Rupiah Masih 'Betah' Jadi yang Terlemah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 February 2019 12:27
Sentimen Domestik Tambah Beban Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Arie Pratama)
Namun apa yang membuat rupiah mengalami tekanan yang lebih berat dibandingkan kompatriotnya di Asia? Jawabannya tentu ada faktor domestik. 

Rupiah sepertinya terbeban oleh dirinya sendiri yang sudah menguat tajam sejak awal tahun. Penguatan yang mencapai 3% membuat rupiah sangat mungkin terserang koreksi teknikal.

Investor yang sudah menang banyak tentu akan tergoda untuk mencairkan keuntungan. Rupiah pun rawan terkena ambil untung (profit taking). 


Apalagi ada pemicu yang membuat investor merasa perlu untuk cabut dari pasar keuangan Indonesia, yaitu rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Januari 2019. Bank Indonesia (BI) mencatat IKK pada bulan lalu sebesar 123,5. Konsumen masih optimistis karena nilainya di atas 100, tetapi optimismenya berkurang karena IKK pada bulan sebelumnya lebih tinggi yaitu 127. 

Porsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi pun turun dari 67,2% menjadi 66,8%. Lalu rasio untuk pembayaran cicilan naik dari 12,3% menjadi 13%. 

Memang ada unsur musiman yang menyebabkan penurunan IKK. Selepas Hari Natal, Tahun Baru, dan musim liburan pada Desember, konsumen kembali ke 'dunia nyata' pada Januari. Konsumsi yang turun setelah periode puncak adalah hal yang wajar. 

Namun bisa saja data ini menjadi sentimen negatif di pasar keuangan Indonesia, karena akan muncul persepsi bahwa konsumsi rumah tangga melambat. Sementara konsumsi rumah tangga adalah komponen utama pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) dengan kontribusi lebih dari 50%. 


Kala konsumsi rumah tangga melambat, maka pertumbuhan ekonomi juga tentu bakal tertatih-tatih. Persepsi perlambatan ekonomi bisa membuat investor kurang nyaman dan memilih pergi untuk sementara waktu. 

Pemicu lainnya adalah jelang rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) esok hari. BI memperkirakan NPI kuartal IV-2018 bisa surplus, tetapi defisit di transaksi berjalan (current account) masih cukup lebar di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).


Artinya, pasokan devisa yang berjangka panjang dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa masih seret. Padahal ini adalah fundamental penting yang menyokong rupiah, dibandingkan arus modal portofolio alias hot money yang bisa datang dan pergi sesuka hati. 

Dengan kondisi fundamental yang agak rentan, rupiah pun ikut rawan terdepresiasi. Investor tentu menjadi berpikir ulang untuk mengoleksi rupiah, karena nilainya berisiko turun pada kemudian hari. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular