
Nestapa Express, Rugi Ratusan Miliar & Tak Kuat Bayar Utang
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
08 February 2019 19:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Upaya PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) keluar dari lubang jarum untuk menyelamatkan bisnis taksi belum berhenti. Perusahaan tak lagi mampu membeli kendaraan baru untuk meremajakan taksi-taksi lama yang mulai usang.
Direktur Keuangan Megawati Affan, kepada awak media di Jakarta, Jumat (8/2/2019) usai acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pun mulai mengeluh. Express setiap tahun biasanya mempertahankan kepemilikan armada sebanyak 10.000 unit dan mengalokasikan belanja armada 1.000 unit per tahun.
Namun dengan beratnya bisnis taksi di tengah gempuran Grab dan Gocar, bisnis TAXI mulai terganggu.
"Boleh dibilang sebagian besar [armada] sudah menjadi jaminan, tapi kan di sisi lain kami punya unit memang armadanya juga sudah tua, jadi yang tersisa tinggal Wuling," ujar Megawati.
Maret 2018 beban keuangan Express yang tak sehat itu mulai terekpose. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan peringkat obligasi I Express Transindo Utama 2014 dari "BB-" menjadi "D" alias default (gagal bayar).
Penyebabnya, manajemen Express tidak mampu membayarkan kupon obligasi yang seharusnya dibayarkan pada 26 Maret 2018. Pefindo juga menurunkan rating perusahaan dari "BB-" menjadi "SD" atau selective default/negatif.
Biasanya peringkat SD diberikan pada penerbit obligasi yang gagal bayar pada satu atau lebih kewajibannya, baik obligasi berperingkat maupun obligasi tak berperingkat, ketika masuk jadwal pembayaran. Tetapi perusahaan masih bisa memenuhi kewajiban lainnya secara tepat waktu.
Gagal bayar atas obligasi yang diterbitkan Express ini nilainya sebesar Rp 1 triliun. Obligasi dengan kupon tetap sebesar 12,25% per tahun ini jatuh tempo pada 24 Juni 2019.
Mengetahui masalah keuangan tersebut, Bursa Efek Indonesia menghentikan perdagangan saham berkode TAXI hingga hari ini. Perseroan juga tak mampu membayarkan kupon obligasi yang seharusnya dibayarkan pada 26 Maret 2018.
Untuk menghindari gugatan pailit, induk usaha Express Transindo, PT Rajawali Corpora (RC), memberikan pinjaman sebesar Rp 33,62 miliar untuk mendukung kagiatan usaha dan operasional perseroan.
Pinjaman memiliki tenor lima tahun terhitung sejak tanggal 4 April 2018 dengan bunga sebesar 4,75% per tahunnya. Tentu saja nilai talangan tersebut tak cukup untuk membayar semua kewajiban yang harus ditanggung Express.
Waktupun terus berjalan. Saat Express Transindo mengumumkan kinerja keuangan kuartal III-2018, situasi tampaknya semakin memburuk. Express menderita rugi bersih senilai Rp 537,96 miliar. Angka kerugian bertambah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 210,58 miliar.
Peningkatan beban serta penurunan pendapatan usaha menjadi penyebab utamanya. Hingga kuartal III-2018, aset perusahaan mencapai Rp 1,56 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan aset pada akhir 2017 sebesar Rp 2,01 triliun. Liabilitas perusahaan naik dari Rp 1,76 triliun menjadi Rp 1,85 triliun.
Kondisi tersebut membuat perusahaan beberapa kali menunda pembayaran bunga obligasi. Lalu pada 3 September 2018 dilaksanakanlah Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) yang salah satu agendanya ialah usulan restrukturisasi utang Obligasi I Express Transindo Utama Tahun 2014.
"Namun, usulan restrukturisasi tersebut belum mendapatkan persetujuan dari RUPO," tambah Mega.
Restrukturisasi
Lalu pada RUPO 11 Desember 2018 mayoritas pemegang obligasi menyetujui utang tersebut dikonversi dengan saham baru secara bertahap. Untuk tahap pertama, obligasi akan dikonversi Rp 400 miliar.
Tahap kedua, sisanya yakni Rp 600 miliar, berupa perubahan sisa Obligasi I Express Transindo Utama Tahun 2014 menjadi Obligasi Konversi.
Penambahan saham baru tanpa hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue tahap pertama bakal digelar 30 April 2019, sedangkan obligasi konversi tahap kedua akhir tahun 2020 mendatang.
"RUPS menyetujui kami menjual jaminan yang sebelumnya itu akan menjadi cicilan untuk banyak obligasi yang Rp 600 miliar itu. Berapapun hasil penjualan dibayar ke pemegang obligasi, terkahir kalau sampai 2020 masih ada sisa obligasi konversi semuanya dikonversi menjadi equity," jelas Mega.
Seperti diketahui, pada Januari 2019, TAXI juga menyerahkan aset tanah milik anak usahanya, PT Ekspres Jakarta Jaya senilai Rp 43,44 miliar, kepala BCA. Aset dua bidang tanah yang diserahkan itu berada di Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, Provinsi Banten.
Tanah tersebut merupakan bagian dari jaminan atas utang bank Grup Express kepada BCA. Tujuan penjualan tanah ini adalah untuk melunasi sebagian utang kepada BCA yang telat jatuh tempo.
Berdasarkan laporan keuangan audit, modal kerja dan ekuitas TAXI masing-masing masih negatif Rp 1,12 triliun dan negatif Rp 366,98 miliar per September 2018.
Simak ulasan aturan Taksi Online yang Berliku
[Gambas:Video CNBC]
(hps/tas) Next Article Inikah Senja Kala Taksi Express? 2020 Tak Punya Armada Lagi
Direktur Keuangan Megawati Affan, kepada awak media di Jakarta, Jumat (8/2/2019) usai acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pun mulai mengeluh. Express setiap tahun biasanya mempertahankan kepemilikan armada sebanyak 10.000 unit dan mengalokasikan belanja armada 1.000 unit per tahun.
Namun dengan beratnya bisnis taksi di tengah gempuran Grab dan Gocar, bisnis TAXI mulai terganggu.
"Boleh dibilang sebagian besar [armada] sudah menjadi jaminan, tapi kan di sisi lain kami punya unit memang armadanya juga sudah tua, jadi yang tersisa tinggal Wuling," ujar Megawati.
Penyebabnya, manajemen Express tidak mampu membayarkan kupon obligasi yang seharusnya dibayarkan pada 26 Maret 2018. Pefindo juga menurunkan rating perusahaan dari "BB-" menjadi "SD" atau selective default/negatif.
Biasanya peringkat SD diberikan pada penerbit obligasi yang gagal bayar pada satu atau lebih kewajibannya, baik obligasi berperingkat maupun obligasi tak berperingkat, ketika masuk jadwal pembayaran. Tetapi perusahaan masih bisa memenuhi kewajiban lainnya secara tepat waktu.
Gagal bayar atas obligasi yang diterbitkan Express ini nilainya sebesar Rp 1 triliun. Obligasi dengan kupon tetap sebesar 12,25% per tahun ini jatuh tempo pada 24 Juni 2019.
Mengetahui masalah keuangan tersebut, Bursa Efek Indonesia menghentikan perdagangan saham berkode TAXI hingga hari ini. Perseroan juga tak mampu membayarkan kupon obligasi yang seharusnya dibayarkan pada 26 Maret 2018.
Untuk menghindari gugatan pailit, induk usaha Express Transindo, PT Rajawali Corpora (RC), memberikan pinjaman sebesar Rp 33,62 miliar untuk mendukung kagiatan usaha dan operasional perseroan.
Pinjaman memiliki tenor lima tahun terhitung sejak tanggal 4 April 2018 dengan bunga sebesar 4,75% per tahunnya. Tentu saja nilai talangan tersebut tak cukup untuk membayar semua kewajiban yang harus ditanggung Express.
Waktupun terus berjalan. Saat Express Transindo mengumumkan kinerja keuangan kuartal III-2018, situasi tampaknya semakin memburuk. Express menderita rugi bersih senilai Rp 537,96 miliar. Angka kerugian bertambah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 210,58 miliar.
Peningkatan beban serta penurunan pendapatan usaha menjadi penyebab utamanya. Hingga kuartal III-2018, aset perusahaan mencapai Rp 1,56 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan aset pada akhir 2017 sebesar Rp 2,01 triliun. Liabilitas perusahaan naik dari Rp 1,76 triliun menjadi Rp 1,85 triliun.
Kondisi tersebut membuat perusahaan beberapa kali menunda pembayaran bunga obligasi. Lalu pada 3 September 2018 dilaksanakanlah Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) yang salah satu agendanya ialah usulan restrukturisasi utang Obligasi I Express Transindo Utama Tahun 2014.
"Namun, usulan restrukturisasi tersebut belum mendapatkan persetujuan dari RUPO," tambah Mega.
Restrukturisasi
Lalu pada RUPO 11 Desember 2018 mayoritas pemegang obligasi menyetujui utang tersebut dikonversi dengan saham baru secara bertahap. Untuk tahap pertama, obligasi akan dikonversi Rp 400 miliar.
Tahap kedua, sisanya yakni Rp 600 miliar, berupa perubahan sisa Obligasi I Express Transindo Utama Tahun 2014 menjadi Obligasi Konversi.
Penambahan saham baru tanpa hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue tahap pertama bakal digelar 30 April 2019, sedangkan obligasi konversi tahap kedua akhir tahun 2020 mendatang.
"RUPS menyetujui kami menjual jaminan yang sebelumnya itu akan menjadi cicilan untuk banyak obligasi yang Rp 600 miliar itu. Berapapun hasil penjualan dibayar ke pemegang obligasi, terkahir kalau sampai 2020 masih ada sisa obligasi konversi semuanya dikonversi menjadi equity," jelas Mega.
Seperti diketahui, pada Januari 2019, TAXI juga menyerahkan aset tanah milik anak usahanya, PT Ekspres Jakarta Jaya senilai Rp 43,44 miliar, kepala BCA. Aset dua bidang tanah yang diserahkan itu berada di Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, Provinsi Banten.
Tanah tersebut merupakan bagian dari jaminan atas utang bank Grup Express kepada BCA. Tujuan penjualan tanah ini adalah untuk melunasi sebagian utang kepada BCA yang telat jatuh tempo.
Berdasarkan laporan keuangan audit, modal kerja dan ekuitas TAXI masing-masing masih negatif Rp 1,12 triliun dan negatif Rp 366,98 miliar per September 2018.
Simak ulasan aturan Taksi Online yang Berliku
[Gambas:Video CNBC]
(hps/tas) Next Article Inikah Senja Kala Taksi Express? 2020 Tak Punya Armada Lagi
Most Popular