
Pembatasan Impor China Lanjut, Harga Batu Bara Amblas
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
08 February 2019 14:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada penutupan perdagangan kemarin (7/2) harga batu bara Newcastle kontrak Februari di pasar ICE kembali tergelincir 0,51% ke posisi US$ 97,8/metrik ton, setelah sebelumnya sempat stagnan di posisi US$ 98,3/metrik ton sehari sebelumnya (6/2).
Selama sepekan, harga batu bara sudah terpangkas sebesar 1,21%. Sedangkan sejak awal tahun hara komoditas ekspor andalan Indonesia ini tercatat amblas 4,2%.
Perlambatan ekonomi dunia terutama China menjadi beban yang terlalu berat untuk dipikul batu bara.
Beberapa waktu lalu, China mengumumkan pertumbuhan ekonomi tahun 2018 hanya sebesar 6,4% sekaligus merupakan yang paling lambat sejak 1990.
Melambatnya ekonomi China berarti permintaan energi juga terpangkas. Terlebih lagi sekitar 72% energi listrik Negeri Tirai Bambu saat ini masih dibangkitkan oleh tenaga batu bara.
Tak hanya itu, China juga merupakan negara yang menguasai lebih dari separuh konsumsi batu bara dunia. Sudah jelas turunnya permintaan dari China akan berdampak cukup signifikan terhadap keseimbangan fundamental batu bara dunia.
Berdasarkan data dari Revinitif yang dilansir dari Reuters, impor batu bara China minggu lalu hanya sebesar 3,57 juta ton yang mana turun 23% dari minggu sebelumnya yang sebesar 4,67 juta ton.
Selain itu Ekspor batu bara Australia minggu lalu juga terpangkas menjadi hanya 7,46 juta ton, dari 8,36 juta ton pada minggu sebelumnya. Mengingat Negeri Kanguru merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia, tentunya data tersebut turut mencerminkan permintaan yang sedang lesu.
Pembatasan kuota impor China juga turut memberi andil pada sentimen negatif yang menghantui batu bara.
"sejauh kami kami tahu, kapal angkut batu bara (termal dan metalurgi) Australia masih belum bisa lolos dari bea cukai di China. Ada juga laporan tentang petugas bea cukai [China] yang mengatakan kepada pelanggan bahwa pembatasan impor [batu bara] masih akan berlangsung setidaknya hingga akhir Februari," ujar analis senior kepada pengusaha batu bara Singapura, mengutip Reuters.
Dari sisi lain, suhu musim dingin yang relatif hangat juga dapat mempengaruhi harga batu bara.
"Temperatur akan moderat di daerah Timur Laut [China] dalam waktu 6 hingga 10 hari, sementara China Utara tetap ringan (mild)," kata analis cuaca Revinitif, Ed Whalen mengutip Reuters.
Sementara di Jepang dan Korea Selatan, yang juga merupakan importir utama di kawasan Asia juga menunjukkan hal senada. "Pola temperaturnya hampir sama, (dengan) sedikit lebih hangat dari biasanya", tambah Whalen.
Kondisi cuaca yang lebih hangat akan menyebabkan permintaan batu bara termal akan berkurang.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/gus) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Selama sepekan, harga batu bara sudah terpangkas sebesar 1,21%. Sedangkan sejak awal tahun hara komoditas ekspor andalan Indonesia ini tercatat amblas 4,2%.
Perlambatan ekonomi dunia terutama China menjadi beban yang terlalu berat untuk dipikul batu bara.
Beberapa waktu lalu, China mengumumkan pertumbuhan ekonomi tahun 2018 hanya sebesar 6,4% sekaligus merupakan yang paling lambat sejak 1990.
Melambatnya ekonomi China berarti permintaan energi juga terpangkas. Terlebih lagi sekitar 72% energi listrik Negeri Tirai Bambu saat ini masih dibangkitkan oleh tenaga batu bara.
Tak hanya itu, China juga merupakan negara yang menguasai lebih dari separuh konsumsi batu bara dunia. Sudah jelas turunnya permintaan dari China akan berdampak cukup signifikan terhadap keseimbangan fundamental batu bara dunia.
Berdasarkan data dari Revinitif yang dilansir dari Reuters, impor batu bara China minggu lalu hanya sebesar 3,57 juta ton yang mana turun 23% dari minggu sebelumnya yang sebesar 4,67 juta ton.
Selain itu Ekspor batu bara Australia minggu lalu juga terpangkas menjadi hanya 7,46 juta ton, dari 8,36 juta ton pada minggu sebelumnya. Mengingat Negeri Kanguru merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia, tentunya data tersebut turut mencerminkan permintaan yang sedang lesu.
Pembatasan kuota impor China juga turut memberi andil pada sentimen negatif yang menghantui batu bara.
"sejauh kami kami tahu, kapal angkut batu bara (termal dan metalurgi) Australia masih belum bisa lolos dari bea cukai di China. Ada juga laporan tentang petugas bea cukai [China] yang mengatakan kepada pelanggan bahwa pembatasan impor [batu bara] masih akan berlangsung setidaknya hingga akhir Februari," ujar analis senior kepada pengusaha batu bara Singapura, mengutip Reuters.
Dari sisi lain, suhu musim dingin yang relatif hangat juga dapat mempengaruhi harga batu bara.
"Temperatur akan moderat di daerah Timur Laut [China] dalam waktu 6 hingga 10 hari, sementara China Utara tetap ringan (mild)," kata analis cuaca Revinitif, Ed Whalen mengutip Reuters.
Sementara di Jepang dan Korea Selatan, yang juga merupakan importir utama di kawasan Asia juga menunjukkan hal senada. "Pola temperaturnya hampir sama, (dengan) sedikit lebih hangat dari biasanya", tambah Whalen.
Kondisi cuaca yang lebih hangat akan menyebabkan permintaan batu bara termal akan berkurang.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/gus) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular