
Gandeng BPN, Seluruh Aset Tanah BRI Kini Berstatus Hak Milik
Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
06 February 2019 16:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pertanahan Nasional (BPN) kembali menjalin kerja sama dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah dan Penanganan Permasalahan Aset serta Agunan berupa Tanah.
Kerja sama tersebut dituangkan dalam penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerjasama (PKS) yang diselenggarakan di Kantor Badan Pertanahan Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2019).
Perjanjian kerja sama ini merupakan langkah tindak lanjut Bank BRI dan BPN atas terbitnya Surat Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN No 1544/27-I/v/2018 yang diterbitkan pada medio Mei 2018. Surat tersebut memuat tata laksana kepemilikan tanah dengan status Hak Milik Bagi Bank Milik Negara.
Turut hadir dalam acara tersebut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Sofyan A. Djalil, Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Himawan Arief Sugoto, Direktur Utama Bank BRI Suprajarto, jajaran dirjen Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta jajaran direksi Bank BRI.
Dalam sambutannya, Suprajarto menyambut gembira dengan terbitnya surat keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang tersebut.
Suprajarto menjelaskan bahwa dengan ditandatanganinya MoU dan PKS ini, pihaknya berharap bahwa permasalahan yang sering dihadapi perseroan terkait pertanahan, pendaftaran hak atas tanah aset dan agunan BRI yang meliputi pendaftaran tanah pertama kali, pemeliharaan data pendaftaran tanah, dapat dilakukan secara optimal.
Polemik dalam persoalan pertanahan khususnya yang digunakan sebagai agunan di dunia perbankan bukan soal baru. Hal ini berlangsung cukup lama dan menyita perhatian serius para pelaku industri perbankan di Indonesia.
Sebagai contoh dalam penyaluran kredit mikro, saat ini Bank BRI menerima agunan dalam status kepemilikan Girik, Letter C, dan Patok D. Hal ini perlu ditingkatkan menjadi hak atas tanah dan ini pun juga sejalan dengan program pemerintah yakni Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL).
Suprajarto mengungkapkan, bahwa saat ini, terdapat 451 aset yang belum berbentuk hak milik dengan rincian SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) sebanyak 329, AJB (Akta Jual Beli) sebanyak 42, Girik sebanyak 5, dan 34 berupa kwitansi, SKGR, sementara dalam proses pengurusan masih sebanyak 28.
Adapun ruang lingkup kerja sama ini nantinya akan mencakup beberapa hal, di antaranya pendaftaran tanah pertama, pemeliharaan data pendaftaran tanah, penanganan aset dan agunan berupa tanah Bank BRI, agunan atau aset BRI yang dimintakan sita jaminan/ blokir oleh pihak lain, agunan atau aset BRI yang terindikasi tanah terlantar, pendidikan, pelatihan pertanahan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanahan.
"Kerja sama ini nantinya akan memberikan kemudahan yang cukup signifikan dalam proses pendataan dan penanganan masalah agunan di dunia perbankan. Bank BRI menjadi yang pertama dalam merespons perubahan ini, harapannya agar ke depan dapat meningkatkan kualitas penyaluran kredit Bank BRI," tutup Suprajarto.
[Gambas:Video CNBC]
(dob/dob) Next Article Target BRI 2020: Kredit dan Laba Naik Double Digit
Kerja sama tersebut dituangkan dalam penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerjasama (PKS) yang diselenggarakan di Kantor Badan Pertanahan Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2019).
Dalam sambutannya, Suprajarto menyambut gembira dengan terbitnya surat keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang tersebut.
Suprajarto menjelaskan bahwa dengan ditandatanganinya MoU dan PKS ini, pihaknya berharap bahwa permasalahan yang sering dihadapi perseroan terkait pertanahan, pendaftaran hak atas tanah aset dan agunan BRI yang meliputi pendaftaran tanah pertama kali, pemeliharaan data pendaftaran tanah, dapat dilakukan secara optimal.
Polemik dalam persoalan pertanahan khususnya yang digunakan sebagai agunan di dunia perbankan bukan soal baru. Hal ini berlangsung cukup lama dan menyita perhatian serius para pelaku industri perbankan di Indonesia.
Sebagai contoh dalam penyaluran kredit mikro, saat ini Bank BRI menerima agunan dalam status kepemilikan Girik, Letter C, dan Patok D. Hal ini perlu ditingkatkan menjadi hak atas tanah dan ini pun juga sejalan dengan program pemerintah yakni Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL).
Suprajarto mengungkapkan, bahwa saat ini, terdapat 451 aset yang belum berbentuk hak milik dengan rincian SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) sebanyak 329, AJB (Akta Jual Beli) sebanyak 42, Girik sebanyak 5, dan 34 berupa kwitansi, SKGR, sementara dalam proses pengurusan masih sebanyak 28.
Adapun ruang lingkup kerja sama ini nantinya akan mencakup beberapa hal, di antaranya pendaftaran tanah pertama, pemeliharaan data pendaftaran tanah, penanganan aset dan agunan berupa tanah Bank BRI, agunan atau aset BRI yang dimintakan sita jaminan/ blokir oleh pihak lain, agunan atau aset BRI yang terindikasi tanah terlantar, pendidikan, pelatihan pertanahan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanahan.
"Kerja sama ini nantinya akan memberikan kemudahan yang cukup signifikan dalam proses pendataan dan penanganan masalah agunan di dunia perbankan. Bank BRI menjadi yang pertama dalam merespons perubahan ini, harapannya agar ke depan dapat meningkatkan kualitas penyaluran kredit Bank BRI," tutup Suprajarto.
[Gambas:Video CNBC]
(dob/dob) Next Article Target BRI 2020: Kredit dan Laba Naik Double Digit
Most Popular