling ke dolar AS. Mata uang Negeri Paman Sam kembali mendapat momentum untuk menguat, dan keperkasaannya meluas hingga ke Asia.
Ketiga, dolar AS juga sepertinya mendapat keuntungan dari sikap The Federal Reserves/The Fed yang labil. Dalam notulensi rapat (minutes of meeting) edisi Januari, The Fed memang kembali mengutarakan kata 'sabar' dalam hal kenaikan suku bunga acuan.
Namun di sisi lain, The Fed juga masih membuka peluang kenaikan suku bunga jika ada tekanan inflasi dan perbaikan pertumbuhan ekonomi. The Fed juga kemungkinan bisa mengubah posisi (stance) kembali ke hawkish.
Sikap The Fed yang mendua ini membuat dolar AS masih mendapat angin. Peluang kenaikan suku bunga acuan tidak tertutup, sehingga berinvestasi di dolar AS masih tetap menarik.
Dibanjiri sentimen positif, tidak heran dolar AS mampu perkasa terhadap mata uang dunia. Rupiah menjadi salah satu korbannya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular