Gara-gara Rupiah Terkapar, IHSG Akhiri Sesi I di Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 February 2019 12:47
Gara-gara Rupiah Terkapar, IHSG Akhiri Sesi I di Zona Merah
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat tipis 0,03%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mengakhiri sesi 1 di zona merah. IHSG melemah 0,09% ke level 6.515,79.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong pelemahan IHSG di antaranya: PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-3,27%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,23%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,4%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-0,56%), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (-0,87%).

IHSG melemah kala bursa saham regional diperdagangkan bervariasi: indeks Shanghai naik 0,83%, indeks Hang Seng naik 0,23%, indeks Straits Times turun 0,48%, dan indeks Kospi turun 0,05%.

Pelaku pasar harap-harap cemas menantikan hasil dari negosiasi dagang AS-China yang digelar mulai hari ini. Pada hari ini, pertemuan yang digelar di Beijing adalah di tingkat wakil menteri, di mana Deputi Kepala Perwakilan Dagang Jeffrey Gerrish memimpin delegasi AS.

Sementara itu, dialog tingkat menteri dijadwalkan berlangsung pada Kamis dan Jumat, melibatkan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.

Kementerian Perdagangan China pada hari Sabtu menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kedua negara akan melakukan diskusi lebih dalam mengenai beberapa isu bersama berdasarkan apa yang mereka bahas pekan lalu di Washington. Kementerian tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai topik pembicaraan pekan ini.

Dari AS, pelaku usaha di Negeri Paman Sam pesimistis bahwa rangkaian pertemuan di Beijing pekan ini akan menelurkan hasil yang signifikan.

"Ada indikasi bahwa pemimpin kedua negara bersedia untuk menyelesaikan semua hambatan. Namun kami juga mendengar bahwa banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Saya memperkirakan kedua pihak tidak menghasilkan sesuatu pekan depan," tegas Erin Ennis, Senior Vice President US-China Business Council, mengutip Reuters.

Sebagai informasi, pertemuan ini menjadi sangat penting mengingat periode gencatan senjata antar keduanya akan segera berakhir pada 1 Maret. Terlebih, Presiden AS Donald Trump sudah menegaskan bahwa dirinya tidak akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping sebelum 1 Maret.

Seperti yang diketahui, Gedung Putih belum lama ini menegaskan bahwa bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan tetap dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%), jika kesepakatan dagang tak juga tercapai hingga periode gencatan senjata berakhir.
Celakanya, perang dagang AS-China berpotensi tereskalasi kala perlambatan ekonomi dunia kian nyata terlihat. Pada hari Kamis, klaim tunjangan pengangguran di AS untuk minggu yang berakhir pada 2 Februari diumumkan sebanyak 234.000, di atas konsensus yang sebanyak 220.000, seperti dilansir dari Forex Factory.

Sebelumnya pada hari Selasa (5/2/2019), Non-Manufacturing PMI periode Januari 2019 versi ISM diumumkan di level 56,7, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 57,2, seperti dilansir dari Forex Factory.

Tak hanya di AS, perlambatan ekonomi juga kian nyata terjadi di Benua Biru. Masih pada hari Kamis, Komisi Eropa memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi zona euro pada tahun ini menjadi 1,3%, dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,9%.

Lesunya perekonomian Jerman menjadi salah satu momok bagi perekonomian zona euro. Untuk tahun 2019, perekonomian Jerman diproyeksikan hanya tumbuh sebesar 1,1%, turun dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,8%.

Revisi ke bawah atas pertumbuhan ekonomi Jerman sebelumnya sudah diberikan oleh International Monetary Fund (IMF). Pertumbuhan ekonomi Jerman diproyeksikan sebesar 1,3% saja pada tahun ini, turun jauh dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 1,9%. 

IMF mengatakan bahwa tekanan bagi perekonomian Jerman datang dari lemahnya konsumsi sektor swasta serta lemahnya produksi dari pabrikan-pabrikan mobil disana akibat aturan terbaru mengenai standar emisi. Investor asing memiliki peranan penting dalam mendorong pelemahan IHSG hingga tengah hari. Per akhir sesi 1, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 45,2 miliar (pasar reguler). Investor asing tak punya pilihan lain selain melakukan aksi jual, seiring dengan pelemahan rupiah yang signifikan di pasar spot, yakni sebesar 0,54% ke level Rp 14.035/dolar AS.

Rupiah terkapar seiring dengan bengkaknya defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Pada hari Jumat (8/2/2019), Bank Indonesia (BI) merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode kuartal-IV 2018. Sepanjang kuartal terakhir tahun lalu, NPI tercatat membukukan surplus senilai US$ 5,4 miliar.

Namun, CAD diumumkan senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, naik dari capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,37% dari PDB. CAD pada kuartal-IV 2018 merupakan yang terparah sepanjang tahun.

Pelemahan rupiah yang signifikan tentu berpotensi membuat investor asing menderita rugi kurs. Mau tak mau, aksi jual di pasar saham pun dilakukan. Terlebih, investor asing sudah mencatatkan beli bersih senilai Rp 14,3 triliun di pasar saham tanah air sepanjang tahun ini (hingga perdagangan hari Jumat), sementara IHSG membukukan kenaikan 5,28% hingga hari Jumat.

Lantas, ruang bagi investor asing untuk melakukan aksi ambil untung memang menjadi terbuka lebar.

Saham-saham yang banyak dilepas investor asing hingga tengah hari adalah: PT Astra International Tbk/ASII (Rp 74,5 miliar), PT Sarana Menara Nusantara Tbk/TOWR (Rp 20,5 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 14,6 miliar), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (Rp 14 miliar), dan PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (Rp 10,7 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular