Perdagangan Bak Roller-Coaster, IHSG Akhirnya Tembus 6.500!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 February 2019 16:55
Perdagangan Bak Roller-Coaster, IHSG Akhirnya Tembus 6.500!
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca melewati sesi perdagangan yang bak roller-coaster, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya berhasil ditutup menembus level psikologis 6.500 untuk kali pertama sejak 8 Februari.

Dibuka menguat 0,42%, IHSG justru melemah tipis 0,08% per akhir sesi 1 ke level 6.489,42. Di sesi 2, IHSG beberapa kali bolak-balik di zona hijau dan merah sebelum akhirnya ditutup menguat 0,28% ke level 6.512,78.

Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,6%, indeks Shanghai naik 0,2%, indeks Hang Seng naik 1,01%, indeks Straits Times naik 0,65%, dan indeks Kospi naik 1,09%.

Hawa positif yang menyelimuti jalannya negosiasi dagang lanjutan antara AS dengan China membuat instrumen berisiko seperti saham menjadi incaran investor.

Sebagai informasi, sebagai tindak lanjut dari pertemuan di China pada pekan kemarin, negosiasi dagang lanjutan digelar di Washington mulai kemarin (19/2/2019) di tingkat wakil menteri. Pada hari Kamis dan Jumat, negosiasi tingkat menteri akan digelar, di mana Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertemu dengan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, serta Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow.

Presiden AS Donald Trump kembali menebar optimisme dengan menegaskan bahwa 1 Maret yang merupakan tenggat waktu 'gencatan senjata' bukan sesuatu yang kaku, tetap bisa dinegosiasikan.

"Ada pembicaraan yang kompleks, tetapi semua berjalan sangat baik. Saya tidak bisa mengatakan, tetapi tanggal itu (1 Maret) bukan sesuatu yang magis. Banyak hal yang bisa terjadi," kata Trump kepada wartawan di Oval Office, mengutip Reuters.

Pelaku pasar memang berharap banyak bahwa negosiasi dagang pada pekan ini setidaknya bisa meluluhkan hati Trump untuk memperpanjang periode gencatan senjata dengan China. Pasalnya jika tak diperpanjang, bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.

Lebih lanjut, sentimen positif bagi bursa saham Asia juga datang dari pernyataan bernada dovish yang dilontarkan oleh pejabat The Federal Reserve selaku bank sentral AS.

Presiden The Fed New York John Williams mengatakan bahwa dirinya sudah puas dengan suku bunga acuan yang sekarang. Belum ada kebutuhan untuk menaikkannya, kecuali jika ada perubahan signifikan dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi Negeri Paman Sam.

"Saya tidak merasa perlu adanya perubahan (suku bunga acuan). Namun akan berbeda ceritanya kalau ada proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang berubah," kata Williams kepada Reuters.

Dengan perlambatan ekonomi global yang kian terasa, tentu kebijakan moneter longgar menjadi opsi yang paling bijak.

Berbicara mengenai perlambatan ekonomi global, bukti nyata datang dari Jepang. Pada pagi hari ini, ekspor Jepang periode Januari 2019 diumumkan anjlok hingga 8,4% YoY, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 5,5% saja, seperti dilansir dari Trading Economics.

Penurunan tersebut merupakan yang terparah dalam lebih dari 2 tahun. Lemahnya permintaan dari China merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ekspor Jepang terkontraksi begitu dalam.

Sementara itu, impor hanya melemah tipis 0,6% YoY, lebih baik dari ekspektasi yang memperkirakan kontraksi sebesar 2,8% YoY. Alhasil, defisit neraca dagang Jepang bulan lalu tercatat senilai JPY 1,415 triliun, di mana ini merupakan defisit terdalam sejak Maret 2014 yang senilai JPY 1,45 triliun.
Namun, isu perlambatan ekonomi dunia untuk sementara ini dikesampingkan dulu oleh investor. Pasalnya, selain ada hawa positif yang menyelimuti jalannya negosiasi dagang lanjutan antara AS dengan China, ada angin segar yang datang dari Inggris terkait dengan proses perceraian dengan Uni Eropa (Brexit).

Pada hari ini, Perdana Menteri Inggris Theresa May dijadwalkan bertemu dengan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker di Brussels untuk mencoba merivisi klausul backstop yang merupakan bagian dari kesepakatan Brexit yang sebelumnya ditolak mentah-mentah oleh parlemen Inggris.

Sebelumnya pada hari Senin (18/2/2019), Menteri Brexit Stephen Barclay telah bertemu dengan pejabat Uni Eropa di Brussels untuk membicarakan hal tersebut.

Klausul backstop memang merupakan biang keladi dari ditolaknya proposal Brexit secara mentah-mentah oleh anggota parlemen Inggris. Backstop dibuat untuk mencegah adanya hard border antara Irlandia Utara (yang merupakan bagian dari Inggris) dan Irlandia (yang merupakan anggota Uni Eropa) jika Inggris dan Uni Eropa tak bisa menyepakati kesepakatan dagang dalam masa transisi selama 21 bulan setelah Brexit resmi dimulai pada Maret 2019.

Backstop menjadi masalah lantaran ada ketidakjelasan mengenai implementasinya. Bisa saja itu diterapkan selamanya walau nanti Inggris-Uni Eropa berhasil menyepakati kesepakatan dagang.

Selain itu, backstop akan membuat Irlandia Utara memiliki hubungan yang berbeda dengan Uni Eropa dibandingkan dengan bagian dari Inggris lainnya. Hal ini dianggap bisa mengancam kesatuan Inggris.

Jika klausul backstop bisa direvisi, ada kemungkinan parlemen akan memberikan restu terhadap proposal Brexit yang diajukan May sehingga no-deal Brexit bisa dihindari.

Lebih lanjut, terlepas dari ketidakpastian yang selama ini menyelimuti proses Brexit, ternyata data tenaga kerja Inggris masih oke. Kemarin, rata-rata pendapatan mingguan para pekerja di Inggris diumumkan tumbuh 3,4% YoY pada kuartal-IV 2018. Walaupun sedikit di bawah konsensus yang sebesar 3,5% YoY, pertumbuhan tersebut merupakan yang tercepat dalam lebih dari 1 dekade, seperti dilansir dari Trading Economics.

Sementara itu, tingkat pengangguran periode Desember 2018 diumumkan di level 4%, sesuai dengan ekspektasi. Investor asing memegang peranan penting dalam mendikte pergerakan IHSG. Hingga akhir perdagangan, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 450,3 miliar di pasar saham tanah air.

Berbagai sentimen positif yang ada dimanfaatkan investor asing untuk melakukan aksi beli. Lebih lanjut, pergerakan rupiah juga mendukung bagi investor asing untuk melakukan aksi beli di pasar saham. Hingga sore hari, rupiah menguat 0,44% di pasar spot ke level Rp 14.035/dolar AS.

Rupiah berhasil memanfaatkan momentum yakni pernyataan bernada dovish yang dilontarkan oleh Presiden The Fed New York John Williams. Sepanjang tahun lalu, dolar AS perkasa nyaris terhadap seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah, lantaran The Fed mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali (100 bps). Ketika kini diekspektasikan bahwa The Fed tak akan mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan, maka wajar jika rupiah bisa membalas dendam.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 19 Februari 2019, kemungkinan bahwa The Fed tak akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini mencapai 90,5%.

5 besar saham yang dikoleksi investor asing adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 283,3 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 137,9 miliar), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 107,6 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 106 miliar), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 45,3 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular