Penyakit Lama Kumat Lagi, Rupiah Batal Jadi Juara Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 February 2019 16:49
Penyakit Lama Kumat Lagi, Rupiah Batal Jadi Juara Asia
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memang menguat di perdagangan pasar spot hari. Namun posisi rupiah terlihat begitu rentan, tidak nyaman di zona hijau. 

Pada Rabu (13/2/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.055 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah menguat 0,28%. Selepas itu, apresiasi rupiah menebal hingga ke kisaran 0,4%. 


Namun selepas tengah hari, performa rupiah mengendur. Penguatan rupiah terus berkurang, hingga tersisa 0,07% saat penutupan pasar. Sangat tipis. 

Berikut perjalanan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah hari ini: 



Rupiah sempat merasakan kenyamanan berada di jajaran klasemen mata uang utama Asia. Dari posisi tiga, runner-up, bahkan capolista pernah dicicipi oleh mata uang Tanah Air. 


Akan tetapi, apresiasi rupiah yang terus menipis membuatnya terpental dari posisi elit tersebut. Ringgit Malaysia menjadi mata uang terbaik Asia, disusul oleh yuan China dan dolar Singapura. Rupiah batal jadi juara Asia, masuk tiga besar saja tidak. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang Asia pada pukul 16:13 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya penyakit lama rupiah kumat lagi. Rupiah tampaknya terpukul karena lonjakan harga minyak. 

Pada pukul 16:17 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet masing-masing naik signifikan 1,33% dan 1,15%. Dalam sebulan terakhir, harga brent dan light sweet meroket 7,15% dan 6,28%. 

Lagi-lagi muncul kecemasan mengenai transaksi berjalan (current account), isu yang menghantui rupiah sejak awal pekan ini. Akhir pekan lalu dirilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) di mana terjadi defisit US$ 7,13 miliar untuk keseluruhan 2018. Defisit NPI pada 2018 menjadi yang terdalam sejak 2013. 

Sementara defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada 2018 adalah 2,98% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini menjadi catatan terburuk sejak 2014. 

Nah, transaksi berjalan itu sering disebut sebagai fondasi penopang nilai mata uang. Sebab, transaksi berjalan mencerminkan pasokan devisa yang berjangka panjang karena datang dari ekspor-impor barang dan jasa. Dia lebih bisa diandalkan menjadi penopang mata uang secara sustainable ketimbang hot money di pasar keuangan. 

Nah-nya lagi, Indonesia tidak pernah mengalami surplus transaksi berjalan sejak 2011. Akibatnya rupiah cenderung melemah karena terlalu mengandalkan pasokan valas dari pasar keuangan yang bisa keluar-masuk dalam hitungan detik. 

Nah yang ketiga, defisit transaksi berjalan sebagian disumbang oleh defisit di neraca migas. Pada 2018, defisit transaksi berjalan secara nominal adalah US$ 31,06 miliar. Sementara neraca migas mencatat defisit US$ 11,59 miliar atau menjadi kontributor terbesar setelah defisit pendapatan primer. 


Nah (lagi-lagi nah), kalau harga minyak naik berarti impor komoditas ini akan semakin mahal. Padahal Indonesia adalah negara net importir minyak sehingga kalau mau aktivitas ekonomi tetap lancar maka mau tidak mau harus impor karena produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi permintaan.  

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca migas pada 2018 defisit US$ 12,4 miliar. Lebih dalam ketimbang tahun sebelumnya yaitu US$ 8,57 miliar. 

Nah (sekali lagi dapat payung cantik), saat impor minyak semakin mahal artinya defisit di neraca migas berpotensi semakin menganga. Kalau defisit migas membengkak, maka defisit transaksi berjalan bisa semakin dalam. Artinya, fondasi penopang rupiah menjadi semakin rapuh dan mata uang ini masih dihantui oleh risiko pelemahan. 

Melihat rupiah yang masih berpotensi melemah, investor pun enggan mengoleksi aset-aset berbasis mata uang ini. Sebab, siapa yang mau memiliki aset yang nilainya berpotensi turun? 

Aset-aset di pasar keuangan Indonesia pun mengalami tekanan jual. Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih mencapai Rp 1,38 triliun sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,11% di tengah hijaunya pasar saham Asia. 

Jadi sebelum penyakit akut bin kronis bernama defisit transaksi berjalan terselesaikan (dan itu tidak bisa instan), rupiah memang sulit untuk berbicara banyak...



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular