Mata Uang Asia Kompak Menguat, Eh Rupiah Malah Lemah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 January 2019 10:22
Rupiah Tak Mampu Ikuti Jejak Tetangganya
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Mayoritas mata uang Asia mampu menguat di hadapan dolar AS. Tidak hanya di Asia, mata uang Negeri Paman Sam juga tertekan secara global. 

Pada pukul 10:07 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,06%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini melemah 0,38% dan selama sebulan ke belakang koreksinya adalah 0,43%. 

Dolar AS kembali ke posisi defensif karena pelaku pasar menantikan hasil rapat komite pengambil kebijakan The Federal Reserves/The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC). Pelaku pasar memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan sejawat masih mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% atau median 2,375%. Menurut CME Fedwatch, peluang ke sana mencapai 100%. 

Investor juga berekspektasi akan ada pernyataan bernada kalem alias dovish. Beberapa waktu terakhir, sejumlah pejabat The Fed kerap mengeluarkan kalimat dengan tone yang kurang agresif. 


Tanpa dorongan kenaikan suku bunga acuan, dolar AS kehilangan daya pikatnya. Berinvestasi di mata uang Negeri Paman Sam menjadi tidak semenarik tahun lalu, sehingga perlahan investor melepas dolar AS. 

Selain itu, pemberat langkah dolar AS juga hadir dari pernyataan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin. Menurut Mnuchin, kasus yang melibatkan Huawei adalah hal yang terpisah dengan dialog dagang AS-China. 

Kemarin, pemerintah AS resmi menjatuhkan tuntutan hukum kepada perusahaan telekomunikasi asal China tersebut. Huawei dituding berbisnis dengan Iran (yang sedang dikenai sanksi ekonomi) dan mencuri teknologi robotik milik T-Mobile. 

Kejadian itu kebetulan berdekatan dengan kedatangan Wakil Perdana Menteri China Liu He ke Washington pada 30-31 Januari waktu setempat. Pelaku pasar khawatir tuntutan hukum kepada Huawei akan mengacaukan proses damai dagang AS-China. 

"Itu (kasus Huawei) adalah isu yang terpisah, dialog yang berbeda. Jadi itu tidak akan dibahas dalam dialog perdagangan. Isu-isu yang terkait pelanggaran hukum jalurnya berbeda," tegas Mnuchin dalam wawancara dengan Fox Business, mengutip Reuters. 

Pernyataan Mnuchin sedikit banyak melegakan pelaku pasar. Harapan damai dagang AS-China masih terbuka, sehingga investor bisa kembali fokus untuk mengoleksi aset-aset berisiko di negara berkembang. Arus modal mengalir ke Asia dan memperkuat mata uang Benua Kuning. 

Namun mengapa rupiah tidak bisa berjalan beriringan dengan mata uang Asia di jalur hijau? Kemungkinan ada dua penyebab. 

Pertama adalah, mendekati akhir bulan biasanya kebutuhan valas korporasi meningkat. Permintaan valas yang tinggi membuat rupiah mengalami tekanan jual sehingga nilainya melemah. 

Kedua, harga minyak masih naik. Pada pukul 10:15 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,29% dan light sweet bertambah 0,28%. 

Saat harga minyak naik, biaya impornya jadi semakin mahal sehingga mengancam neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account). Rupiah akan kekurangan pasokan devisa sehingga berpotensi melemah. 



TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular