
Tertinggi Sejak 8 Bulan! Harga Emas Bisa Bikin Cuan
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
30 January 2019 17:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Sore hari ini (30/1/2019), harga emas dunia masih terus merangkak naik ke level tertingginya dalam 8 bulan.
Hingga pukul 16:50 WIB, harga emas kontrak Februari di pasar COMEX menguat sebesar 0,22% ke posisi US$ 1.311,8/troy ounce, setelah sebelumnya juga ditutup menguat 0,45% kemarin (29/1/2019).
Secara mingguan harga emas menguat 2,17% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun harga komoditas ini tercatat naik 2,38%.
Harga emas mendapat sokongan dari kekhawatiran pelaku pasar yang kembali muncul selepas pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan tuntutan pidana pada perusahaan teknologi asal China, Huawei kemarin.
Bila gara-gara kejadian tersebut damai dagang AS-China tak juga mencapai titik temu di pertemuan antara Wakil Perdana Menteri China, Liu He dan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin yang akan digelar 30-31 Januari, maka perlambatan ekonomi dunia akan semakin parah.
Pasalnya presiden AS, Donald Trump sudah bermaklumat akan meningkatkan bea impor pada barang asal China yang senilai US$ 200 miliar, yang semula 10% menjadi 25% apabila hingga 1 Maret mendatang tidak ada kesepakatan apa-apa antara kedua negara.
Selain itu perkembangan dari benua Eropa juga tak mengenakkan. Kemarin malam, Parlemen Inggris menolak amandemen Cooper yang diajukan oposisi Yvette Cooper dengan komposisi suara 321:298.
Amandemen Cooper bertujuan mencegah Brexit tanpa kesepakatan atau no deal dengan memberi pemerintah lebih banyak waktu untuk mencapai kesepakatan dengan UE. Sehingga, tanggal Brexit akan mundur dari 29 Maret menjadi 31 Desember.
Alih-alih, parlemen malam memilih meloloskan amandemen Brady yang diajukan anggota parlemen dari Partai Konservatif, Graham Brady, dengan perolehan suara 317:301.
Amandemen ini meminta pemerintah untuk mengganti klausul backstop bagi Irlandia Utara dalam perjanjian Brexit dengan UE, dilansir dari CNBC Internasional.
Artinya, Perdana Menteri Inggris, Theresa May harus kembali melobi Brussel untuk menegosiasi ulang klausul yang masih bermasalah tersebut. Padahal, beberapa waktu lalu Uni Eropa mengatakan sudah tidak ada lagi negosiasi dengan pihaknya.
Dengan begini, nasib perceraian Inggris dengan Uni Eropa menjadi sangat tidak jelas. Bila sampai No Deal Brexit benar kejadian, maka dampaknya akan mendunia, mirip dengan perang dagang AS-China, mengingat Inggris merupakan salah satu negara dengan ekonomi raksasa.
Dalam kondisi yang serba tidak pasti seperti sekarang ini, emas menjadi lebih dilirik oleh investor sebagai pelindung nilai, sambil menunggu waktu yang tepat untuk kembali memasang investasi pada instrumen beresiko lainnya.
Selain itu investor juga kembali menantikan pengumuman suku bunga The Fed hasil rapat bulanan komite pengambil kebijakan (FOMC). Bila benar suku bunga acuan The Fed tidak naik, maka ada kemungkinan hal tersebut kembali memicu diobralnya dolar.
Pasalnya tahun lalu suku The Fed menaikkan suku bunganya sebanyak 4 kali yang membuat dolar menjadi raja mata uang dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Akhirnya, Emas Mulai Menunjukkan Kilaunya!
Hingga pukul 16:50 WIB, harga emas kontrak Februari di pasar COMEX menguat sebesar 0,22% ke posisi US$ 1.311,8/troy ounce, setelah sebelumnya juga ditutup menguat 0,45% kemarin (29/1/2019).
Secara mingguan harga emas menguat 2,17% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun harga komoditas ini tercatat naik 2,38%.
Harga emas mendapat sokongan dari kekhawatiran pelaku pasar yang kembali muncul selepas pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan tuntutan pidana pada perusahaan teknologi asal China, Huawei kemarin.
Bila gara-gara kejadian tersebut damai dagang AS-China tak juga mencapai titik temu di pertemuan antara Wakil Perdana Menteri China, Liu He dan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin yang akan digelar 30-31 Januari, maka perlambatan ekonomi dunia akan semakin parah.
Pasalnya presiden AS, Donald Trump sudah bermaklumat akan meningkatkan bea impor pada barang asal China yang senilai US$ 200 miliar, yang semula 10% menjadi 25% apabila hingga 1 Maret mendatang tidak ada kesepakatan apa-apa antara kedua negara.
Selain itu perkembangan dari benua Eropa juga tak mengenakkan. Kemarin malam, Parlemen Inggris menolak amandemen Cooper yang diajukan oposisi Yvette Cooper dengan komposisi suara 321:298.
Amandemen Cooper bertujuan mencegah Brexit tanpa kesepakatan atau no deal dengan memberi pemerintah lebih banyak waktu untuk mencapai kesepakatan dengan UE. Sehingga, tanggal Brexit akan mundur dari 29 Maret menjadi 31 Desember.
Alih-alih, parlemen malam memilih meloloskan amandemen Brady yang diajukan anggota parlemen dari Partai Konservatif, Graham Brady, dengan perolehan suara 317:301.
Amandemen ini meminta pemerintah untuk mengganti klausul backstop bagi Irlandia Utara dalam perjanjian Brexit dengan UE, dilansir dari CNBC Internasional.
Artinya, Perdana Menteri Inggris, Theresa May harus kembali melobi Brussel untuk menegosiasi ulang klausul yang masih bermasalah tersebut. Padahal, beberapa waktu lalu Uni Eropa mengatakan sudah tidak ada lagi negosiasi dengan pihaknya.
Dengan begini, nasib perceraian Inggris dengan Uni Eropa menjadi sangat tidak jelas. Bila sampai No Deal Brexit benar kejadian, maka dampaknya akan mendunia, mirip dengan perang dagang AS-China, mengingat Inggris merupakan salah satu negara dengan ekonomi raksasa.
Dalam kondisi yang serba tidak pasti seperti sekarang ini, emas menjadi lebih dilirik oleh investor sebagai pelindung nilai, sambil menunggu waktu yang tepat untuk kembali memasang investasi pada instrumen beresiko lainnya.
Selain itu investor juga kembali menantikan pengumuman suku bunga The Fed hasil rapat bulanan komite pengambil kebijakan (FOMC). Bila benar suku bunga acuan The Fed tidak naik, maka ada kemungkinan hal tersebut kembali memicu diobralnya dolar.
Pasalnya tahun lalu suku The Fed menaikkan suku bunganya sebanyak 4 kali yang membuat dolar menjadi raja mata uang dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Akhirnya, Emas Mulai Menunjukkan Kilaunya!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular