Investor Asing Masih Jualan, IHSG Hanya Bisa Naik Tipis

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 February 2019 17:01
Investor Asing Masih Jualan, IHSG Hanya Bisa Naik Tipis
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan dengan penguatan tipis sebesar 0,01% ke level 6.420,02. Padahal, IHSG sempat menyentuh titik tertingginya di level 6.446,34 (+0,42% dibandingkan penutupan perdagangan hari Rabu, 13/2/2018).

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG naik di antaranya: PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+1,34%), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (+5,13%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+1,45%), PT Bank Permata Tbk/BNLI (+7,14%), dan PT Barito Pacific Tbk/BRPT (+3,85%).

Walaupun tipis, IHSG berhasil menguat di tengah pelemahan bursa saham utama kawasan Asia: indeks Nikkei turun 0,02%, indeks Shanghai turun 0,05%, dan indeks Hang Seng turun 0,23%.

Sejatinya, ada sentimen positif yang bisa mendukung aksi beli di bursa saham kawasan regional yakni damai dagang AS-China. Pada hari ini, Bloomberg melaporkan bahwa Presiden AS Donald Trump mempertimbangkan untuk memperpanjang periode gencatan senjata bidang perdagangan dengan China selama 60 hari, menurut orang-orang yang familiar dengan hal tersebut.

Sejatinya, periode gencatan senjata akan berakhir pada tanggal 1 Maret. Jika tak diperpanjang, bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.

Indikasi diambilnya kebijakan tersebut sudah tercium sebelumnya. Pada hari Selasa (11/2/2019), Trump menyebut bahwa periode gencatan senjata yang akan berakhir pada 1 Maret bisa diperpanjang.

"Kami bekerja dengan baik di China. Kalau kesepakatan (dengan China) sudah dekat, maka kita akan bisa selesaikan. Saya mungkin bisa menoleransi kesepakatan mundur sedikit (dari deadline 1 Maret), tetapi saya lebih suka tidak," kata Trump saat rapat kabinet, mengutip Reuters.

Jika periode gencatan senjata benar-benar diperpanjang, maka kesepakatan dagang secara permanen menjadi kian mungkin untuk dicapai kedua negara. Sebagai informasi, pada hari ini dan besok negosiasi dagang tingkat menteri digelar di Beijing, melibatkan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, dan Wakil Perdana Menteri China Liu He.

Selain itu, sentimen positif juga datang dari rilis data ekonomi di China. Ekspor periode Januari 2019 diumumkan melesat sebesar 9,1% YoY, jauh mengalahkan konsensus yang memperkirakan kontraksi sebesar 3,2% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor hanya turun tipis 1,5% YoY, lebih baik dari konsensus yang memperkirakan penurunan hingga 10% YoY.

Aksi ambil untung menjadi penyebab kejatuhan bursa saham regional. Maklum, dalam beberapa hari perdagangan terakhir bursa saham Asia terus menghijau. Indeks Shanghai misalnya, sudah membukukan penguatan dalam 5 hari perdagangan terakhir, sementara indeks Hang Seng sudah menguat selama 3 hari berturut-turut.
Berbeda dengan bursa saham negara-negara tetangga, IHSG justru sudah melemah selama 5 hari berturut-turut. Dalam periode 7-13 Februari, IHSG melemah sebesar 1,97%. Bengkaknya defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) menjadi motor yang membuat bursa saham Indonesia tertekan dalam beberapa hari terakhir.

Sepanjang kuartal-IV 2018, CAD Indonesia tercatat senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, naik dari capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,37% dari PDB. CAD pada kuartal-IV 2018 merupakan yang terparah sejak kuartal-II 2014. 

Lantaran sudah terkoreksi dalam, ruang bagi investor untuk melakukan aksi beli di bursa saham tanah air menjadi terbuka. Sentimen positif berupa damai dagang AS-China dan rilis data ekonomi China yang menggembirakan dimanfaatkan investor untuk melakukan aksi beli.

Namun sayang, aksi jual investor asing membuat IHSG hanya bisa menguat tipis. Hingga akhir perdagangan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 963,8 miliar. Jual bersih pada hari ini lantas menandai yang ke 5 secara berturut-turut.

Pelemahan rupiah sukses memaksa investor asing untuk kembali keluar dari pasar saham tanah air. Hingga akhir perdagangan, rupiah melemah 0,21% di pasar spot ke level Rp 14.085/dolar AS. Pelemahan rupiah, apalagi jika berlangsung dalam dan lama, tentu berpotensi membuat investor asing menderita rugi kurs.

Rilis data ekonomi AS menjadi momok bagi rupiah. Kemarin tingkat inflasi AS periode Januari diumumkan stagnan alias tak ada perubahan harga. Data ini berada di bawah konsensus yang memperkirakan adanya inflasi sebesar 0,1% MoM, seperti dilansir dari Forex Factory.

Namun, tingkat inflasi inti periode yang sama diumumkan sebesar 0,2% MoM, sesuai dengan ekspektasi. Secara tahunan, tingkat inflasi inti berada di level 2,2% YoY.

Tingkat inflasi inti yang relatif tinggi lantas memantik kekhawatiran bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 13 Februari 2019, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini adalah 11,3%, melonjak dari posisi 11 Februari yang sebesar 1,8%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular