Rupiah Tak Lagi di Dasar Klasemen Mata Uang Asia, Berkat BI?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 February 2019 16:47
Rupiah Tak Lagi di Dasar Klasemen Mata Uang Asia, Berkat BI?
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Namun sebenarnya kinerja rupiah membaik, walau masih belum bisa menguat. 

Pada Senin (4/2/2019), US$ 1 setara dengan Rp 13.950 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,11% dibandingkan posisi penutupan akhir pekan lalu. 

Mengawali hari, rupiah melemah tipis 0,07%. Selepas itu depresiasi rupiah bertambah dalam, bahkan dolar AS nyaris menyentuh Rp 14.000.


Namun selepas tengah hari, gejolak yang dialami rupiah mulai mereda. Depresiasi rupiah menipis, dan tersisa 0,11% kala penutupan pasar. 

Posisi terkuat rupiah hari ini ada di Rp 13.935/US$ sementara terlemahnya adalah Rp 13.990/US%. Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 

Tidak hanya rupiah, hampir seluruh mata uang Asia juga melemah di hadapan dolar AS. Hanya dolar Hong Kong yang selamat, itu pun dengan penguatan yang amat tipis. 

Sampai tengah hari tadi, rupiah masih berstatus mata uang terlemah di Asia. Sebenarnya yuan lebih lemah, tetapi karena pasar keuangan Negeri Panda tutup menjelang Tahun Baru Imlek, maka praktis rupiah menjadi yang terlemah. 


Namun sore ini kondisi rupiah membaik. Kini sudah cukup banyak mata uang Benua Kuning yang melemah lebih dalam ketimbang rupiah. Depresiasi mata uang lainnya semakin parah, sementara rupiah seakan membaik sendirian walau belum bisa masuk ke zona hijau. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:18 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rupiah cs di Asia memang tidak bisa melawan keperkasaan dolar AS. Tidak hanya di Asia, mata uang Negeri Paman Sam pun menguat secara global. 

Pada pukul 16:20 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,11%. Perlahan tetapi pasti, Dollar Index nyaman di zona hijau. 

Pijakan bagi penguatan dolar AS adalah rilis data ketenagakerjaan. Pada Januari 2019, penciptaan lapangan kerja di Negeri Paman Sam mencapai 304.000. Ini menjadi angka tertinggi sejak Februari tahun lalu dan jauh di atas konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan tambahan 165.000. 

Perekonomian AS selalu berhasil menciptakan lapangan kerja tambahan dalam 100 bulan terakhir. Ini menggambarkan perekonomian AS tetap menggeliat, masih bisa tumbuh kuat meski memang ada perlambatan. 

Perkembangan ini membuat pelaku pasar kembali meyakini bahwa The Federal Reserves/The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan pada 2019, meski tidak seagresif tahun sebelumnya. Masih ada peluang Jerome 'Jay' Powell menaikkan suku bunga acuan setidaknya dua kali menuju target median 2,8% pada akhir tahun. 

Dilandasi potensi kenaikan Federal Funds Rate, dolar AS menemukan kembali keperkasaannya. Kenaikan suku bunga akan membuat berinvestasi di dolar AS menguntungkan, karena ekspektasi inflasi akan terjangkar sehingga nilai mata uang tidak tergerus. 

Faktor lain yang menjadi beban bagi rupiah adalah harga minyak yang masih bergerak ke utara alias menguat. Pada pukul 16:22 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,65% dan light sweet bertambah 0,25%.  

Secara mingguan, harga brent melonjak 5,22% sementara light sweet melesat 6,69%. Sementara dalam sebulan terakhir, harga brent melambung 9,99% dan light sweet meroket 14,32%. 

 

Kenaikan harga minyak bukan berita bagus buat rupiah. Sebab, kenaikan harga komoditas ini akan membuat biaya impornya semakin mahal. Defisit di neraca migas bakal semakin melebar. 

Kala defisit neraca migas memburuk, maka neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) akan semakin parah. Ini membuat fundamental penyokong rupiah menjadi rapuh karena minimnya pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Rupiah pun berisiko melemah. 

Namun mengapa kemudian pelemahan rupiah menipis? Apa yang membuat rupiah membaik sementara mata uang Asia lainnya semakin terperosok? 

Kemungkinan intervensi Bank Indonesia (BI) memainkan perannya. Nanang Hendarsah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, menyatakan bahwa bank sentral konsisten berada di pasar untuk melakukan stabilitasi.  

"BI akan tetap konsisten berada di pasar untuk mengawal stabilitas rupiah, disertai upaya penguatan jalinan koordinasi dan komunikasi dengan otoritas lain dan perbankan," kata Nanang. 

Sepertinya hari ini pun BI masih rajin 'bergerilya' di pasar. Akibatnya, depresiasi rupiah menipis dan rupiah mampu memperbaiki posisi di klasemen mata uang Asia.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular