Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja rupiah pada sesi awal perdagangan hari ini patut diacungi jempol. Pada pembukaan perdagangan di pasar
spot, rupiah menguat 0,21% ke level Rp 13.940/dolar AS. Pada pukul 8:57 WIB, penguatan rupiah sedikit menipis menjadi 0,14% ke level Rp 13.950/dolar AS.
Rupiah berhasil menguat kala mayoritas mata uang negara tetangga menjadi pesakitan melawan dolar AS. Jika dibandingkan dengan yang sama-sama menguat pun, apresiasi rupiah menjadi yang tertinggi. Rupiah resmi menjadi raja di Asia pada pagi hari ini.
Dolar AS selaku safe haven menjadi buruan seiring dengan hasil negosiasi dagang AS-China yang kurang menggembirakan. Pada hari Rabu dan Kamis, AS dan China menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi yang melibatkan tokoh-tokoh penting seperti Wakil Perdana Menteri China Liu He, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang, dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.
Walaupun disebut berlangsung baik oleh Presiden AS Donald Trump, ternyata belakangan terungkap bahwa hasil negosiasi dagang yang digelar di Washington tersebut tak bagus-bagus amat.
Executive Vice President and Head of International Affairs dari U.S. Chamber of Commerce Myron Brilliant mengatakan bahwa masih ada perbedaan-perbedaan yang signifikan di antara kedua belah pihak seiring dengan tidak adanya proposal baru dari China untuk memenuhi tuntutan AS yakni mengakhiri transfer teknologi secara paksa, subsidi pemerintah untuk sektor industri yang besar, serta undang-undang yang mendiskriminasi perusahaan asal AS terkait digital trade.
Nampaknya, langkah yang diambil pemerintah China sejauh ini dianggap belum cukup oleh AS.
Di sisi lain, Brilliant mengatakan bahwa memang ada perkembangan yang dicapai terkait perlindungan hak kekayaan intelektual.
Trump mengatakan bahwa dirinya akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping secepatnya untuk mencoba mencapai kesepakatan dagang. Kabarnya, pertemuan ini akan digelar pada akhir Februari pasca Trump melakukan pertemuan dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Hasil pertemuan The Federal Reserve selaku Bank Sentral AS masih menjadi bensin bagi mata uang Garuda. Mempertahankan suku bunga acuan di level 2,25-2,5%, The Fed lagi-lagi mengeluarkan pernyataan bernada kalem alias dovish. The Fed bakal lebih bersabar dalam mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan.
"Dalam situasi ekonomi global dan pasar keuangan saat ini, serta tekanan inflasi yang minim, Komite akan bersabar dalam menentukan kenaikan suku bunga acuan berikutnya," tulis pernyataan The Fed.
Tak hanya lebih kalem dalam masalah normalisasi suku bunga acuan, The Fed juga secara tegas menyatakan bahwa pihaknya siap untuk mengubah skema perampingan neracanya. Sebagai informasi, pasca krisis keuangan global tahun 2008 silam, The Fed rajin membeli surat utang pemerintah dan mortgage-backed securities untuk menstimulasi perekonomian Negeri Paman Sam.
Pada puncaknya, neraca dari bank sentral sempat menyentuh angka US$ 4,5 triliun. Terhitung mulai Oktober 2017, The Fed mulai mengurangi besaran neracanya dengan tak lagi menginvestasikan porsi tertentu dari pendapatan yang diterima atas surat berharga tersebut.
“Komite siap untuk menyesuaikan setiap detil untuk menyelesaikan normalisasi neraca berdasarkan perkembangan ekonomi dan pasar keuangan,” papar The Fed dalam pernyataan resminya.
Sepanjang tahun 2018, rupiah menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terburuk di kawasan Asia. Normalisasi suku bunga acuan sebanyak 4 kali (100 bps) yang dieksekusi The Fed membuat rupiah berada dalam posisi yang sulit. Kini ketika The Fed terlihat sudah semakin dovish, kinerja rupiah pun terangkat. Aliran modal investor asing ke pasar modal tanah air akan menentukan arah pergerakan rupiah di sisa hari ini. Pada perdagangan kemarin, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 1,48 triliun di pasar saham (pasar reguler).
Pada pukul 11:00 WIB, angka inflasi periode Januari akan dirilis. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan laju inflasi month-on-month di level 0,5%, sementara inflasi secara tahunan ada di level 3,01%.
Jika inflasi bisa menyamai atau bahkan mengalahkan ekspektasi para ekonom, bisa timbul persepsi bahwa konsumsi masyarakat relatif kuat. Akibatnya, aliran modal investor asing bisa terus masuk ke dalam negeri dan mendukung kinerja rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA