Sepanjang Minggu Ini di Asia, Tak Ada yang Separah Rupiah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 February 2019 17:34
Sepanjang Minggu Ini di Asia, Tak Ada yang Separah Rupiah
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang pekan ini, rupiah dibabat habis oleh dolar AS. Dari 5 hari perdagangan pekan ini, hanya sekali rupiah membukukan penguatan di pasar spot, yakni pada 13 Februari, itu pun hanya sebesar 0,07%. Di 4 hari sisanya, rupiah selalu membukukan pelemahan.

Secara mingguan, rupiah melemah sebesar 1,29%, dari Rp 13.960/dolar AS menjadi Rp 14.140/dolar AS. Mayoritas mata uang Asia memang melemah melawan greenback pada pekan ini, namun tak ada yang separah rupiah.



Dolar AS mendapatkan momentum seiring dengan rilis data ekonomi AS yang menggembirakan. Pada hari Selasa, pembukaan lowongan kerja (di luar sektor pertanian) diumumkan sebanyak 7,34 juta, mengalahkan konsensus yang sebanyak 6,84 juta, seperti dilansir dari Forex Factory.

Sehari setelahnya atau pada hari Rabu, tingkat inflasi inti periode Januari 2019 diumumkan sebesar 0,2% MoM, sesuai dengan ekspektasi. Secara tahunan, tingkat inflasi inti berada di level 2,2% YoY.

Lanjut ke hari Jumat, pembacaan awal atas data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Februari 2019 versi University of Michigan diumumkan di level 95,5, di atas konsensus yang sebesar 93,3.

Data-data ekonomi yang kinclong tersebut lantas memantik ekspektasi bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 15 Februari 2019, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini adalah 3,2%. Masih kecil memang, namun probabilitas tersebut naik dari posisi minggu sebelumnya (8 Februari) yang sebesar 0%.

Lebih lanjut, perkembangan negosiasi dagang AS-China ikut membuat dolar AS selaku safe haven menjadi incaran investor. Pada hari Senin hingga Rabu, negosiasi dagang tingkat wakil menteri dilangsungkan, disusul oleh negosiasi tingkat menteri pada hari Kamis dan Jumat. Negosiasi tingkat menteri tersebut melibatkan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, dan Wakil Perdana Menteri China Liu He.

Pada hari Kamis, Bloomberg melaporkan bahwa AS dan China nyaris tak mencapai progres apapun dalam negosiasi dagang yang digelar di Beijing, menurut orang-orang yang familiar dengan jalannya negosiasi dagang tersebut.

Dalam rapat tertutup yang digelar, kedua pihak gagal untuk menipiskan ketidaksepahaman terkait reformasi struktural yang diminta AS kepada China.

Perkembangan ini menimbulkan pertanyaan terkait dengan perpanjangan periode gencatan senjata yang akan berakhir pada tanggal 1 Maret. Jika Presiden AS Donald Trump sampai tak puas dengan hasil negosiasi dagang, periode gencatan senjata menjadi sangat mungkin untuk tidak diperpanjang dan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.

Kemudian pada hari Jumat siang pasca negosiasi tingkat menteri selesai digelar, para delegasi berpisah tanpa mengumumkan apapun, seperti dilansir dari AFP.


Pada minggu lalu tepatnya hari Jumat (8/2/2019), defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) periode kuartal-IV 2018 diumumkan senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, naik dari capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,37% dari PDB. CAD pada kuartal-IV 2018 merupakan yang terparah sejak kuartal-II 2014. Rilis data ini sudah cukup untuk membuat pelaku pasar melepas rupiah.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan memang merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Kemudian menjelang akhir pekan, derita rupiah diperparah oleh rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Januari 2019. Sepanjang bulan lalu, eskpor turun sebesar 4,7% YoY, lebih dalam dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yakni penurunan sebesar 0,61% YoY. Sementara itu, impor terkoreksi 1,83% YoY, juga lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan koreksi sebesar 0,785% YoY.

Mengecewakannya kinerja ekspor sepanjang bulan lalu dipicu oleh kontraksi pada kedua pos pembentuknya, yakni migas dan non-migas. Sepanjang Januari 2019, ekspor migas turun 6,72% YoY, sementara ekspor non-migas melemah 4,5% YoY.

Dari sisi impor, terdapat tekanan bagi seluruh golongan pengunaan barang: impor barang konsumsi anjlok 10,39% YoY, impor bahan baku turun 0,11% YoY, dan impor barang modal turun 5,1% YoY.

Alhasil, defisit neraca dagang bulan Januari adalah senilai US$ 1,16 miliar, lebih dalam dari konsensus yang senilai US$ 925,5 juta. Defisit pada bulan Januari membengkak jika dibandingkan dengan defisit bulan Desember yang senilai US$ 1,03 miliar dan jika dibandingkan defisit Januari 2018 yang senilai US$ 756,02 juta.

Defisit neraca dagang periode Januari 2019 yang senilai US$ 1,16 miliar merupakan defisit bulan Januari yang terparah dalam setidaknya 12 tahun terakhir. Sebagai catatan, biasanya bulan Januari justru menghasilkan surplus. Dalam 12 tahun terakhir, hanya 4 kali neraca dagang membukukan defisit pada bulan Januari, sementara surplus tercatat sebanyak 8 kali.



Dengan defisit neraca dagang yang begitu dalam, ada kemungkinan bahwa CAD periode kuartal-I 2019 akan kembali bengkak. Apalagi, harga minyak mentah dunia terus merangkak naik sepanjang bulan Februari.

Sepanjang bulan ini, harga minyak WTI kontrak acuan telah melesat sebesar 3,7%, sementara harga minyak brent kontrak acuan menguat 7%.

Kenaikan harga minyak mentah dunia berpotensi membuat defisit transaksi perdagangan migas membengkak yang pada akhirnya akan memberikan tekanan terhadap transaksi berjalan.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular