
AS Kembali Jadi Dalang Pelemahan Harga Minyak
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
06 February 2019 16:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Siang hari ini (6/2) harga minyak dunia kembali terjerumus di zona merah.
Hingga pukul 15:45 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak April kembali terkontraksi sebesar 0,42% ke posisi US$ 61,72/barel, setelah juga melemah 0,85% kemarin (5/2).
Sedangkan harga minyak jenis ligtsweet (WTI) kontrak Maret juga melemah sebesar 0,35% ke level US$ 53,47/barel, setelah ditutup amblas 1,65% pada perdagangan kemarin.
Selama sepekan harga minyak sudah terpangkas sekitar 0,6% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun harga emas hitam ini telah terdongkrak sekitar 16,3%.
Kembali turunya harga minyak masih kuat dipengaruhi oleh kekhawatiran pasar akan banjirnya pasokan minyak dunia.
Terus meningkatnya produksi minyak Amerika Serikat (AS) menjadi faktor kuat yang mendorong kekhawatiran. Sebagai informasi, sejak awal tahun 2018, produksi minyak AS sudah meningkat lebih dari 2 juta barel/hari.
Bahkan menurut data yang dirilis oleh kelompok industri, American Petroleum Institute (API) hari ini menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS meningkat sebesar 2,5 juta barel di minggu yang berakhir pada 1 Februari. Jumlah ini jauh melebihi perkiraan analis yang sebesar 2,2 juta barel, mengutip Reuters.
Sedangkan cadangan minyak di pusat distribusi Cushing, Oklahoma meningkat 889.000 barel.
Apalagi perlambatan ekonomi dunia yang tanda-tandanya sudah semakin nyata juga memberi tekanan pada harga minyak. Beberapa waktu lalu, China mengumumkan pertumbuhan ekonominya yang paling lambat sejak tahun 1990.
Perlambatan ekonomi dunia memang akan berbanding lurus dengan permintaan energi yang salah satunya berasal dari minyak. Saat ekonomi melambat, maka berkurang pula permintaan akan minyak.
Kombinasi naiknya produksi minyak dunia dan berkurangnya permintaan energi menjadi kombinasi yang sempurna untuk memberi tekanan pada harga minyak dunia.
Namun setidaknya perkembangan yang positif dari proses damai dagang AS-China dapat memberi peredam bagi kekhawatiran pasar.
Pasca pertemuan antara delegasi dagang kedua raksasa ekonomi dunia di Washington minggu lalu, pertemuan lanjutan dikabarkan telah dijadwalkan kembali minggu depan.
Menurut dua sumber yang mengetahui rencana tersebut, pejabat tinggi AS akan kembali bertandang ke Beijing untuk melanjutkan perundingan perdagangan pekan depan, mengutip Reuters.
Perundingan itu diharapkan segera membuahkan hasil yang dapat melindungi hak kekayaan intelektual AS sekaligus menghindarkan kenaikan bea impor terhadap produk China dari 10% menjadi 25% sebelum tenggat waktu 1 Maret berlalu.
Bila hubungan dagang AS-China kembali lancar, maka dampaknya akan dirasakan seluruh dunia. Pasalnya sebagian besar rantai pasokan dunia hampir pasti berhubungan dengan kedua negara tersebut.
Bila ekonomi kembali bergairah, maka masih ada harapan permintaan minyak akan meningkat.
Di sisi lain, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama sekutunya juga tengah melakukan usaha pengurangan pasokan minyak. Teranyar, 14 negara anggota OPEC pada Januari lalu telah memangkas produksi minyak lebih dari 800.000 barel/hari dibandingkan produksi Desember.
Bila pasokan benar bisa dapat dikurangi sebesar 1,2 juta barel/hari, sesuai dengan kesepakatan antara OPEC dan sekutunya, maka ada harapan keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) minyak dunia bisa lebih baik di tahun 2019 ini.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/gus) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Hingga pukul 15:45 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak April kembali terkontraksi sebesar 0,42% ke posisi US$ 61,72/barel, setelah juga melemah 0,85% kemarin (5/2).
Sedangkan harga minyak jenis ligtsweet (WTI) kontrak Maret juga melemah sebesar 0,35% ke level US$ 53,47/barel, setelah ditutup amblas 1,65% pada perdagangan kemarin.
Kembali turunya harga minyak masih kuat dipengaruhi oleh kekhawatiran pasar akan banjirnya pasokan minyak dunia.
Terus meningkatnya produksi minyak Amerika Serikat (AS) menjadi faktor kuat yang mendorong kekhawatiran. Sebagai informasi, sejak awal tahun 2018, produksi minyak AS sudah meningkat lebih dari 2 juta barel/hari.
Bahkan menurut data yang dirilis oleh kelompok industri, American Petroleum Institute (API) hari ini menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS meningkat sebesar 2,5 juta barel di minggu yang berakhir pada 1 Februari. Jumlah ini jauh melebihi perkiraan analis yang sebesar 2,2 juta barel, mengutip Reuters.
Sedangkan cadangan minyak di pusat distribusi Cushing, Oklahoma meningkat 889.000 barel.
Apalagi perlambatan ekonomi dunia yang tanda-tandanya sudah semakin nyata juga memberi tekanan pada harga minyak. Beberapa waktu lalu, China mengumumkan pertumbuhan ekonominya yang paling lambat sejak tahun 1990.
Perlambatan ekonomi dunia memang akan berbanding lurus dengan permintaan energi yang salah satunya berasal dari minyak. Saat ekonomi melambat, maka berkurang pula permintaan akan minyak.
Kombinasi naiknya produksi minyak dunia dan berkurangnya permintaan energi menjadi kombinasi yang sempurna untuk memberi tekanan pada harga minyak dunia.
Namun setidaknya perkembangan yang positif dari proses damai dagang AS-China dapat memberi peredam bagi kekhawatiran pasar.
Pasca pertemuan antara delegasi dagang kedua raksasa ekonomi dunia di Washington minggu lalu, pertemuan lanjutan dikabarkan telah dijadwalkan kembali minggu depan.
Menurut dua sumber yang mengetahui rencana tersebut, pejabat tinggi AS akan kembali bertandang ke Beijing untuk melanjutkan perundingan perdagangan pekan depan, mengutip Reuters.
Perundingan itu diharapkan segera membuahkan hasil yang dapat melindungi hak kekayaan intelektual AS sekaligus menghindarkan kenaikan bea impor terhadap produk China dari 10% menjadi 25% sebelum tenggat waktu 1 Maret berlalu.
Bila hubungan dagang AS-China kembali lancar, maka dampaknya akan dirasakan seluruh dunia. Pasalnya sebagian besar rantai pasokan dunia hampir pasti berhubungan dengan kedua negara tersebut.
Bila ekonomi kembali bergairah, maka masih ada harapan permintaan minyak akan meningkat.
Di sisi lain, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama sekutunya juga tengah melakukan usaha pengurangan pasokan minyak. Teranyar, 14 negara anggota OPEC pada Januari lalu telah memangkas produksi minyak lebih dari 800.000 barel/hari dibandingkan produksi Desember.
Bila pasokan benar bisa dapat dikurangi sebesar 1,2 juta barel/hari, sesuai dengan kesepakatan antara OPEC dan sekutunya, maka ada harapan keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) minyak dunia bisa lebih baik di tahun 2019 ini.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/gus) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular