Rupiah Loyo, IHSG Tak Mampu ke Zona Hijau

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 February 2019 12:57
Rupiah Loyo, IHSG Tak Mampu ke Zona Hijau
Foto: Ilustrasi Sekuritas (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi 1 dengan pelemahan sebesar 0,11% ke level 6.412,37. Padahal, IHSG mengawali hari dengan cukup oke, yakni menguat sebesar 0,16%.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG turun adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,65%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,3%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-0,79%), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (-3,55%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,61%).

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai turun 0,31%, indeks Hang Seng turun 0,39%, indeks Straits Times turun 0,09%, dan indeks Kospi turun 0,2%.

Aksi ambil untung melanda bursa saham regional. Maklum, dalam beberapa hari perdagangan terakhir bursa saham Asia terus menghijau. Indeks Shanghai misalnya, sudah membukukan penguatan dalam 5 hari perdagangan terakhir, sementara indeks Hang Seng sudah menguat selama 3 hari berturut-turut.

Rilis data pertumbuhan ekonomi Jepang yang tak menggembirakan dijadikan justifikasi oleh investor untuk melakukan ambil untung. Pada hari ini, pembacaan awal untuk pertumbuhan ekonomi kuartal-IV 2018 diumumkan di level 0,3% QoQ, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 0,4% QoQ, seperti dilansir dari Trading Economics.

Di sisi lain, sejatinya ada sentimen positif yang bisa mendukung aksi beli di bursa saham kawasan regional yakni damai dagang AS-China. Pada hari ini, Bloomberg melaporkan bahwa Presiden AS Donald Trump mempertimbangkan untuk memperpanjang periode gencatan senjata bidang perdagangan dengan China selama 60 hari, menurut orang-orang yang familiar dengan hal tersebut.

Sejatinya, periode gencatan senjata akan berakhir pada tanggal 1 Maret. Jika tak diperpanjang, bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.

Indikasi diambilnya kebijakan tersebut sudah tercium sebelumnya. Pada hari Selasa (11/2/2019), Trump menyebut bahwa periode gencatan senjata yang akan berakhir pada 1 Maret bisa diperpanjang.

"Kami bekerja dengan baik di China. Kalau kesepakatan (dengan China) sudah dekat, maka kita akan bisa selesaikan. Saya mungkin bisa menoleransi kesepakatan mundur sedikit (dari deadline 1 Maret), tetapi saya lebih suka tidak," kata Trump saat rapat kabinet, mengutip Reuters.

Jika periode gencatan senjata benar-benar diperpanjang, maka kesepakatan dagang secara permanen menjadi kian mungkin untuk dicapai kedua negara. Sebagai informasi, pada hari ini dan besok negosiasi dagang tingkat menteri digelar di Beijing, melibatkan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, dan Wakil Perdana Menteri China Liu He.

Namun ya itu tadi, penguatan yang sudah terjadi dalam beberapa hari perdagangan terakhir membuat investor memilih untuk melakukan ambil untung.
Sejatinya, IHSG sudah melemah selama 5 hari berturut-turut. Dalam periode 7-13 Februari, IHSG melemah sebesar 1,97%. Alhasil, ruang bagi investor untuk melakukan aksi beli menjadi terbuka lebar.

Namun, hal ini tidak terjadi lantaran pergerakan rupiah sedang tak mendukung. Hingga siang hari, rupiah melemah 0,21% di pasar spot ke level Rp 14.085/dolar AS. Rilis data ekonomi AS menjadi momok bagi rupiah.

Kemarin tingkat inflasi AS periode Januari diumumkan stagnan alias tak ada perubahan harga. Data ini berada di bawah konsensus yang memperkirakan adanya inflasi sebesar 0,1% MoM, seperti dilansir dari Forex Factory.

Namun, tingkat inflasi inti periode yang sama diumumkan sebesar 0,2% MoM, sesuai dengan ekspektasi. Secara tahunan, tingkat inflasi inti berada di level 2,2% YoY.

Tingkat inflasi inti yang relatif tinggi lantas memantik kekhawatiran bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 13 Februari 2019, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini adalah 11,3%, melonjak dari posisi 11 Februari yang sebesar 1,8%. Pasca membukukan jual bersih selama 4 hari berturut-turut di pasar saham tanah air, ternyata investor asing masih sibuk jualan pada hari ini. Per akhir sesi 1, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 318,3 miliar.

Pelemahan rupiah sukses memaksa investor asing untuk kembali keluar dari pasar saham tanah air. Pelemahan rupiah, apalagi jika berlangsung dalam dan lama, tentu berpotensi membuat investor asing menderita rugi kurs.

5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 147 miliar), PT Bank Permata Tbk/BNLI (Rp 41,4 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 37,8 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 36,2 miliar), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 35,9 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular