
Negosiasi Dagang AS-China Tak Jelas, Bursa Asia Anjlok
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 February 2019 19:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia anjlok pada perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (15/2/2019). Indeks Nikkei turun 1,13%, indeks Shanghai turun 1,37%, indeks Hang Seng turun 1,87%, indeks Straits Times turun 0,41%, dan indeks Kospi turun 1,34%.
Hasil negosiasi dagang AS-China yang tak jelas membuat investor berlarian meninggalkan bursa saham Benua Kuning. Pada hari ini, negosiasi dagang tingkat menteri yang digelar di Beijing sejak kemarin berakhir.
Negosiasi ini melibatkan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, dan Wakil Perdana Menteri China Liu He.
Mereka mengakhiri pembicaraan pada tengah hari di hari Jumat dan para delegasi berpisah tanpa mengumumkan apapun, seperti dilansir dari AFP.
Kisi-kisi terkait dengan hasil negosiasi dagang bisa didapat dari cuitan Mnuchin. Dirinya mengatakan bahwa negosiasi berlangsung dengan produktif.
"Pertemuan yang produktif dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer." cuit Mnuchin melalui akun @stevenmnuchin1.
Namun tetap saja, tak jelasnya hasil pertemuan kedua negara membuat investor resah. Apalagi, pada hari Kamis (14/2/2019) Bloomberg melaporkan bahwa AS dan China nyaris tak mencapai progres apapun dalam negosiasi dagang yang digelar di Beijing, menurut orang-orang yang familiar dengan jalannya negosiasi dagang tersebut.
Dalam rapat tertutup yang digelar, kedua pihak gagal untuk menipiskan ketidaksepahaman terkait reformasi struktural yang diminta AS kepada China.
Lantas, periode gencatan senjata kedua negara yang akan berakhir pada 1 Maret mungkin tak akan diperpanjang oleh Presiden AS Donald Trump. Jika ini yang terjadi, bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.
Selain itu, rilis data ekonomi China ikut memantik aksi jual di bursa saham regional. Pada hari ini, tingkat inflasi periode Januari 2019 diumumkan di level 1,7% YoY, di bawah konsensus yang sebesar 1,9% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.
Lemahnya angka inflasi China mengonfirmasi bahwa tekanan terhadap negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut masih berlanjut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Simak ulasan perbandingan indeks di ASEAN
[Gambas:Video CNBC]
(ank/tas) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Hasil negosiasi dagang AS-China yang tak jelas membuat investor berlarian meninggalkan bursa saham Benua Kuning. Pada hari ini, negosiasi dagang tingkat menteri yang digelar di Beijing sejak kemarin berakhir.
Negosiasi ini melibatkan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, dan Wakil Perdana Menteri China Liu He.
Kisi-kisi terkait dengan hasil negosiasi dagang bisa didapat dari cuitan Mnuchin. Dirinya mengatakan bahwa negosiasi berlangsung dengan produktif.
"Pertemuan yang produktif dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer." cuit Mnuchin melalui akun @stevenmnuchin1.
Namun tetap saja, tak jelasnya hasil pertemuan kedua negara membuat investor resah. Apalagi, pada hari Kamis (14/2/2019) Bloomberg melaporkan bahwa AS dan China nyaris tak mencapai progres apapun dalam negosiasi dagang yang digelar di Beijing, menurut orang-orang yang familiar dengan jalannya negosiasi dagang tersebut.
Dalam rapat tertutup yang digelar, kedua pihak gagal untuk menipiskan ketidaksepahaman terkait reformasi struktural yang diminta AS kepada China.
Lantas, periode gencatan senjata kedua negara yang akan berakhir pada 1 Maret mungkin tak akan diperpanjang oleh Presiden AS Donald Trump. Jika ini yang terjadi, bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.
Selain itu, rilis data ekonomi China ikut memantik aksi jual di bursa saham regional. Pada hari ini, tingkat inflasi periode Januari 2019 diumumkan di level 1,7% YoY, di bawah konsensus yang sebesar 1,9% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.
Lemahnya angka inflasi China mengonfirmasi bahwa tekanan terhadap negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut masih berlanjut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Simak ulasan perbandingan indeks di ASEAN
[Gambas:Video CNBC]
(ank/tas) Next Article Top! Awal Tahun Bursa Asia Hijau, Tanda akan Bangkitkah?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular