Harapan Damai Dagang AS-China, Katrol Harga Minyak

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
12 February 2019 13:02
Hingga pukul 12:45 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak April naik sebesar 0,76% ke posisi US$ 61,98/barel, setelah amblas 0,95% kemarin (11/2).
Foto: Ilustrasi: Fasilitas minyak terlihat di Danau Maracaibo di Cabimas, Venezuela, 29 Januari 2019. REUTERS / Isaac Urrutia
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah pada hari ini (12/2) kembali kembali menguat.

Hingga pukul 12:30 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak April naik sebesar 0,76% ke posisi US$ 61,98/barel, setelah amblas 0,95% kemarin (11/2).

Sementara harga minyak jenis lightsweet (WTI) kontrak Maret juga menguat sebesar 0,65% ke level US$ 52,75/barel, setelah ditutup melemah 0,57% pada perdagangan kemarin.

Selama sepekan harga minyak tercatat melemah sekitar 0,8% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, harga si emas hitam masih tercatat naik sekitar 15%.



Pergerakan harga minyak masih kuat dipengaruhi oleh rencana Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama sekutunya untuk memangkas produksi minyak hingga 1,2 juta barel/hari.

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, pada bulan lalu pasokan minyak dari 14 negara anggota OPEC menyusut hingga 800.000 barel/hari. Meskipun belum semua negara yang tergabung dalam kesepakatan tersebut memperlihatkan pemangkasan pasokan, namun pasar masih masih tetap optimis akan rencana tersebut.

Selain itu, adanya sanksi Amerika Serikat (AS) atas Venezuela dan Iran yang membuat pasokan minyak dari kedua negara tersebut akan terhambat.

Sanksi AS atas program nuklir Iran menyebabkan negara-negara sekutu Negeri Paman Sam tidak bisa membeli minyak mentah dari Negeri Persia. Mengingat Iran merupakan negara produsen minyak urutan ke-7 dengan kapasitas 3,75 juta barel/hari, maka hambatan pasokan minyak Iran akan mempengaruhi kesetimbangan pasar.

Bahkan bulan lalu, ekspor minyak Iran hanya tercatat sedikit di atas 1 juta barel/hari. Padahal sebelum adanya sanksi dari AS, ekspor minyak Iran bisa mencapai 2,5 juta barel/hari.

Ditambah lagi adanya sanksi AS atas Venezuela akibat gaduh politik yang terjadi beberapa waktu lalu. Sanksi tersebut melarang perusahaan maupun penduduk AS untuk membeli minyak asal Venezuela. Apalagi diketahui bahwa AS merupakan negara tujuan seluruh ekspor minyak Venezuela yang sebesar 500.000 barel/hari.

Pelaku pasar juga masih menantikan perkembangan dari dialog dagang AS-China yang telah dimulai dari hari Senin.

Bila perundingan tersebut membuahkan sebuah kesepakatan yang dapat memperlancar hubungan dagang antara kedua negara, maka perlambatan ekonomi dunia yang tengah melanda dapat direm. Akibatnya, gairah ekonomi dunia dapat kembali panas dan permintaan energi bisa bertambah.

Namun demikian, melonjaknya pasokan minyak AS juga memberikan sentimen negatif yang kuat bagi para pelaku pasar. Sejak awal 2018, pasokan minyak AS memang terus meningkat hingga mencapai rekornya yang sebesar 11,9 juta barel/hari yang masih bertahan hingga minggu lalu.

"Kekhawatiran akan kelebihan pasokan yang berasal dari AS akan tetap menjadi tema yang dominan di saat kita memasuki bulan yang lebih hangat," ujar Edward Moya, analis pasar OANDA, seperti yang dilansir dari Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular