
Ditopang PDB Indonesia, Pasar Obligasi Makin Bullish
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
06 February 2019 19:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang di atas prediksi menambah kencang kenaikan harga surat utang negara (SUN) di pasar sekunder.
Naiknya harga SUN sudah terjadi sejak pekan lalu, tepatnya sudah terjadi berturut-turut dalam 4 hari perdagangan terakhir dan membentuk tren penguatan harga yang meyakinkan (bullish).
Tren bullish-nya pasar obligasi terbentuk ketika horizon risiko investor global terangkat damai dagang dan nada kalem (dovish) the Fed pasca pertemuan FOMC.
Naiknya harga SUN hari ini, Rabu (6/2/2019) seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan paling menguat adalah FR0068 dengan penurunan yield sebesar 7,2 basis poin (bps) menjadi 8,08%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Seri acuan lain juga berbarengan menguat.
Tren bullish terbentuk dari 4 hari perdagangan yang lalu, yaitu ketika yield SUN seri 10 tahun turun dari 8,16% pada 30 Januari ke 7,76% hari ini.
Ariawan, Head of Fixed Income Research PT BNI Sekuritas, mengatakan naiknya harga instrumen penjamin gagal bayar (credit default swap/CDS) obligasi dolar Indonesia dan nilai pembelian bersih investor asing sejak awal tahun menjadi indikator minat investor asing yang sedang besar ke pasar SBN.
Selain itu, data pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 5,17% sepanjang tahun lalu juga mencerminkan pertumbuhan Indonesia berada di atas ekspektasi konsensus pelaku pasar yakni 5,15%.
Kendati demikian, angka PDB itu masih di bawah target pemerintahan Joko Widodo 7% dan di bawah asumsi APBN 5,4%. Level pertumbuhan ekonomi yang positif itu turut menambah minat investor asing di pasar efek utang domestik.
Sumber: Refinitiv, IBPA
Saat ini data CDS obligasi dolar tenor 5 tahun Indonesia berada pada 112 bps, stagnan dari harga pada 4 Februari dan naik tipis dari posisi 1 Februari pada 111 bps.
Angka 112 bps itu menyamai posisi 31 Juli 2018, dan sudah turun dibanding posisi 148 bps pada 3 Januari, atau bahkan sudah sangat rendah dibanding 158 bps pada 30 Oktober 2018.
Posisi CDS 5 tahun pada 30 Oktober itu sekaligus menjadi posisi tertinggi setidaknya sejak awal 2017.
Semakin rendah CDS mencerminkan risiko yang dilihat oleh investor asing semakin menurun.
Sumber: Refinitiv
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat hampir 1%.
Indeks tersebut naik 2,34 poin (0,98%) menjadi 242,17 dari posisi kemarin 239,82.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 508 bps, menyempit dari posisi Senin kemarin 514 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun menjadi 2,69% dari 2,7%.
Sumber: Refinitiv
Saat ini, UN Treasury masih menunjukkan adanya yield untuk tenor 2 tahun dan 5 tahun, sehingga menghasilkan selisih terbalik dan membentuk inversi.
Inversi itu masih menunjukkan adanya kurva yield terbalik (inverted yield curve) yang mencerminkan ekspektasi pasar terhadap adanya tekanan ekonomi sebuah negara.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 912,84 triliun SBN, atau 37,44% dari total beredar Rp 2.437 triliun berdasarkan data per 1 Februari.
Angka kepemilikannya masih positif bertambah Rp 19,59 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, tetapi persentasenya masih turun dari 37,73% pada periode yang sama.
Pasar saham dan nilai tukar rupiah juga mengalami penguatan hebat hari ini, masing-masing sebesar 1,02% dan 0,24%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di banyak negara yaitu India, Filipina, Rusia, Singapura, dan Thailand.
Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar gilt Inggris dan pasar US Treasury di AS.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article AS-China Makin Tak Jelas, Reli Harga SUN Berakhir
Naiknya harga SUN sudah terjadi sejak pekan lalu, tepatnya sudah terjadi berturut-turut dalam 4 hari perdagangan terakhir dan membentuk tren penguatan harga yang meyakinkan (bullish).
Tren bullish-nya pasar obligasi terbentuk ketika horizon risiko investor global terangkat damai dagang dan nada kalem (dovish) the Fed pasca pertemuan FOMC.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan paling menguat adalah FR0068 dengan penurunan yield sebesar 7,2 basis poin (bps) menjadi 8,08%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Seri acuan lain juga berbarengan menguat.
Tren bullish terbentuk dari 4 hari perdagangan yang lalu, yaitu ketika yield SUN seri 10 tahun turun dari 8,16% pada 30 Januari ke 7,76% hari ini.
Ariawan, Head of Fixed Income Research PT BNI Sekuritas, mengatakan naiknya harga instrumen penjamin gagal bayar (credit default swap/CDS) obligasi dolar Indonesia dan nilai pembelian bersih investor asing sejak awal tahun menjadi indikator minat investor asing yang sedang besar ke pasar SBN.
Selain itu, data pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 5,17% sepanjang tahun lalu juga mencerminkan pertumbuhan Indonesia berada di atas ekspektasi konsensus pelaku pasar yakni 5,15%.
Kendati demikian, angka PDB itu masih di bawah target pemerintahan Joko Widodo 7% dan di bawah asumsi APBN 5,4%. Level pertumbuhan ekonomi yang positif itu turut menambah minat investor asing di pasar efek utang domestik.
Yield Obligasi Negara Acuan 6 Feb 2019 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 4 Feb 2019 (%) | Yield 6 Feb 2019 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 6 Feb'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.729 | 7.685 | -4.40 | 7.5941 |
FR0078 | 10 tahun | 7.845 | 7.776 | -6.90 | 7.6742 |
FR0068 | 15 tahun | 8.156 | 8.084 | -7.20 | 7.9208 |
FR0079 | 20 tahun | 8.282 | 8.217 | -6.50 | 8.0571 |
Avg movement | -6.25 |
Saat ini data CDS obligasi dolar tenor 5 tahun Indonesia berada pada 112 bps, stagnan dari harga pada 4 Februari dan naik tipis dari posisi 1 Februari pada 111 bps.
Angka 112 bps itu menyamai posisi 31 Juli 2018, dan sudah turun dibanding posisi 148 bps pada 3 Januari, atau bahkan sudah sangat rendah dibanding 158 bps pada 30 Oktober 2018.
Posisi CDS 5 tahun pada 30 Oktober itu sekaligus menjadi posisi tertinggi setidaknya sejak awal 2017.
Semakin rendah CDS mencerminkan risiko yang dilihat oleh investor asing semakin menurun.
Date | CDS 5 Tahun (bps) |
2/5/2019 | 112.24 |
2/4/2019 | 112.24 |
2/1/2019 | 111.01 |
1/31/2019 | 112.96 |
1/30/2019 | 118.59 |
1/29/2019 | 119.31 |
1/28/2019 | 117.36 |
1/25/2019 | 117.36 |
1/24/2019 | 122.48 |
1/23/2019 | 123.71 |
1/22/2019 | 122.95 |
1/21/2019 | 121.97 |
1/18/2019 | 123.68 |
1/17/2019 | 124.91 |
1/16/2019 | 124.67 |
1/15/2019 | 128.32 |
1/14/2019 | 129.05 |
1/11/2019 | 126.85 |
1/10/2019 | 129.03 |
1/9/2019 | 127.35 |
1/8/2019 | 131.72 |
1/7/2019 | 135.11 |
1/4/2019 | 141.93 |
1/3/2019 | 142.91 |
1/2/2019 | 141.45 |
1/1/2019 | 136.61 |
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat hampir 1%.
Indeks tersebut naik 2,34 poin (0,98%) menjadi 242,17 dari posisi kemarin 239,82.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 508 bps, menyempit dari posisi Senin kemarin 514 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun menjadi 2,69% dari 2,7%.
Yield US Treasury Acuan 4 Feb 2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 4 Feb 2019 (%) | Yield 6 Feb 2019 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.417 | 2.428 | 3 bulan-5 tahun | -8.4 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.522 | 2.524 | 2 tahun-5 tahun | 1.2 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.5 | 2.5 | 3 tahun-5 tahun | -1.2 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.513 | 2.512 | 3 bulan-10 tahun | -27.2 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.704 | 2.7 | 2 tahun-10 tahun | -17.6 |
Saat ini, UN Treasury masih menunjukkan adanya yield untuk tenor 2 tahun dan 5 tahun, sehingga menghasilkan selisih terbalik dan membentuk inversi.
Inversi itu masih menunjukkan adanya kurva yield terbalik (inverted yield curve) yang mencerminkan ekspektasi pasar terhadap adanya tekanan ekonomi sebuah negara.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 912,84 triliun SBN, atau 37,44% dari total beredar Rp 2.437 triliun berdasarkan data per 1 Februari.
Angka kepemilikannya masih positif bertambah Rp 19,59 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, tetapi persentasenya masih turun dari 37,73% pada periode yang sama.
Pasar saham dan nilai tukar rupiah juga mengalami penguatan hebat hari ini, masing-masing sebesar 1,02% dan 0,24%.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di banyak negara yaitu India, Filipina, Rusia, Singapura, dan Thailand.
Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar gilt Inggris dan pasar US Treasury di AS.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 4 Feb 2019 (%) | Yield 6 Feb 2019 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.75 | 8.91 | 16.00 |
China | 3.135 | 3.15 | 1.50 |
Jerman | 0.165 | 0.17 | 0.50 |
Perancis | 0.577 | 0.58 | 0.30 |
Inggris | 1.231 | 1.229 | -0.20 |
India | 7.672 | 7.573 | -9.90 |
Italia | 2.795 | 2.81 | 1.50 |
Jepang | -0.013 | -0.013 | 0.00 |
Malaysia | 3.276 | 4.076 | 80.00 |
Filipina | 6.191 | 6.078 | -11.30 |
Rusia | 8.1 | 8.09 | -1.00 |
Singapura | 2.183 | 2.182 | -0.10 |
Thailand | 2.425 | 2.41 | -1.50 |
Turki | 14.02 | 14.08 | 6.00 |
Amerika Serikat | 2.704 | 2.691 | -1.30 |
Afrika Selatan | 8.59 | 8.635 | 4.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article AS-China Makin Tak Jelas, Reli Harga SUN Berakhir
Most Popular