
Sepanjang Minggu Ini di Asia, Tak Ada yang Separah Rupiah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 February 2019 17:34

Pada minggu lalu tepatnya hari Jumat (8/2/2019), defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) periode kuartal-IV 2018 diumumkan senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, naik dari capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,37% dari PDB. CAD pada kuartal-IV 2018 merupakan yang terparah sejak kuartal-II 2014. Rilis data ini sudah cukup untuk membuat pelaku pasar melepas rupiah.
Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan memang merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagaiĀ hot money.
Kemudian menjelang akhir pekan, derita rupiah diperparah oleh rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Januari 2019. Sepanjang bulan lalu, eskpor turun sebesar 4,7% YoY, lebih dalam dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yakni penurunan sebesar 0,61% YoY. Sementara itu, impor terkoreksi 1,83% YoY, juga lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan koreksi sebesar 0,785% YoY.
Mengecewakannya kinerja ekspor sepanjang bulan lalu dipicu oleh kontraksi pada kedua pos pembentuknya, yakni migas dan non-migas. Sepanjang Januari 2019, ekspor migas turun 6,72% YoY, sementara ekspor non-migas melemah 4,5% YoY.
Dari sisi impor, terdapat tekanan bagi seluruh golongan pengunaan barang: impor barang konsumsi anjlok 10,39% YoY, impor bahan baku turun 0,11% YoY, dan impor barang modal turun 5,1% YoY.
Alhasil, defisit neraca dagang bulan Januari adalah senilai US$ 1,16 miliar, lebih dalam dari konsensus yang senilai US$ 925,5 juta. Defisit pada bulan Januari membengkak jika dibandingkan dengan defisit bulan Desember yang senilai US$ 1,03 miliar dan jika dibandingkan defisit Januari 2018 yang senilai US$ 756,02 juta.
Defisit neraca dagang periode Januari 2019 yang senilai US$ 1,16 miliar merupakan defisit bulan Januari yang terparah dalam setidaknya 12 tahun terakhir. Sebagai catatan, biasanya bulan Januari justru menghasilkan surplus. Dalam 12 tahun terakhir, hanya 4 kali neraca dagang membukukan defisit pada bulan Januari, sementara surplus tercatat sebanyak 8 kali.
Dengan defisit neraca dagang yang begitu dalam, ada kemungkinan bahwa CAD periode kuartal-I 2019 akan kembali bengkak. Apalagi, harga minyak mentah dunia terus merangkak naik sepanjang bulan Februari.
Sepanjang bulan ini, harga minyak WTI kontrak acuan telah melesat sebesar 3,7%, sementara harga minyak brent kontrak acuan menguat 7%.
Kenaikan harga minyak mentah dunia berpotensi membuat defisit transaksi perdagangan migas membengkak yang pada akhirnya akan memberikan tekanan terhadap transaksi berjalan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy)
Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan memang merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagaiĀ hot money.
Kemudian menjelang akhir pekan, derita rupiah diperparah oleh rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Januari 2019. Sepanjang bulan lalu, eskpor turun sebesar 4,7% YoY, lebih dalam dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yakni penurunan sebesar 0,61% YoY. Sementara itu, impor terkoreksi 1,83% YoY, juga lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan koreksi sebesar 0,785% YoY.
Dari sisi impor, terdapat tekanan bagi seluruh golongan pengunaan barang: impor barang konsumsi anjlok 10,39% YoY, impor bahan baku turun 0,11% YoY, dan impor barang modal turun 5,1% YoY.
Alhasil, defisit neraca dagang bulan Januari adalah senilai US$ 1,16 miliar, lebih dalam dari konsensus yang senilai US$ 925,5 juta. Defisit pada bulan Januari membengkak jika dibandingkan dengan defisit bulan Desember yang senilai US$ 1,03 miliar dan jika dibandingkan defisit Januari 2018 yang senilai US$ 756,02 juta.
Defisit neraca dagang periode Januari 2019 yang senilai US$ 1,16 miliar merupakan defisit bulan Januari yang terparah dalam setidaknya 12 tahun terakhir. Sebagai catatan, biasanya bulan Januari justru menghasilkan surplus. Dalam 12 tahun terakhir, hanya 4 kali neraca dagang membukukan defisit pada bulan Januari, sementara surplus tercatat sebanyak 8 kali.
Dengan defisit neraca dagang yang begitu dalam, ada kemungkinan bahwa CAD periode kuartal-I 2019 akan kembali bengkak. Apalagi, harga minyak mentah dunia terus merangkak naik sepanjang bulan Februari.
Sepanjang bulan ini, harga minyak WTI kontrak acuan telah melesat sebesar 3,7%, sementara harga minyak brent kontrak acuan menguat 7%.
Kenaikan harga minyak mentah dunia berpotensi membuat defisit transaksi perdagangan migas membengkak yang pada akhirnya akan memberikan tekanan terhadap transaksi berjalan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular