
Dialog AS-China Terancam Alot, Laju Rupiah Terhambat
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 February 2019 10:37

Performa rupiah mengendur karena tersiar kabar yang agak mencemaskan dari arena dialog dagang AS-China di Washington. Mengutip Reuters, China menegaskan AS harus menghormati hak China untuk terus membangun dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya.
"Seperti halnya AS, China juga punya hak untuk melaksanakan pembangunan dan rakyat China berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. AS harus menghargai hak China ini," tegas Wang Yi, Penasihat Negara China.
Global Times, tabloid yang dikelola Partai Komunis China, ikut 'mengompori'. Dalam tajuknya, Global Times menegaskan bahwa kepentingan nasional China harus diutamakan dalam dialog dagang dengan AS.
"Dialog dagang jangan kemudian memaksa Beijing untuk mengubah kebijakan ekonomi dan arah pembangunan. China dan AS harus mencapai kesepakatan yang mempercepat pembangunan ekonomi kedua negara," tulis Global Times.
Sebagai catatan, beberapa permintaan AS memang agak memberatkan China dan seolah menyudutkan Negeri Tirai Bambu. Misalnya, AS mendesak China untuk menghapus (atau setidaknya mengurangi) subsidi bagi industrinya serta melarang pemaksaan transfer teknologi yang selama ini diwajibkan bagi perusahaan asing.
Selain itu, seperti diberitakan Bloomberg dan dikutip dari Reuters, Washington juga mendesak Beijing untuk mengurangi intervensi yang sengaja melemahkan mata uang yuan. AS menuding kebijakan ini sengaja ditempuh agar ekspor China tetap kompetitif.
Namun sepertinya China tidak akan menyerah begitu saja dengan tuntutan-tuntutan AS tersebut. Oleh karena itu, tampaknya perundingan dagang akan berlangsung alot. Jalan menuju damai dagang AS-China pun masih akan berliku.
Akibatnya, pelaku pasar yang semula agresif kini kembali agak hati-hati. Ada kekhawatiran damai dagang AS-China akan tertunda, sehingga menimbulkan risiko bagi perekonomian dunia. Ini membuat laju rupiah dan berbagai mata uang Asia sedikit melambat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
"Seperti halnya AS, China juga punya hak untuk melaksanakan pembangunan dan rakyat China berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. AS harus menghargai hak China ini," tegas Wang Yi, Penasihat Negara China.
Global Times, tabloid yang dikelola Partai Komunis China, ikut 'mengompori'. Dalam tajuknya, Global Times menegaskan bahwa kepentingan nasional China harus diutamakan dalam dialog dagang dengan AS.
Sebagai catatan, beberapa permintaan AS memang agak memberatkan China dan seolah menyudutkan Negeri Tirai Bambu. Misalnya, AS mendesak China untuk menghapus (atau setidaknya mengurangi) subsidi bagi industrinya serta melarang pemaksaan transfer teknologi yang selama ini diwajibkan bagi perusahaan asing.
Selain itu, seperti diberitakan Bloomberg dan dikutip dari Reuters, Washington juga mendesak Beijing untuk mengurangi intervensi yang sengaja melemahkan mata uang yuan. AS menuding kebijakan ini sengaja ditempuh agar ekspor China tetap kompetitif.
Namun sepertinya China tidak akan menyerah begitu saja dengan tuntutan-tuntutan AS tersebut. Oleh karena itu, tampaknya perundingan dagang akan berlangsung alot. Jalan menuju damai dagang AS-China pun masih akan berliku.
Akibatnya, pelaku pasar yang semula agresif kini kembali agak hati-hati. Ada kekhawatiran damai dagang AS-China akan tertunda, sehingga menimbulkan risiko bagi perekonomian dunia. Ini membuat laju rupiah dan berbagai mata uang Asia sedikit melambat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular