Catat! Istana Sebut Capaian Ekonomi 2018 Terbaik Sedekade

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
07 February 2019 10:53
Istana Negara memandang data-data ekonomi Indonesia sepanjang 2018 patut membuat Indonesia berbangga.
Foto: Suasana Gedung di Jakarta (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Istana Negara memandang data-data ekonomi Indonesia sepanjang 2018 patut membuat Indonesia berbangga. Pasalnya, di tengah ketidakpastian ekonomi dunia, Indonesia mampu tumbuh stabil.

Setidaknya, ada beberapa catatan yang menjadi bukti bahwa Indonesia berhasil melewati ombak besar yang menghampiri sepanjang 2018. Mulai dari realisasi pertumbuhan ekonomi, hingga akuisisi aset tambang nasional.

Bahkan, Istana menyebut Indonesia pun telah berhasil mengurangi masalah yang mematikan seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Tak pernah ada dalam satu dekade terakhir, yang berhasil melakukan hal ini.

"Ini pencapaian yang tidak pernah diperoleh sepanjang satu dekade sebelum 2015," kata Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika.

Berikut beberapa poin lengkap yang disampaikan Istana, seperti dikutip CNBC Indonesia, Kamis (7/2/2018).

Lewati Pusaran Ombak Ekonomi Global

Kita patut bangga, di tengah tekanan ekonomi global yang berat (seperti harga minyak, nilai tukar, perang dagang, dan lain-lain), ekonomi tetap tumbuh di atas 5 persen, tepatnya 5,17%. Ombak tinggi ekonomi berhasil dilalui dengan mengesankan. Hebatnya, sejak 2016 pemerintah dapat memeroleh pertumbuhan ekonomi yang meningkat disertai dengan pengurangan 3 masalah ekonomi yang mematikan: kemiskinan, pengangguran, ketimpangan. Ini pencapaian yang tidak pernah diperoleh sepanjang satu dekade sebelum tahun 2015. Bahkan, angka kemiskinan menjadi sejarah karena mencapai level terendah sejak Indonesia merdeka.

Kenapa perolehan pertumbuhan 5,17% merupakan prestasi? Paling pokok ekonomi global sudah melambat sejak 2011. Tentu, kondisi tersebut memengaruhi performa ekonomi Indonesia. Menurut data Bank Indonesia (2019), pertumbuhan China turun dari 6,9 persen (2015) menjadi 6,5 persen (2018: Triwulan IV); Korea Selatan turun dari 2,8 persen (2015) menjadi 2 persen (2018: Triwulan IV); India turun dari 7,4 persen (2015) menjadi 6,7 persen (2018). Di kawasan Asean, penurunan pertumbuhan ekonomi juga tidak dapat dihindarkan. Ekonomi Malaysia, misalnya, hanya tumbuh 4,4 persen pada Triwulan IV-2018, di mana pada 2015 tumbuh 5,1 persen. Pada saat bersamaan, tren pertumbuhan ekonomi Indonesia justru naik, dari 4,88 persen pada 2015 menjadi 5,17 persen pada 2018. Jadi, kita terbang saat negara lain menukik turun.

Kemiskinan, Pengangguran, Ketimpangan Turun

Penurunan kemiskinan bukan soal angka saja, namun ini hajat keadilan ekonomi yang diamanatkan oleh konstitusi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat penduduk miskin tinggal 9,66 persen pada 2018. Bandingkan dengan empat tahun sebelumnya, yang masih bertengger pada angka 11 persen. Menekan angka kemiskinan hingga di bawah dua digit bukanlah pekerjaan mudah, karena pemerintah dihadapkan pada struktur kemiskinan kronis. Tapi misi ini tak boleh gagal, dan pemerintah telah menunaikannya dengan baik.

Sejalan dengan perbaikan angka kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga menurun. Sepanjang 2015-2018, pemerintah telah menciptakan lapangan kerja bagi 9,3 tenaga kerja baru. Sehingga, TPT merosot dari 5,94 persen (2014) menjadi 5,3 persen (2018). Variasi pekerjaan pun semakin beragam, sehingga memberikan kesempatan bagi tenaga kerja memasuki jenis pekerjaan baru. Porsi pekerja formal meningkat dari 40 persen (2014) menjadi 43 persen (2018). Pemerintah pun melindungi tenaga kerja informal lewat BPJS, asuransi nelayan, dan petani. Pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan telah dan sedang dipanggul pemerintah.

Ketimpangan pendapatan (yang tercermin dari gini rasio) bergerak melandai. Pada 2014, gini ratio Indonesia mencapai 0,41 dan turun menjadi 0,38 pada 2018. Hal itu sejalan dengan program pemerintah yang berorientasi kepada golongan menengah ke bawah. Misalnya, penurunan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi 7 persen sejak 2018 (awalnya 23 persen), RAPS, Dana Desa, memotong tarif pajak UMKM menjadi 0,5 persen, dan banyak program lain. Penurunan ketimpangan merupakan pertempuran berat yang telah dimenangkan pemerintah dan didukung secara penuh oleh rakyat. Ini mesti dikawal terus di masa mendatang.

Inflasi Terjaga, Industri Tumbuh Positif

Catatan bersejarah lainnya terekam dari angka inflasi. Torehan tersebut mencakup inflasi umum, inti, harga barang-barang yang diatur pemerintah (administered price), dan harga barang-barang bergejolak (volatile food). Data BPS menjelaskan inflasi umum periode 2011-2014 rata-rata 6,21 persen; inflasi inti, administered price dan volatile food masing-masing 4,66 persen; 9,92 persen; dan 7,94 persen. Bandingkan dengan periode 2015-2018. Inflasi umum hanya 3,32 persen; inti, administered price, dan volatile food masing-masing 3,26 persen; 4,59 persen; dan 2,29 persen. Selama ini 4 tahun ini inflasi selalu di bawah 3,6%. Golongan yang berpendapatan rendah dan tetap dilindungi dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah.

Dengan begitu, prestasi menjaga inflasi juga mencerminkan keadilan ekonomi yang diperjuangkan pemerintah. Pemerintah menjaga agar harga-harga tidak melukai masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah. Oleh karena itu, berbagai program untuk menjaga daya beli pun diinisiasi pemerintah, seperti Rumah Pangan Kita (Program Bulog), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Beras Sejahtera (Rastra). Kesemuanya itu tidak terlepas dari langkah membangun infrastruktur ke seluruh penjuru negeri. Pada tataran makro, inflasi rendah berperan penting dalam menjaga pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Komponen tersebut menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi nasional, yang bisa dilihat pertumbuhannya masih pada angka 5%.

Pada bagian lain, pemerintah juga menjaga pertumbuhan sektor padat karya (sektor penyerap tenaga kerja terbesar). Pada 2018, industri manufaktur tumbuh 4,27 persen (yoy); meningkat dari 4,25 persen (yoy) pada 2015. Setidaknya pemerintah mampu menjaga pertumbuhan positif industri manufaktor, saat proses transformasi ekonomi terus berjalan. Pada bagian lain, sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 2,16 persen (yoy) pada 2018; sedangkan pada 2015 terkoreksi hingga 5,08 persen (yoy). Sektor pertanian dan perdagangan juga tumbuh positif. Ini kabar bahagia yang layak disyukuri.

APBN Tembus Target

Pencapaian bersejarah lainnya terlihat dari kemandirian ekonomi. Tahun lalu, sektor fiskal bekerja sangat baik, lewat realisasi pendapatan negara hingga 102 persen dari target. Pemerintah pun mampu menekan defisit neraca keseimbangan primer turun menjadi Rp1,8 triliun. Selain itu, rasio defisit fiskal dan utang dapat ditekan ke level yang lebih rendah. Jika melihat ke belakang, ada beberapa data-data menggembirakan dari sektor fiskal, terutama pada peningkatan anggaran produktif. Politik fiskal sedang bekerja untuk kesejahteraan rakyat.

Beberapa data berikut ini merupakan contoh untuk mendeskripsikan hal tersebut: (i) anggaran pendidikan naik 30 persen dari Rp375 triliun (2014) menjadi Rp488 triliun (2019) dan tetap menjaga porsinya 20 persen dari APBN sesuai amanat konstitusi; (ii) anggaran kesehatan naik 100 persen dari Rp61 triliun (2014) menjadi Rp122 triliun (2019). Untuk pertama kalinya semenjak 2016 anggaran kesehatan mampu ditunaikan sebesar 5 persen dari APBN sesuai UU 36/2009 tentang Kesehatan; (iii) anggaran infrastruktur meningkat 157 persen dari Rp163 triliun (2014) menjadi Rp420 triliun (2019); dan (iv) alokasi belanja fungsi ekonomi secara rata-rata juga meningkat 20,1 persen sepanjang 2015-2019, dari hanya 9,1 persen sepanjang 2010-2014.

Kuasai Freeport & Blok Rokan

Tahun 2018 juga menjadi titik balik kemandirian dan kedaulatan ekonomi nasional, lewat pengambilalihan Blok Rokan dan Freeport. Ini juga bagian dari sejarah penting bangsa karena hanya diwacanakan sehak dulu dan baru sejarang bisa terealisasi. Langkah ini akan menjadi peluang besar dalam meningkatkan nilai tambah ekonomi di bidang pertambangan dan migas melalui hilirisasi. Penguasaan ini juga menjamin keberlanjutan operasional perusahaan serta menjaga kelangsungan penerimaan negara dari pajak dan hasil pertambangan. Selebihnya, ini adalah mandat kontitusi yang memang harus dieksekusi.




Simak video tentang Pertumbuhan Ekonomi yang masih di bawah target:
[Gambas:Video CNBC]



(dru) Next Article Streaming: Buka-Bukaan Ekonomi RI yang Tumbuh 'Cuma' 5,02%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular