Belum 'Berdamai' dengan CAD, Rupiah Kini Terlemah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 February 2019 09:28
Belum 'Berdamai' dengan CAD, Rupiah Kini Terlemah di Asia
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Bahkan dolar AS sudah nyaris menyentuh level Rp 14.100. 

Pada Selasa (12/2/2019) pukul 09:16 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.090. Rupiah melemah 0,39% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar spot, rupiah sudah melemah 0,32%. Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah malah semakin dalam dan dolar AS semakin dekat ke Rp 14.100. 


Lebih apes lagi, rupiah kini menjadi mata uang terlemah di Asia. Yuan China sudah tidak lagi menghuni dasar klasemen, bahkan kini mata uang Negeri Tirai Bambu mampu menguat di hadapan dolar AS. 

Kebangkitan yuan disebabkan oleh pernyataan Bank Sentral China (PBoC) yang menegaskan bakal menghapus segala bentuk izin bagi perusahaan untuk membuka rekening di bank. Penghapusan izin itu akan berlaku mulai akhir 2019. 

Ini menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan China, karena akan menambah likuiditas perbankan. Bank akan memiliki lebih banyak dana untuk disalurkan menjadi kredit, yang pada ujungnya semakin menggerakkan perekonomian China. 

Berbagai upaya pemerintah dan PBoC untuk menghindarkan China dari hard landing sepertinya mendapat apresiasi dari pelaku pasar. Yuan pun akhirnya mampu bangkit dari keterpurukan yang terjadi sejak kemarin dan meninggalkan rupiah di dasar klasemen mata uang Asia. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 09:16 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya rupiah masih menanggung beban dari rilis Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada kuartal IV-2018 NPI tercatat surplus US$ 5,42 miliar, tetapi karena terus defisit pada 3 kuartal sebelumnya, NPI sepanjang 2018 tetap minus US$ 7,13 miliar. Defisit NPI pada 2018 menjadi yang terdalam sejak 2013. 

Sementara defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal IV-2018 adalah 3,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini menjadi defisit terdalam sejak kuartal II-2014.  

Secara tahunan, defisit transaksi berjalan masih di bawah 3% PDB tepatnya 2,98%. Namun ini juga menjadi catatan terburuk sejak 2014. 

NPI menggambarkan keseimbangan eksternal Indonesia, seberapa banyak devisa yang masuk dan keluar. Jika defisit, maka lebih banyak devisa yang keluar ketimbang yang masuk. Artinya lebih banyak rupiah 'dibakar' untuk ditukarkan menjadi valas sehingga ketika NPI defisit menjadi wajar apabila rupiah melemah. 

Apalagi transaksi berjalan terus mencatatkan defisit, bahkan semakin dalam. Transaksi berjalan menggambarkan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa, devisa yang lebih bertahan lama.  

Oleh karena itu, transaksi berjalan menjadi fondasi penting yang menyokong nilai tukar. Saat dia defisit, fondasi itu menjadi rapuh sehingga rupiah rentan terdepresiasi. 

Potensi pembengkakan defisit transaksi berjalan ke depan semakin besar karena harga Bahan Bakar Minyak (BBM) diturunkan. Penurunan harga BBM akan membuat konsumsinya meningkat sehingga impornya kian deras. Rupiah pun bakal semakin tertekan.


Plus, harga minyak dunia juga mulai naik. Pada pukul 09:26 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet bertambah masing-masing 0,5% dan 0,34%.

Artinya, impor minyak dan produk turunannya akan semakin mahal. Defisit transaksi berjalan bisa semakin dalam, dan rupiah pun semakin rawan terjerembab ke zona merah.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular