Tipis! Rupiah Sedikit Lagi Sentuh Rp 14.000/US$ di Kurs Acuan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 February 2019 10:42
Dolar AS Jadi Tempat Berlindung
Ilustrasi Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Pelemahan rupiah menjadi wajar ketika melihat dolar AS yang memang sedang menguat secara global. Pada pukul 10:19 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,08%. Indeks ini sudah menguat 1,05% dalam sepekan terakhir. 

Dolar AS menjadi tempat perlindungan bagi investor yang khawatir dengan perkembangan ekonomi global. Prospek damai dagang AS-China kini dipertanyakan, setelah Presiden Donald Trump menegaskan tidak akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping dalam waktu dekat. 

"Tidak," jawab Trump atas pertanyaan wartawan apakah dia akan menemui Xi sebelum 1 Maret, mengutip Reuters. Padahal sebelumnya Trump pernah mengatakan dirinya akan bertemu dengan Xi, bahkan mungkin lebih dari sekali, untuk mengesahkan kesepakatan dagang AS-China. 


Jawaban Trump membuat pelaku pasar khawatir bahwa kesepakatan damai dagang AS-China tidak bisa dipindah ke jalur cepat. Sebelumnya  pasar punya harapan kesepakatan bisa segera terwujud, tetapi kini harapan itu pupus. 

Kemudian, investor juga cemas terhadap situasi Eropa yang memburuk. Biro Statistik Federal Jerman melaporkan produksi industri pada Desember 2018 turun 0,4% dibandingkan bulan sebelumnya. Jauh dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yang memperkirakan kenaikan 0,7%.

Oleh karena itu, para ekonomi meramal ekonomi Negeri Panser akan mengalami kontraksi alias tumbuh negatif pada kuartal IV-2018. Jika ini terjadi, maka Jerman resmi mengalami resesi karena pada kuartal sebelumnya sudah mengalami kontraksi 0,2%. Resesi terjadi jika sebuah negara mengalami kontraksi dua kuartal beruntun pada tahun yang sama. 

Tidak cuma di Jerman, aura perlambatan ekonomi menyebar ke seluruh Eropa. Komisi Uni Eropa memperkirakan pertumbuhan ekonomi Zona Euro pada 2019 sebesar 1,3%. Melambat dibandingkan 2018 yang diperkirakan 1,9%. 

Sementara Bank Sentral Inggris (BoE) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Ratu Elizabeth untuk 2019 dari dari 1,7% menjadi 1,2%. Risiko terbesar bagi perekonomian Inggris saat ini adalah Brexit.

Sepetinya kemungkinan untuk terjadi No Deal Brexit (Inggris tidak mendapat kompensasi apapun dari perceraian dengan Uni Eropa) semakin besar dan tidak bisa dikesampingkan. Setelah kesepakatan Brexit yang diusung Perdana Menteri Theresa May ditolak parlemen bulan lalu, semuanya menjadi semakin tidak jelas. 



(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular