
Rupiah Luar Biasa, Jauh Tinggalkan Rival-rivalnya di Asia!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 January 2019 12:35

Rupiah cs di Asia berhasil memanfaatkan dolar AS yang sedang dalam posisi bertahan. Pada pukul 12:13 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,1%. Selama sepekan terakhir, indeks ini amblas 1,4%.
Pelemahan dolar AS disebabkan oleh respons pasar terhadap hasil rapat perdana The Federal Reserves/The Fed pada 2019. Sesuai perkiraan, Jerome 'Jay' Powell dan rekan mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% atau median 2,375%.
Tidak selesai sampai di situ, The Fed lagi-lagi menelurkan pernyataan bernada kalem alias dovish. The Fed bakal lebih bersabar dalam mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan.
"Dalam situasi ekonomi global dan pasar keuangan saat ini, serta tekanan inflasi yang minim, Komite akan bersabar dalam menentukan kenaikan suku bunga acuan berikutnya," tulis pernyataan The Fed.
Situasi ini tidak menguntungkan bagi dolar AS. Tanpa kenaikan suku bunga, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang pemanis. Selain itu, ekspektasi inflasi juga bisa terangkat sehingga menggerus nilai mata uang ini.
Pelaku pasar juga optimistis dengan dialog dagang AS-China yang berlangsung di Washington. Delegasi China dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara di meja seberangnya dikomandoi Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer.
Untuk memperbaiki hubungan dengan dengan Washington, Beijing pun siap melakukan reformasi. Seperti diberitakan kantor berita Xinhua, mengutip Reuters, parlemen China akan membahas aturan yang melarang pemaksaan transfer teknologi dan intervensi pemerintah yang ilegal terhadap investasi dari luar negeri.
Isu tersebut sudah lama disuarakan oleh AS. Pemerintahan Presiden Donald Trump kerap kali mengkritik praktik investasi di China, yang mengharuskan investor asing melakukan transfer teknologi kepada perusahaan lokal. Perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual, itu yang selalu ditekankan oleh Negeri Paman Sam.
"(Peraturan) ini adalah kebutuhan yang mendesak. Sebab dengan aturan yang ada akan sulit untuk memfasilitasi sistem yang berdasarkan kepada keterbukaan ekonomi," kata Fu Zhenghua, Menteri Kehakiman China.
Rencana China yang bakal lebih ramah kepada investor asing tentu akan membuat AS gembira. Ini bisa menjadi kunci kesuksesan dalam proses damai dagang AS-China.
Sementara dari dalam negeri, rupiah juga terdorong karena 'restu' Bank Indonesia (BI). Nanang Hendarsah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, menegaskan bahwa bank sentral membiarkan rupiah menguat sampai ke bawah Rp 14.000/US$.
Pernyataan ini membuat pelaku pasar lega. BI dinilai tidak membatasi penguatan rupiah agar tidak terlalu mempengaruhi kinerja ekspor. Maklum, jika rupiah terus menguat ekspor bisa turun karena harga produk-produk Indonesia akan lebih mahal di pasar global.
'Restu' BI membuat arus modal mengalir semakin deras ke pasar keuangan Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,89% kala penutupan perdagangan Sesi I.
Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun semakin dalam yaitu 6,1 basis poin. Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pelemahan dolar AS disebabkan oleh respons pasar terhadap hasil rapat perdana The Federal Reserves/The Fed pada 2019. Sesuai perkiraan, Jerome 'Jay' Powell dan rekan mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% atau median 2,375%.
Tidak selesai sampai di situ, The Fed lagi-lagi menelurkan pernyataan bernada kalem alias dovish. The Fed bakal lebih bersabar dalam mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan.
Situasi ini tidak menguntungkan bagi dolar AS. Tanpa kenaikan suku bunga, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang pemanis. Selain itu, ekspektasi inflasi juga bisa terangkat sehingga menggerus nilai mata uang ini.
Pelaku pasar juga optimistis dengan dialog dagang AS-China yang berlangsung di Washington. Delegasi China dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He, sementara di meja seberangnya dikomandoi Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer.
Untuk memperbaiki hubungan dengan dengan Washington, Beijing pun siap melakukan reformasi. Seperti diberitakan kantor berita Xinhua, mengutip Reuters, parlemen China akan membahas aturan yang melarang pemaksaan transfer teknologi dan intervensi pemerintah yang ilegal terhadap investasi dari luar negeri.
Isu tersebut sudah lama disuarakan oleh AS. Pemerintahan Presiden Donald Trump kerap kali mengkritik praktik investasi di China, yang mengharuskan investor asing melakukan transfer teknologi kepada perusahaan lokal. Perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual, itu yang selalu ditekankan oleh Negeri Paman Sam.
"(Peraturan) ini adalah kebutuhan yang mendesak. Sebab dengan aturan yang ada akan sulit untuk memfasilitasi sistem yang berdasarkan kepada keterbukaan ekonomi," kata Fu Zhenghua, Menteri Kehakiman China.
Rencana China yang bakal lebih ramah kepada investor asing tentu akan membuat AS gembira. Ini bisa menjadi kunci kesuksesan dalam proses damai dagang AS-China.
Sementara dari dalam negeri, rupiah juga terdorong karena 'restu' Bank Indonesia (BI). Nanang Hendarsah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, menegaskan bahwa bank sentral membiarkan rupiah menguat sampai ke bawah Rp 14.000/US$.
Pernyataan ini membuat pelaku pasar lega. BI dinilai tidak membatasi penguatan rupiah agar tidak terlalu mempengaruhi kinerja ekspor. Maklum, jika rupiah terus menguat ekspor bisa turun karena harga produk-produk Indonesia akan lebih mahal di pasar global.
'Restu' BI membuat arus modal mengalir semakin deras ke pasar keuangan Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,89% kala penutupan perdagangan Sesi I.
Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun semakin dalam yaitu 6,1 basis poin. Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular